Kamis, 31 Oktober 2019

[Media_Nusantara] KPK dan Anies.

 

KPK dan Anies.


Di China, pernah ada Kepala Daerah jatuh hanya karena ulah pemuda tamatan SMU yang bekerja sebagai pedagang kecil di distrik. Apa pasal? Pemuda itu menulis di blog bagaimana korupsi dana lingkungan hidup dilakukan secara sistematis oleh pejabat sehingga terjadi tanah longsor di desanya. Yang hebatnya pemuda itu, justru mendapatkan hak dan keadilannya karena dia dituduh menghina kepala daerah. Para nitizen meng copy tulisannya dan mem viralkan selama beberapa hari. Sehingga mengundang perhatian dari petinggi partai di tingkat Pusat. Pemuda itu bisa bebas dari tuntutan karena dia berani mempertanggung jawabkan data yang dia publis di media sosial. 


Mengapa pembelaan pemuda itu tidak terbantahkan? Itu semua berkat adanya E-Goverment yang dapat diakses oleh rakyat luas. Dengan database E-planning Pemda, dia dapat mengetahui apakah program kerja kepala daerah itu sudah sesuai dengan rencana pemerintah pusat. Kemudian , dari e-Budgeting dia bisa mengetahui sejauh mana penggunaan anggaran itu efektif. Berdasarkan e-procurement , dia bisa tahu siapa saja yang mendapatkan jatah proyek dan berapa nilainya dan pantaskah ?  Dari analisa menyeluruh , dia menyimpulkan bahwa kepala daerah membuat proyek tidak sesuai dengan rencana, dan penunjukan rekanan tidak tepat karena rekanan itu tidak qualified, juga harga kemahalan. Dampaknya kerusakan lingkungan dan bencana terjadi.


Tahun 2016, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memuji Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menerapkan mekanisme penganggaran melalui electronic budgeting (e-budgeting). Menurut Agus, cara tersebut dapat merangkul masyarakat untuk turut mengawasi kinerja pemerintah agar tak menjurus ke rasuah. Bahkan, KPK mengusulkan ebudgeting Ahok diterapkan di seluruh Indonesia, agar masyarakat secara partisipatif mengotrol dan melakukan koreksi. Kalau bisa bukan hanya anggaran tetapi perencanaan anggaran juga bisa diketahui publik sehingga hal pengawasan publik jadi terpadu.


Memang secara UU tidak ada keharusan anggaran itu terbuka secara publik. Namun tidak melarang masyarakat mendapatkan informasi itu. Dan ini di jamin oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Masalahnya tidak banyak masyarakat yang tahu akan hak nya itu. Tidak banyak dari mereka punya kemampuan mengakses data dan informasi seputar anggaran. Makanya bagi kepala daerah yang jujur, terbuka dan  sadar bahwa APBD itu adalah milik rakyat, dia akan berusaha memberikan informasi seluas luasnya kepada publik soal APBD ini. Mengapa? , agar rakyat membantunya mengawasi. Itulah yang dilakukan Ahok ketika jadi Gubernur.


Nah apa yang saya suka dari pemerintahan Jokowi adalah sifat keterbukaannya. Itu bukan hanya saja sejak dia jadi walikota , gubernur tapi juga presiden. Saya suka cara kementrian keuangan yang memberikan informasi mengenai APBN dengan bahasa yang sederhana dan dilengkapi infographis yang mudah orang pahami.  Kalau ingin tahu lebih detail, kita bisa klik situs APBN sejak dari perencanaan sampai kepada penganggaran. Berkat keterbukaan informasi APBN itu saya tidak sulit melakukan kritik dan mudah pula meluruskan opini negatif dari para oposisi yang tidak didukung data valid.


Tapi keteladanan Jokowi mengelola Anggaran di Pusat tidak ditiru oleh semua kepala Daerah. Ini bisa dimaklumi sebagai dampak dari hak otonomi Daerah. Tapi anehnya KPK yang bertugas melakukan pencegahan korupsi, yang pernah memuji sistem ebudgeting Ahok, malah tidak bersuara ketika Anies tidak melakukan azas keterbukaan APBD. Di sini saya sadar bahwa OTT KPK hanyalah pencitraan politik. Mengapa? di depan mata mereka ada sistem  ebudgeting Ahok yang sudah baik dan dipuji sebagai cara efektif mencegah korupsi, eh malah dibiarkan diacak acak oleh Anies. KPK diam saja. Tapi bagi orang lain KPK itu bidadari cantik. Padahal bau ikan asin, sama dengan Anies.


