Senin, 11 Februari 2013

[Media_Nusantara] Bisnis “cantik” Mas Ibas

 

Bisnis "cantik" Mas Ibas

Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, diterjang kabar tak sedap. Suami Siti Aliya Rajasa itu diberitakan membeli rumah berharga miliaran rupiah di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Rumah Cantik namanya, di Jalan Cik Di Tiro No. 62. Sabtu, 26 November 2011, Ibas-Aliya melangsungkan resepsi pernikahan di Jakarta Convention Centre, yang juga dihajar isu mengenai jor-joran biaya pernikahan.
Pertanyaannya sederhana: apa bisnis Ibas yang beromset miliaran rupiah itu? Bukankah, setahu rakyat, Ibas (sejak 2009) hanya menjabat sebagai anggota DPR Fraksi Demokrat yang, menurut data di Sekretariat Jenderal DPR, hanya berpenghasilan Rp51.567.200 ?

Kepada gresnews.com, di Jakarta, Rabu (30/11), Ibas telah membantah membeli Rumah Cantik. "Saya masih menetap bersama orang tua, sembari berikhtiar untuk segera menempati tempat sendiri (bukan seperti yang diisukan). Insya Allah saya masih menyesuaikan dengan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) saya," kata dia. LHKPN Ibas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per 7 Desember 2009 totalnya Rp4,426 miliar.

Mendalami simpang-siur informasi harta Ibas, gresnews.com, sepanjang pekan lalu, menelusuri kondisi terakhir persilatan bisnis lelaki kelahiran Bandung, 24 November 1980 itu.

Harganya US$3 juta

Memastikan kisah pembelian Rumah Cantik, gresnews.com, Jumat (2/12), menghubungi Ibu Diah, anak dari pemilik lama Rumah Cantik, Sri Supatmo Sari Shudiono, yang mulai menetap di situ sejak 1958. Diah membenarkan, Rumah Cantik sudah terjual pada kira-kira delapan bulan lalu. Dilepas di harga: US$3 juta! "Memang sudah pindah tangan. Bukan milik saya lagi. Harga jualnya US$3 juta," kata Diah.
Diah menjelaskan, Rumah Cantik itu dibeli langsung oleh pembeli, tanpa melalui agen. Transaksi dilakukan tunai. "Pembelinya langsung ketemu saya. Transaksi dilakukan secara tunai," ujar Diah, seraya memberikan keterangan bahwa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rumah Cantik tersebut Rp10 miliar dan Pajak Bumi dan Bangunannya sekira Rp20 juta/tahun.

Apakah Ibas sang pembeli Rumah Cantik? "Kalau soal itu, saya no comment-lah. Begini, takutnya kalau saya ngomong nanti, misalnya, pembayaran belum lunas tidak dilunasi. Kalau sudah lunas minta uangnya dikembalikan," kata Diah. "Terserah mau nulis dibeli Ibas kek, Syahrini, bahkan Beckham terserah. Saya tidak mau pembayaran terganggu."

Diah mengalihkan pembicaraan. Menurut dia, yang menjadi soal bukanlah faktor siapa pembelinya. "Yang bikin heboh itu kan karena rumah itu dibeli terus dibiarkan saja sampai delapan bulan," kata Diah.

Ketika gresnews.com menyambangi Rumah Cantik, Jumat (2/12), tampak rumah itu tengah dipugar.
Rumah Cantik sebetulnya memiliki nilai tersendiri. Dinas Pariwisata dan Budaya DKI Jakarta telah menetapkan rumah itu sebagai cagar budaya dengan kategori kelas C. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya terdapat empat kategori cagar budaya.


Kriteria A adalah cagar bangunan yang tidak boleh diubah sama sekali, kemudian kriteria B hanya boleh diubah sebagian, lalu kriteria C boleh diubah sesuai keinginan pemilik dengan catatan ada izin.Rumah cantik itu kini tidak terawat. Bahkan, bangunannya sebagian sudah dirobohkan.

Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya DKI Jakarta Arie Budhiman mengatakan hal itu sebenarnya merupakan pelanggaran karena tidak ada pengajuan izin dari pemilik kepada dinas terkait.

"Kalau dari aspek preservasi, ini pasti melanggar. Siapapun pemiliknya harus lapor jika ingin mengubah bentuk bangunan yang termasuk cagar budaya," kata Arie, pekan lalu.