Erizeli Jely Bandaro



Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

[Media_Nusantara] Klarifikasi soal sistem anggaran era Ahok

 

Klarifikasi soal sistem anggaran era Ahok 

Anies angkat bicara terkait polemik dokumen Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2020. Termasuk soal adanya kegiatan yang janggal yang ditemukan oleh Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta, misalnya rencana pembelian lem aibon senilai Rp82,8 miliar dan pulpen sebesar Rp123,8 miliar yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Singkatnya Anies menyalahkan sistem anggaran sebagai warisan dari Ahok. Dianggap sistem ebudgeting era Ahok tidak smart, yang masih membutuhkan input secara manual. Benarkah ?

Seperti diketahui, e-budgeting direncanakan sejak zaman Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2013, lewat Peraturan Gubernur (Pergub) No 145 tahun 2013. Sistem dijalankan ketika Ahok menjadi Gubernur DKI dan melakukan pembahasan APBD DKI 2015. Pergub tersebut mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Karena penerapan sistem ebudgeting itu, Ahok bisa membongkar anggaran siluman. Masalahnya, muncul  dua versi APBD-P DKI 2014 sehingga memunculkan kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) senilai Rp120 miliar. Karena itu Ahok ribut dengan anggota DPRD. 

Tapi sistem ebudgeting era Ahok tidak mudah dijebol. Mengapa ? karena DKI di era Ahok sudah menerapkan e-planning. Jadi Rencana kerja Jangka Menengah dan Panjang telah di masukan kedalan e-Planning. Ini tidak mungkin diubah. Mengapa ? karena sudah ada PERDA nya dan persetjuan dari Menteri Dalam negeri. Tentu dasarnya sangat kuat karena telah melewati kajian akademis yang menyeluruh dan lagi penyusunan itu melibatkan uang negara. Jadi kalau Anies mengajukan anggaran diluar e-planning maka otomatis akan ditolak oleh system. Apalagi sistem ini terhubung dengan KPK dan BPK. Pelanggaran terhadap itu akan jadi target KPK.

Kalau anggaran yang disusun telah sesuai dengan e-planning maka masih ada lagi e-budgeting. Detail anggaran itu akan di uji oleh system database e-budgeting. Kalau tidak sesuai dengan aturan yang ada maka otomatis di tolak. Tidak boleh diajukan ke DPRD. Kalau anggaran sesuai dengan e-Budgeting , maka masih ada lagi e-procurement. Contoh, satu mata anggaran itu seharusnya seharga Rp. 100.000 tapi dianggarkan sebesar Rp. 500.000 maka otomatis akan ditolak oleh system database. Dan ini akan berdampak kepada semakin membesarnya sisa anggaran tidak terpakai karena tidak sesuai denga e-procurement. Apalagi Pejabat pemangku anggaran tidak mau masuk penjara alias takut sendiri. Karena sudah di detek oleh sistem adanya pelanggaran.

Kalau semua system database bisa dilewati maka masih ada lagi database pendapatan yang berkaitan dengan PAD dan pendapatan daerah. Anggaran belanja harus bisa memastikan pertumbuhan pendapatan Daerah. Untuk menguji belanja itu akan mendorong peningkatan pendapatan, ada lagi UU dan Permen yang mengatur sehingga secara trasfarance bisa di analisa oleh mendagri apakah belanja itu telah memenuhi unsur kepatutan atau tidak. Kalau tidak maka akan ditolak oleh Mendagri. Jadi memang ketat sekali.

Nah apa yang dilakukan Anies selama ini ? dia berusaha mengubah dengan cara memisahkan e-Planning dan ebudgeting. Akibatnya ebudgeting hanya berfungsi pengelektronikan data yang membutuhkan input data manual. Bukan sebagai sebuah sistem yang terintegrasi . Itu sebabnya Anies tidak mau ada transfaransi. Itu sebab data input di web beda dengan Planning. Sangat berbeda dengan era Ahok. di era Ahok, proses anggaran mulai dari penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah di eksekutif hingga pembahasannya di DPRD seluruhnya diunggah untuk publik. Mengapa ? Karena e-planning di Bappeda dan e-budgeting di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sudah terintegrasi, sehingga entri data tidak perlu lagi manual.

Semoga pak Anies paham. Engga usah menyalahkan lantai berjungkit kalau tak pandai menari. Tak usah menyalahkan orang lain kalau awak sendiri pandir.


Erizeli Jely Bandaro


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Rabu, 23 Oktober 2019

[Media_Nusantara] Usulan Kepada Eric Tohir soal BUMN

 

Usulan Kepada Eric Tohir soal BUMN.

Bukan rahasia umum bila tangan politisi itu menjangkau BUMN dan karena itu direksi BUMN kadang direpotkan melayani mereka. Budaya kerja ini harus tidak ada lagi. Seharusnya mulailah, semua komisaris BUMN jangan ada lagi orang partai atau terhubung dengan partai. Mereka harus orang profesional yang mendapat mandat dari pemerintah mewakili pemegang saham. Di periode pertama, hal ini tidak dilakukan oleh Meneg BUMN. Akibatnya, bukannya membantu BUMN tapi malah merepotkan BUMN dari segi operasional maupun polecy, yang kadang membuat  direksi BUMN tidak sepenuhnya bekerja secara profesional. 

Total asset BUMN itu mencapai lebih dari Rp. 8000 triliun. Itu sama dengan 80% PDB kita.  Jadi sangat riskan dibancaki. BUMN harus jadi pelopor menerapkan sistem good governance risk management compliance yang berbasis IT. Dengan demikian walau kementrian BUMN bukan sebagai holding company namun dalam operasional nya sudah seharusnya menerapkan cara kerja holding company, dimana sistem pengawasan etik dan moral dapat diawasi melalui  sistem online. Melalui sistem good governance risk management compliance, pelanggaran SOP sedini mungkin dapat diketahui dan diantisipasi. Dan ini sangat membantu KPK dalam melaksanakan fungsi pencegahan korupsi.

Perkuat sinergi dan kolaborasi antar BUMN. Contoh, tidak seharusnya semua Bank BUMN punya ATM sendiri. Itu infrastrukturnya mahal sekali. Akan lebih efisien bila pengelola ATM itu diserahkan kepada anak perusahaan. Sehingga masing masing BUMN perbankan tidak perlu lagi membangun dan membiayai infrastruktur IT ATM. Focus kepada layanan perbakan sebagai lending agent. Masing masing BUMN Karya sebaiknya dilebur jadi satu.  Jadi engga perlu masing masing bersaing. Selanjutnya anak perusahaan diperbanyak guna membangun industri material building yang sangat diperlukan dalam pembanguan infrastruktur dan perumahan. Itu akan berdampak mengurangi ketergantungan impor. Masih banyak conton lain. Silahkan kembangkan sendiri.

Lembaga Keuangan non Bank milik BUMN seperti SMI harus di focuskan menjadi boutique investment. Sehingga tidak lagi bergantung kepada pembiayaan dari dalam negeri. Tetapi lebih focus kepada sumber pembiayaan dari luar negeri lewat skema boutique investment. Potensi nya sangat besar. Karena indonesia merupakan negara yang kapasitas infrastruktur nya masih rendah dan peluang untuk itu masih terbuka lebar. Ini akan menarik banyak investor institusi untuk terlibat  sebagai investor. Ini penting karena masalah besar BUMN dimasa akan datang adalah krisis likuiditas akibat rasio berhutang sudah diatas ambang batas.

BUMN Fund melalui PT Bandha Investasi yang bertujuan untuk pembiayaan infrastruktur, harus diperluas sinegerinya dengan sovereign wealth fund (SWF), seperti The Abu Dhabi Investment Authority, China sovereign wealth fund, seperti CIC dan CITIC dan lainnya, US international development finance corporation (IDFC) dan lain lain. Karenanya Meneg BUMN harus leading sebagai Fund Manager BUMN untuk melakukan loby dengan financial resource dan melakukan negosiasi yang sophisticated untuk skema pembiayaan yang aman dan saling menguntungkan.

Mengapa ? Sumber dana asing  dalam perekonomian indonesia sangat kecil. Data dari UNCTAD membuktikan bahwa penanaman modal langsung oleh asing (direct foreign investment) hanya sekitar 5 persen dari keseluruhan pembentukan modal tetap bruto (gross fixed capital formation/GFCF) Indonesia. Dibandingkan dengan malaysia, philipina, masih jauh lebih rendah. BUMN harus lebih hebat dari Swasta mendapatkan financial resource.  Jangan hanya ngandalkan pembiayaan dalam negeri dan itu konyolnya lagi dari bank pelat merah. Terapkan financial engineering dengan berbagai skema dan instument dan lain sebagainya. Masak kalah dengan konglomerat semacam Martua Sitorus. Yang bisa dapatkan dana USD 10 miliar untuk akuisisi tambang emas.  