Dijelaskan Arie, perombakan bangunan cagar budaya harus mengantongi izin terlebih dahulu dari Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata dan Budaya DKI Jakarta.
Arie mengakui bahwa pemilik dari rumah tidak pernah mengajukan izin untuk memugar bangunannya.
Kepala Seksi Pengawasan Suku Dinas P2B Jakarta Pusat, Deddy Widaryaman, mengaku pembongkaran rumah ini sebenarnya sudah dihentikan sekitar delapan bulan yang lalu lantaran tidak memiliki izin yang jelas mengenai pemugaran rumah ini.

"Pemiliknya belum diketahui karena belum ada pengajuan izin itu. Biasanya kan diketahui pemiliknya siapa saat mengajukan izin," jelas Deddy.

Saat melakukan penertiban di rumah tersebut, pihaknya hanya bertemu dengan Penanggung jawab Bangunan, Wiwid Kurniyanto, yang sepakat menghentikan pengerjaan sampai izin dikeluarkan.
Deddy menjelaskan pembongkaran rumah tersebut dihentikan setelah dilakukan penertiban oleh Sudin P2B Jakarta Pusat dan diterbitkan Surat Perintah Penghentian Pengerjaan Pembangunan (SP4) pada tanggal 28 Februari 2011.

Penertiban surat tersebut dilanjutkan dengan penyegelan pada tanggal 1 Maret 2011. Namun, terkait kabar yang menyebut bahwa Eddie Baskoro, putra bungsu Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono telah membeli rumah cantik ini, Arie mengaku tidak mengetahui dengan pasti. Menurutnya, siapa pun yang mampu membeli rumah ini sudah pasti memiliki dana yang cukup juga untuk memeliharanya.

"Jangan terburu-burulah bilang dibeli anak pejabat. Yang pasti orang yang membeli ini punya dana yang lebih untuk merawat dan memperhatikan estetikanya. Jadi sangat disayangkan ditelantarkan seperti ini," pungkas Deddy.

"Kantor" Ibas

Fakta yang paling telanjang mengenai harta Ibas adalah dari LHKPN di KPK. Per 7 Desember 2009, KPK mencatat harta Ibas sebagai berikut: harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan seluas 1.120 m2 dan 250m2 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat senilai Rp815 juta. Harta bergerak berupa satu buah mobil bermerek Audi seharga Rp1,1 miliar. Ibas juga memiliki surat berharga senilai Rp500 juta, giro dan setara kas lainnya Rp2,011 miliar dan US$85,136.

Gresnews.commenelusuri asal-usul kepemilikan harta Ibas itu, dari sisi bisnis. Fakta berikutnya yang ditemukan adalah pencatatan nama Ibas dalam struktur kepengurusan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) 2010-2015. Ibas menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Promosi Internasional, Pariwisata, Seni Budaya, dan Olahraga.

PT. Yastra Capital, beralamat di Sampoerna Strategic Square, South Tower Level 12, Jl. Jenderal Sudirman, Kav. 45-46, Jakarta 12910.

Siapakah Yastra Capital? Gresnews.commendapatkan dokumen mengenai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-13096.AH.01.02.Tahun 2010 tentang Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan PT. Yastra Energy tanggal 12 Maret 2010. Di situ tertera nama notaris Sugito Tedjamulja.


Akta Perubahan itu mencatat perubahan tempat kedudukan PT. Yastra Energy, berkedudukan di Jakarta Pusat, menjadi PT. Yastra Energy, berkedudukan di Jakarta Selatan. Tercatat pula:

a. Menyetujui pemindahan hak-hak atas saham-saham milik PT. Yastra Capital dahulu PT. Tsubi Indonesia sebanyak 600 (enam ratus) saham kepada tuan Arief Purnama;

b. Menyetujui pemindahan hak-hak atas saham-saham milik PT. Global Nusantara Capital sebanyak 50 (lima puluh) saham kepada tuan Arief Purnama.

Data Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) mencatat PT. Yastra Capital beralamat di Jl. Raya Rengas Bandung RT 002, RW 005, Bekasi Jakarta Selatan. Jenis perseroan adalah PT nonfasilitas umum. Status perseroan adalah tertutup/nonpublik. Notaris, Sugito Tedjamulja.

Penelusuran gresnews.com, di sebuah kantor yang terletak di Lantai 32, Menara Selatan, Sampoerna Strategic Square, Sudirman, Jakarta, terdapat kantor Yastra Group. Menurut sumber gresnews.com, Yastra Group ini memiliki anak perusahaan yakni PT. Yastra Energy, PT. Yastra Indonesia, PT. Global Nusantara Capital.