Itu aja usul saya, karena hal tersebut diatas, sangat menentukan efisiensi BUMN dan dampaknya sangat efektif meningkatkan kepercayaan, dan sekaligus membuka kanal sumber pembiayaan yang sangat dibutuhkan guna meningkatkan fungsi BUMN sebagai agent of development. Anda pengusaha. Tidak butuh 100 hari untuk belajar memimpin.  Kalau 100 hari tidak nampak perubahan, jangan salahkan kalau Jokowi terpaksa pecat anda. Semoga anda bisa lebih baik dari ibu Rini dan pastikan jangan salah gaul. Selamat bekerja !

Erizeli Jely Bandaro


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Sabtu, 19 Oktober 2019

[Media_Nusantara] Perbandingan Penyadapan KPK dengan Lembaga Negara Lain

 

Perbandingan Penyadapan KPK dengan Lembaga Negara Lain

Apabila kita bandingkan KPK dengan lembaga-lembaga lain yang punya kewenangan penyadapan, KPK benar-benar tanpa aturan main. 

Tindak pidana terorisme, misalnya. Meskipun MK pernah menyatakan terorisme tidak termasuk extra ordinary crimes, the most serious crimes atau gross violation of human rights, melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention For The Suppression Of The Financing Of Terrorism, 1999, terorisme ditempatkan sebagai kejahatan luar biasa dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM), terutama hak yang paling dasar, yaitu hak hidup.

Dalam kejahatan ini, UU Nomor 15 Tahun 2003 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 membatasi siapa pejabat yang dapat melakukan penyadapan. Penyadapan hanya dapat dilakukan "penyidik", bukan penyelidik, penuntut umum, atau pegawai biasa.

Artinya, penyadapan tidak dapat dilakukan sembarang orang, atau orang yang tidak tepat dan tidak kompeten. Dengan kata lain, tidak semua pejabat atau pegawai di BNPT atau semua polisi dapat melakukannya. Ketika pejabatnya jelas dia terikat kewajiban menjaga kerahasiaan dan menggunakan hasil sadapan untuk kepentingan hukum.

Dengan pengaturan pejabat yang jelas akhirnya penyadapan terorisme bisa dipastikan kapan penyadapan dikatakan sah (lawful interception) atau liar. Karena jika liar tergolong tindak kriminal dan dapat dipidanakan.

Tujuan penyadapan juga diatur jelas dan spesifik. Penyadapan dilakukan terhadap siapapun yang diduga melakukan pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melaksanakan tindak pidana terorisme, serta untuk mengetahui keberadaan seseorang atau jaringan terorisme..
 
Selain itu, penyadapan penyidik dapat dilakukan setelah terdapat "bukti permulaan yang cukup". Artinya, penyadapan bukan untuk mencari-cari kesalahan orang dengan melakukan penyadapan atau dengan ukuran like and dislike terhadap orang-orang yang diduga teroris. Penyadapan tanpa didahului bukti sebelumnya hanya akan menyasar orang-orang yang kemudian berpotensi tidak terbukti melakukan tindak kriminal yang dituduhkan.

Penyadapan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan (izin) ketua pengadilan negeri setempat. Permohonan untuk menyadap ini dapat diajukan penyidik atau atasannya. Namun terdapat pengecualian tanpa perlu penetapan terlebih dahulu dengan syarat kondisi mendesak, yaitu dugaan kuat terhadap seseorang yang mempersiapkan, merencanakan, dan/atau melaksanakan tindak pidana terorisme. Tapi, 3 hari sesudahnya penyidik tetap diharuskan meminta penetapan ketua PN setempat. UU juga mengatur jangka waktu penyadapan. Jadi, penyadapan tidak dalam waktu tidak terbatas (sampai kiamat). Penyadapan dapat dilakukan paling lama 1 tahun dan dapat diperpanjang sekali dalam jangka waktu yang sama.

Hasil penyadapan pun harus dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana terorisme. Tidak bisa hasil sadapan dibuka seenaknya ke publik, digunakan untuk kepentingan di luar proses hukum yang disidik, atau justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Penyadapan oleh penyidik juga dipertanggungjawabkan di internal maupun eksternal. Selain diuji dalam proses peradilan pidana, penyidik wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada atasan penyidik dan dilaporkan kepada Kemenkominfo.

Dalam tindak pidana narkotika yang oleh MK dinyatakan setara kejahatan-kejahatan yang tergolong the most serious crimes, UU Nomor 35 Tahun 2009 juga membuat aturan main penyadapan yang secara umum kurang lebih sama isinya dengan tindak pidana terorisme.

Akhirnya, sampai kapan KPK tidak punya aturan main melakukan penyadapan dalam UU KPK atau UU Penyadapan tersendiri? Kenapa harus menunggu terjadi penyalahgunaan? Kenapa takut kalau penyadapan akuntabel dan adanya pengawasan? Percaya saja atas penggunaan kekuasaan tanpa aturan main apa cukup ya?


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Rabu, 16 Oktober 2019

[Media_Nusantara] Penyadapan KPK dalam Putusan MK

 

Penyadapan KPK dalam Putusan MK

Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) menetapkan beberapa aturan main penyadapan KPK. 

Setidaknya revisi UU KPK mengatur poin-poin penting, yaitu: pertama, pejabat yang diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan adalah penyelidik dan penyidik KPK.

Kedua, otoritas yang diberikan kewenangan memberikan izin penyadapan, yaitu: Dewan Pengawas. Dewan Pengawas ini adalah organ KPK yang berjumlah 5 orang terdiri atas ketua dan anggota. Ketua dan anggota Dewan Pengawas diangkat dan ditetapkan oleh Presiden di mana untuk merekrutnya Presiden membentuk panitia seleksi yang meliputi unsur pemerintah pusat dan unsure masyarakat.

Ketiga,tujuan penyadapan diharuskan dalam rangka tugas penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi yang menjadi ranah KPK. Penyadapan KPK tentunya untuk tujuan dan kepentingan penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1 milyar.

Keempat, pemberian izin diatur tegas harus diberikan paling lama 1 X 24 jam sejak permintaan diajukan. Selain itu, jangka waktu pelaksanaan penyadapan dibatasi paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu yang sama.

Kelima, pejabat yang diberikan kewenangan menyadap diharuskan melapor penyadapan yang dilakukan kepada pimpinan KPK secara berkala dan setelah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada pimpinan KPK dan Dewan Pengawas paling lama 14 hari sejak penyadapan selesai dilaksanakan.

Keenam, hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam pemberatasankorupsi.

Ketujuh, sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU KPK diubah.

Apakah aturan main penyadapan dalam revisi UU KPK sudah tepat? Menurut saya, pertanyaan tersebut dapat ditinjau dari dua sisi. Pertama, apakah aturan main penyadapan KPK harus diatur dalam UU ataukah cukup diatur dalam PP, Peraturan Menteri atau hanya SOP yang bersifat rahasia? Kedua, apakah materi muatan aturan main penyadapan KPK secara prinsip sudah tepat atau konstitusional?

Pertanyaan pertama diatas tidak dijawab agak detail argumentasinya karena isu ini menurut saya sudah pernah diperdebatkan, bahkan Mahkamah Konstitusi sudah pernah memutus antara lain dalam perkara yang diajukan oleh Anggara, almarhum Supriyadi Widodo Eddyono, dan Wahyudi, yang meminta agar MK mencabut Pasal 31 ayat (4) UU 11/2008 tentang ITE yang menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah". 

Argumen para advokat dan aktivis HAM ini bahwa tata cara penyadapan tidak seharusnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) melainkan harus diatur melalui UU. Pembatasan HAM hanya dapat dilakukan menggunakan formula UU. Ketidak jelasan pengaturan akan berpotensi pada penyalahgunaan yang berdampak pada pelanggaran HAM para Pemohon maupun masyarakat pada umumnya. 

Terhadap permohonan tersebut dengan suara bulat MK yang dipimpin Moh. Mahfud MD membenarkan argumen para Pemohon. MK membatalkan Pasal 31 ayat (4) UU ITE. 

Saya copikan pertimbangan Putusan MK Nomor 5/PUU-VIII/2010 tanggal 24 Februari 2011 yaitu;

"Mahkamah berpendapat bahwasanya penyadapan memang merupakan bentuk pelanggaran terhadap rights of privacy yang bertentangan dengan UUD 1945. Rights of privacy merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dapat dibatasi (derogable rights), namun pembatasan atas rights of privacy ini hanya dapat dilakukan dengan Undang-Undang, sebagaimana ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945;

Bahwa Mahkamah memang menemukan sejumlah Undang-Undang yang telah memberikan kewenangan dan mengatur tentang penyadapan, namun pengaturan tersebut masih belum memberikan tata cara yang lebih jelas mengenai penyadapan. Misalnya tentang prosedur pemberian izin, batas kewenangan penyadapan, dan yang berhak untuk melakukan penyadapan. Hal ini masih belum diatur secara jelas dalam beberapa Undang-Undang; 

Bahwa keberlakuan penyadapan sebagai salah satu kewenangan penyelidikan dan penyidikan telah membantu banyak proses hukum yang memudahkan para aparat penegak hukum untuk mengungkap tindak pidana. Namun demikian, kewenangan aparat penegak hukum tersebut tetap harus dibatasi juga agar penyalahgunaan kewenangan tidak terjadi; 

Bahwa meskipun para Pemohon menyatakan penyimpangan penyadapan terkadang tidak pernah terjadi, namun untuk memastikan keterbukaan dan legalitas dari penyadapan itu sendiri, Mahkamah berpendapat bahwa tata cara penyadapan tetap harus diatur Undang-Undang."