Berikut ini adalah keterangan mengenai perusahaan-perusahaan tersebut, berdasarkan penelusuran gresnews.com:

Nama Perseroan: PT . YASTRA ENERGY
Alamat Perseroan: JL. MAJAPAHIT NO. 22, KEL. PETOJO SELATAN, KEC. GAMBIR,
Kedudukan: JAKARTA SELATAN – DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Jenis Perseroan: PT. NON FASILITAS UMUM
Status Perseroan: TERTUTUP / NON PUBLIK
Notaris: Eliwaty Tjitra, SH

Berdasarkan akta perubahan terakhir PT. Yastra Energi Nomor AHU-29650 AH.01.02. Tahun 2009 tertanggal 1 Juli 2009. Susunan pemegang saham terdiri dari:

1. PT. Tsubi Indonesia
2. Arief Purnama
3. Edwin Imam Gunadi
4. Nurseto Budi Santoso
5. PT. Global Nusantara Capital

Perusahaan lain yang diduga terkait dengan Yastra Group, yaitu:

Nama Perseroan: PT. YASTRA INDONESIA
Alamat Perseroan: GEDUNG ARTHALOKA LT. 17, JL. JEND. SUDIRMAN KAV. 2 KEL. KARET TENGSIN KEC.
TANAH ABANG JAKARTA PUSAT
Kedudukan: JAKARTA SELATAN – DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Jenis Perseroan: PT. NON FASILITAS UMUM
Status Perseroan: TERTUTUP/NON PUBLIK
Notaris: Sugito Tedjamulja, SH
Nama Perseroan: PT. GLOBAL NUSANTARA CAPITAL
Alamat Perseroan: MENARA BATAVIA LT.5, JL. KH. MAS MANSYUR KAV.126 KARET TENGSIN, TANAH ABANG, JAKARTA PUSAT, DKI JAKARTA
Kedudukan: JAKARTA SELATAN – DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Jenis Perseroan: PT. NON FASILITAS UMUM
Status Perseroan: TERTUTUP/NON PUBLIK
Notaris: Sugito Tedjamulja, SH

Gresnews.com juga menelusuri dokumen-dokumen mengenai perusahaan-perusahaan yang diduga (bahkan sempat diberitakan oleh media massa) memiliki keterkaitan dengan Ibas.

George Junus Aditjondro dalam buku Cikeas Kian Menggurita menyebut sejumlah perusahaan yang diduga terkait Ibas dan keluarga Cikeas, seperti perusahaan kehutanan PT Wanatirta Edhie Wibowo, yang menggarap bisnis perdagangan, pertambangan, dan perkebunan. Mengenai Ibas, George menulis, "Ibas yang memulai bisnis dari kue kering, kini berhasil melebarkan sayap bisnisnya. Usahanya sudah masuk ke pertambangan nikel di bawah payung PT. Yastra Energy dan PT. Yastra Indonesia."
Menurut George, Ibas juga punya bisnis manajemen hiburan di bawah PT. Berlian Entertainment. Pada tahun 2010, Berlian membawa David Foster ke Indonesia untuk konser.

Mari kita cek dokumen hukum perusahaan-perusahaan itu.

PT. Wanatirta Edhie Wibowo, saat gresnews.com mengecek di Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH), Senin (5/12), tidak tercatat lagi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-07696.AH.01.01 Tahun 2008 tentang Pengesahan Badan Hukum Perseroan PT. Berlian Entertainment International, pendiri perseroan adalah:
1. Aditya Djanaka (komisaris)
2. Chaeruddin Syah (direktur)

Kisah pencari kerja untuk Ibas

Gresnews.com, Sabtu pekan lalu, mewawancarai seseorang, sebut saja namanya Bona, yang pernah di-interview untuk sebuah lowongan pekerjaan di PT. Yastra Energy pada November 2009.
Dicari Analis Politik dan Ekonomi. Demikian judul iklan lowongan kerja dari PT Yastra Energy yang dipasang di laman khusus penyedia informasi lowongan kerja, Jobstreet, sekira November 2009, yang menarik perhatian Bona.

Tertarik akan tawaran pekerjaan itu, akhirnya Bona mencoba peruntungan dengan harapan posisi yang ditawarkan akan memberi penghasilan yang diberikan memuaskan. Apalagi, saat itu Bona mengaku dalam posisi menganggur karena perusahaan tempatnya mengabdi terpaksa gulung tikar akibat kesulitan finansial.