Adapun terhadap pertanyaan kedua, saya hanya menyampaikan isi pertimbangan putusan-putusan MK sejak era MK generasi pertama yang dipimpin Jimly Asshiddiqie terhadap pengujian norma penyadapan KPK yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a UU KPK sebagai berikut ini.

Dalam putusan yang dimohonkan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) pertama kalinya MK menegaskan bahwa kewenangan penyadapan KPK adalah konstitusional. Penyadapan oleh KPK sebagai pembatasan HAM yang diperlukan sebagai tindakan luar biasa untuk mengatasi korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa. 

Namun pengadilan hukum tata negara ini memberikan catatan  penting: 

"untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan kewenangan untuk penyadapan dan perekaman Mahkamah Konstitusi berpendapat perlu ditetapkan perangkat peraturan yang mengatur syarat dan tata cara penyadapan dan perekaman dimaksud" (Putusan Nomor 006/PUU-I/2003 tanggal 30 Maret 2004)

Pada saat Pasal 12 ayat (1) huruf a UU KPK kembali diuji oleh Mulyana W. Kusumah dkk MK menolak untuk membatalkan pasal ini. Kembali MK memberi catatan untuk mengingatkan dan merumuskan bagaimana aturan main penyadapan KPK yang seharusnya diatur dalam UU guna menghindari penyalahgunaan wewenang sebagai beriku:

 "Undang-undang dimaksud itulah yang selanjutnya harus merumuskan, antara lain, siapa yang berwenang mengeluarkan perintah penyadapan dan perekaman pembicaraan dan apakah perintah penyadapan dan perekaman pembicaraan itu baru dapat dikeluarkan setelah diperoleh bukti permulaan yang cukup, yang berarti bahwa penyadapan dan perekaman pembicaraan itu untuk menyempurnakan alat bukti, ataukah justru penyadapan dan perekaman pembicaraan itu sudah dapat dilakukan untuk mencari bukti permulaan yang cukup." (Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember 2006)

Selain itu MK menegaskan juga aturan main penyadapan di beberapa Negara saat pengujian UU ITE sebagai berikut: 
"Mahkamah sependapat dengan keterangan ad informandum Ifdhal Kasim dan Mohammad Fajrul Falaakh. Adapun pokok-pokok keterangan Ifdhal Kasim menyatakan mekanisme penyadapan di berbagai negara di dunia dilakukan dengan syarat (i) adanya otoritas resmi yang ditunjuk dalam Undang-Undang untuk memberikan izin penyadapan, (ii) adanya jaminan jangka waktu yang pasti dalam melakukan penyadapan, (iii) pembatasan penanganan materi hasil penyadapan, (iv) pembatasan mengenai orang yang dapat mengakses penyadapan. Adapun pokok-pokok keterangan Mohammad Fajrul Falaakh menyatakan Undang-Undang mengenai penyadapan seharusnya mengatur dengan jelas tentang: (i) wewenang untuk melakukan, memerintahkan maupun meminta penyadapan, (ii) tujuan penyadapan secara spesifik, (iii) kategori subjek hukum yang diberi wewenang untuk melakukan penyadapan, (iv) adanya izin dari atasan atau izin hakim sebelum melakukan penyadapan, (v) tata cara penyadapan, (vii) pengawasan terhadap penyadapan, (viii) penggunaan hasil penyadapan." (Putusan Nomor 5/PUU-VIII/2010 tanggal 24 Februari 2011)

Akhirnya, secara prinsip revisi UU KPK mengenai penyadapan sudah on the right track. Tinggal kita mengkritisi bersama satu persatu pasal yang mengatur penyadapan dalam revisi UU KPK, apakah sudah tepat ataukah kurang sempurna? 

Saya rasa MK adalah forum yang tepat untuk menguji satu persatu pasal revisi UU KPK.

Tulisan ini sekaligus sebagai jawaban saya atas diskusi sebelumnya yang belum tuntas.

Salam hormat,
Miftakhul Huda


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Senin, 14 Oktober 2019

[Media_Nusantara] Surat Terbuka Untuk : Rektor Universitas dan Mahasiswa Seluruh Indonesia

 

Surat Terbuka Untuk:
1. Yth. Seluruh Rektor Universitas/Pimpinan Perguruan Tinggi Se Indonesia.
2. Yth. Segenap Mahasiswa Universitas /Perguruan Tinggi Se Indonesia.
 
Dengan hormat,

Sebagai purnawirawan TNI yang ditahun 1998 mengetahui secara langsung bagaimana mahasiswa melakukan demo, kepada tersebut alamat perkenankan saya menyampaikan pendapat sebagai berikut:

1. Sungguh keliru secara fatal kalau ada tokoh dan apalagi pejabat pemerintah yang men "stigma" bahwa Demo Mahasiswa belakangan ini tidak lagi murni sebagai GERAKAN MORAL dan atau telah DITUNGGANGI pihak lain. Memang betul ada pihak lain yang nimbrung ikut demo bersama Mahasiswa, tapi tidak berarti bahwa Demo Mahasiswa yang tergelar serentak disejumlah kota dengan tuntutan tunggal yaitu Penerbitan PERPPU Pembatalan UU KPK telah ditunggangi kepentingan pihak lain.

2. Bahwa terdapat perbedaan mendasar atas latar belakang dan tujuan dari Demo Mahasiswa ditahun 1998 dahulu dengan Demo Mahasiswa belakangan ini, oleh karenanya dengan hormat kepada tersebut alamat disarankan untuk menguji  dengan mendasarkan pada fakta lapangan yang berkembang saat ini, tepat tidaknya kalau Demo Mahasiswa dilanjutkan khususnya menjelang Pelantikan Presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober 2019 mendatang,  agar Demo Mahasiswa sebagai GERAKAN MORAL  tidak masuk dalam kepentingan dan apalagi jebakan pihak-pihak tertentu yang hendak menghacurkan demokrasi.

3. Bahwa fakta yang berkembang saat ini, dapat dijelaskan dan dianalisa sebagai berikut:

a. Bahwa berbeda dengan perubahan dari Orde Lama ke Orde Baru, dalam reformasi 1998 bangsa ini tidak melakukan "potong generasi" atau pembersihan dari Pelaku dan Isme Orde Baru. Yang terjadi isme Orba terus berlanjut, dan orang-orang lama tak terkecuali yang bermasalah dalam KKN dan kejahatan kemanusiaan lainnya, justru belakangan malah kembali dipanggung politik nasional. Kondisi tersebut telah membuat selama 21 tahun di era reformasi, bangsa ini terus terlibat "TURBULENSI" Elit, bak membakar OBAT NYAMUK Jadul.

b. Bahwa, praktek oligharkhi kekuasan oleh pemegang capital melalui kaum politisi  begitu kasat mata dipertontontan didepan publik. Akhirnya sendi-sendi demokrasi menjadi lumpuh dan penampilan demokrasi kita jauh dari harapan rakyat. Bagaimana mungkin dalam negara demokrasi, dimana Presiden dan DPR dipilih melalui Pemilu sepanjang 5 tahun, tiada hari tanpa DEMO, lantas untuk apa ada DPR yang anggotanya dipilih lewat Pemilu.

c. Bahwa sebagai bangsa sungguh beruntung, karena Presiden Jokowi kemudian berani tampil memberi contoh dalam menghadapi praktek MAFIA seperti dalam pembubaran Petral dan Mega Korupsi lainnya. Namun demikian, bagi pejabat dilapangan terlebih dijajaran penegak hukum dipastikan mustahil berani mengusik bisnis illegal kaum Mafioso yang ada disekitar dirinya, karena tidak ada jaminan bagi mereka untuk tidak di "NON JOB" kan atau dipindah ke tempat yang "kering" dan jauh dari keluarga, apalagi mereka tahu bahwa atasan mereka begitu dekat dengan sang MAFIOSO.

d. Disanalah maka kondisi "Dimana-mana Mafia - Mafia Dimana-mana" dalam prakteknya juga masih utuh dan dalam banyak hal malah tambah menjadi-jadi.  Dan karenanya maka, ketika secara mendadak DPR RI menggunakan Hak inisiatif dengan mengajukan RUU Perubahan UU KPK yang diproses hanya dalam hitungan belasan hari, tanpa harus digerakkan oleh siapapun, niscaya Mahasiswa akan turun kejalan.

e.. Maka persoalan mendasar yang harus dipahami tersebut alamat bersama segenap civitas akademika lainnya adalah perlunya mengetahui apa tujuan dan kepentingan sesaat dibalik pengajuan Hak Inisiatif RUU Perubahan UU KPK, tersebut. Karena dalam prakteknya, kondisi yang tergelar telah menggiring Presiden Jokowi pada posisi terjepit, mengabulkan tuntutan mahasiswa berarti akan berhadapan dengan Partai-Partai Pengusung dan Pendukung di DPR, sebaliknya bila menolaknya akan berhadapan dengan Mahasiswa.