Gayung pun bersambut. Selang beberapa hari kemudian, aplikasi yang dia kirimkan via surat elektronik direspons. Ia diminta untuk mengikuti proses seleksi.

Pada hari yang sudah dijanjikan, ia mendatangi kantor yang beralamat di Gedung Sampoerna Strategic Lt 32 di Jl Jend Sudirman, Jakarta Pusat. Tak ada yang sangat istimewa dari kantor nan mewah itu, kecuali satu halbahwa sistem pengamanannya yang terlihat cukup ketat. Betapa tidak, saat keluar dari pintu lift, ia langsung disambut petugas sekuriti berbaju safari dan berbadan tegap.

"Ada keperluan apa Anda datang ke kantor ini," tanya petugas tersebut dengan sapaan ramah, namun tanpa menghapus kesan tegas dan menyelidik. "Saya ingin mengikuti panggilan tes yang jadwalnya pagi ini di sini," ujar dia.

Tak lama berselang, petugas keamanan itu pun membukakan panel pintu kaca yang menghalangi dari lobi resepsionis kantor tersebut dengan menempelkan kartu magnetik miliknya pada alat kecil di sisi luar sebelah kanan pintu.

Memasuki lobi kantor yang berukuran kecil, Bona disuguhi pemandangan yang cukup eksotis dari sebuah akuarium air laut berukuran memanjang. Akuarium berisi aneka ragam ikan, flora, dan terumbu karang khas laut tropis itu seolah tertanam menyatu dengan tembok pembatas antara lobi dengan ruang lain di belakangnya. Penampilan akuarium itu semakin wah dengan sorotan lampu yang memendarkan efek warna biru muda pada air di dalamnya.

Dua orang resepsionis, keduanya perempuan muda yang berpenampilan menawan, duduk dan membelakangi tepat di muka akuarium. Pada tahap awal itu, ia harus melakukan ujian tertulis. Ujian tersebut diselenggarakan sebuah lembaga konsultan SDM yang disewa oleh perusahaan.

Tes dimulai sejak pukul 08.00 WIB dan berakhir pukul 15.30 WIB itu diikuti oleh 15 pelamar. Bona ditempatkan di sebuah ruangan kecil di lantai atas gedung yang kala itu baru selesai dibuat.

Para pelamar duduk dan mengerjakan seluruh soal ujian di meja kayu berbentuk oval. Tak ada yang spesial dari ujian yang menggunakan sistem gugur secara langsung itu. Bona mampu menuntaskan seluruh materi soal. Dan, saat hasil tes tulis itu diumumkan pada siang hari, ia masuk kelompok yang lolos dalam ujian tersebut.

Bona bersama 6 orang lainnya diwajibkan untuk tetap di ruangan guna menunggu giliran tes selanjutnya, yakni tes wawancara. Tiba gilirannya, Bona pun dipanggil ke ruangan lainnya yang sedikit lebih kecil dari ruangan pertama. Di dalamnya sudah menunggu seorang pria. Lagi-lagi, tak ada satupun hal yang istimewa dari sesi wawancara ini. Pewawancara hanya menggali informasi personal yang bersifat sangat umum mengenai latar belakang dan pengalaman kerja.

Pada bagian akhir wawancara, si pewawancara itu menjelaskan bahwa ia akan mengikuti satu kali lagi interview dengan salah seorang direktur perusahaan tersebut. Untuk jadwal wawancara mendatang, ucap pria itu, akan diinformasikan dalam waktu dekat. Akhirnya, Bona diizinkan pulang.

Sepekan berselang, ia kembali menerima panggilan interview yang diinformasikan melalui telepon. Namun, kali ini ada yang cukup istimewa karena si penelepon memintanya untuk membawa karya tulis ilmiah yang berbasiskan riset. Secara spesifik, perempuan yang menelepon itu menyuruh untuk membawa naskah skripsi.

Pada hari yang sudah ditentukan itu, ia langsung menemui seorang direktur PT Yastra Energy. Dia memperkenalkan dirinya dengan pembawaan yang ramah dan akrab.

Topik wawancara bergeser. Direktur itu meminta Bona berdiri di papan putih berukuran sedang yang terpasang di salah satu tembok ruangan. Ia meminta Bona untuk menuliskan di papan berwarna putih susu itu tentang sebuah isu terkini yang paling dikuasai. Dia juga meminta untuk membuat ringkasan presentasi dari isu pilihan sendiri.