f. Bahwa bagi yang paham "power game" dalam pengelolaan kekuasaan negara, sesungguhnya kondisi yang tercipta saat ini adalah jebakan dari pihak-pihak tertentu melalui Pimpinan Partai yang telah menyetujui pengajuan RUU Perubahan UU KPK sebagai HAK INISIATIF DPR RI. Betulkah hanya sekedar untuk memproteksi diri, mengingat begitu besarnya kaum politisi yang terjaring OTT KPK, ataukah kepentingan lain untuk membuat agar Presiden Jokowi meneruskan cara lamanya, ataukah lebih dari itu yaitu kepentingan Pemilu 2024 mendatang. Dan masih banyak lagi fakta pendukung lainnya yang mengindikasikan bahwa Presiden Jokowi secara politis menjelang pelantikan Presiden tanggal 20 Oktober mendatang telah dilemahkan, apalagi sebelumnya didahulu dengan kasus Rasis Papua yang berdampak jatuhnya korban dalam jumlah yang tidak sedikit dan terakhir dengan "sign" kekerasan, yaitu penusukan Pak Wiranto.

4. Bahwa untuk kepentingan soliditas kabinet dan konsolidasi kekuasaan khususnya terkait dengan Partai Pendukung maka harus dipahami oleh semua pihak terlebih tersebut alamat, bahwa sangat mustahil Presiden Jokowi akan mengabulkan tuntutan termaksud, dan karenanya perlu diimbangi dengan menawarkan solusi Strategi Samudera Biru agar Presiden Jokowi tanpa ikut rebutan dan apalagi "berperang" dengan pihak manapun dan upaya pelemahan lainnya menjadi tidak relevan, dan sekaligus untuk menawarkan model pemberantasan Korupsi yang jauh lebih dasyat dari sekedar persoalan UU KPK, apalagi kalau realitanya KPK ternyata telah berubah menjadi alat kelompok tertentu.

5. Berdarkan hal-hal tersebut diatas, dengan hormat kepada tersebut alamat diharapkan bisa memberi tambahan tenaga baru bagi Presiden Jokowi agar dalam penyusunan kabinet mendatang betul-betul "ZAKEN" dan jangan sampai ada satupun tokoh bermasalah, ikut terbawa didalamnya. Untuk itu, kepada Presiden Jokowi perlu disarankan untuk membentuk Tim Seleksi Calon Menteri khusus dalam hal asal usul kekayaan Calon Menteri dengan PEMBUKTIAN TERBALIK, tak peduli tokoh yang dicalonkan oleh Pimpinan Partai Pengusung sekalipun.

Disamping itu, tersebut alamat juga perlu menyarankan agar Presiden Jokowi dalam periode kedua dapatnya membentuk Badan Percepatan Reformasi Nasional yang dipimpinnya sendiri, dengan unsur pembantu gabungan para Ahli dengan tokoh yang matang dalam menghadapi praktek Mafia.
Dan untuk mengganti tuntutan Penerbitan PERPPU Pembatalan UU KPK, tersebut alamat perlu mengajukan permohonan penerbitan PERPPU Pembuktian terbalik, sebagai perkuatan bagi jajaran Polri dan Kejaksaan Agung dalam upaya menghentikan praktek Mafia dan Pemberantasan Korupsi sebagaiman yang dijanjikan Presiden Jokowi dalam kampanye Pemilu, sekaligus pemberian kewenangan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan penyadapan tanpa harus melanggar norma hukum yang ada.

6. Sekian dan terima kasih.

Pengirim:
Saurip Kadi. Mayjen TNI (Purn).


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Kamis, 10 Oktober 2019

[Media_Nusantara] Benarkah Ada Potensi Pemalsuan Kain Seragam Batik KORPRI ?

 

Benarkah Ada Potensi Pemalsuan Kain Seragam Batik KORPRI ?

alt

Kelompok BATIK - Barisan Pemerhati Konsumen mengemukakan adanya indikasi beredarnya kain seragam batik KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang diduga palsu atau tidak sesuai standard di Jawa Timur.

Menurut Rudi, ketua Batik, hal ini bisa dilihat, dimana jika pada hari tertentu dimana harus mengenakan seragam batik KORPRI, pegawai negeri atau ASN (aparatur Sipil Negara) ada yang memakai kain batik dengan kualitas bagus tetapi adapula yang memakai kain batik dengan kualitas yang kurang bagus