Pembaca, anda tentu masih ingat, kala itu isu terkait politik dan ekonomi yang tengah santer adalah masalah aliran dana talangan senilai Rp6,7 triliun dari APBN kepada Bank Century. Ya, Bona memilih isu itu sebagai bahan presentasi.

Bona pun membuat semacam alur atau bagan permasalahan mulai dari awal hingga berujung pada keputusan wakil rakyat untuk membentuk Pansus Bank Century.

Pada bagian akhir wawancara, direktur itu bertutur tentang alasannya mengintip karya ilmiah Bona. Pun dijelaskannya pula mengapa Bona diminta mempresentasikan isu terkini. Namun yang membuat Bona agak tersentak adalah informasi yang belakangan diutarakannya. Bahwa ia dan dua orang lainnya di posisi yang sama, akan dipekerjakan untuk membantu kerja seorang anggota dewan di Senayan. Siapakah orangnya? "Dia adalah Edhie Baskoro Yudhoyono," kata direktur tersebut. Merasa kaget, Bona pun balik bertanya, "Apa peranan dia di perusahaan ini?"

Direktur itu memberi sedikit bocoran. Putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu ternyata menjabat komisaris utama di perusahaan yang bergerak di bidang trading produk pertambangan itu.
Lantas, mengapa posisi yang ditawarkan sebagai Analis Politik dan Ekonomi di PT. Yastra Energy, kok malah akan ditugaskan mendukung kinerja Ibas, sapaan karib suami Aliya itu di DPR RI? Bukankah tugas dan fungsi seorang legislator sudah didukung oleh jajaran staf ahli yang didanai melalui anggaran di Senayan?

"Karena posisi ini sebenarnya ada di belakang layar. Jadi, peran Anda nantinya murni untuk mendukung setiap langkah-langkah strategis yang akan dibuat oleh Ibas dalam kaitan profesinya sebagai anggota DPR," kata si direktur itu.

Transparansi harta

Nama Ibas tidak ada dalam akta-akta perusahaan itu, pun, ia telah membantah membeli Rumah Cantik US$3 juta itu. Kendati demikian, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, bukan tidak mungkin Ibas memakai nama pihak lain, perorangan atau perusahaan, untuk menjalankan bisnis maupun membeli aset. "Penggunaan nama perusahaan dalam pembelian rumah mewah merupakan modus pengusaha hindari pajak ya," ujar Bambang Soesatyo, Jumat (1/12).
Diwawancarai terpisah, Analis Independen dari Aspirasi Indonesia Research Institute (AIR Inti) Yanuar Rizky menilai, ada kemungkinan seseorang yang namanya tak tercantum dalam akta pendirian perusahaan, tetap bisa menerima manfaat dari aktivitas bisnis perusahaan yang bersangkutan. Meskipun secara legal hal itu tak dibenarkan, tapi masih saja bisa ditemukan praktik-praktik semacam itu dalam dunia bisnis.

"Praktik semacam itu diistilahkan nominee. Artinya, ada seseorang yang memakai nama atau identitas orang lain untuk dicantumkan dalam akta perusahaan. Untuk membuktikannya sebetulnya mudah saja. Bisa diperiksa ada tidaknya aliran dana dari rekening perusahaan ke rekening pribadi orang yang menyembunyikan identitasnya itu. Baik transfer secara langsung, atau diparkir terlebih dulu di rekening orang yang menjadi perpanjangan tangannya di perusahaan yang bersangkutan," papar Yanuar, saat dihubungi gresnews.com, Senin (1/12).

Masih adanya praktik-praktik semacam itu, kata Yanuar, akibat sejumlah peraturan yang longgar sehingga menimbulkan celah permainan. "Secara legal memang itu tidak dibolehkan karena menyangkut pertanggungjawaban pajak serta pemegang saham. Biasanya, praktik itu akan menimbulkan persoalan ketika terjadi tindak pidana atau perdata. Namun, pembuktiannya bisa dilakukan dengan legal formal secara administratif. Bisa juga membuktikannya melalui aspek beneficial owners (penerima manfaat) yakni dengan melacak siapa orang di balik layar yang menerima manfaat baik secara langsung maupun tak langsung," cetus Yanuar.

Sementara itu, KPK meminta Ibas segera melaporkan gratifikasi. "Laporan gratifikasi itu perintah undang-undang, diimbau atau tidak diimbau mestinya setiap warga negara Indonesia harus taat kepada hukum," ujar Wakil Ketua KPK M. Jasin. GRESNEWS.COM

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar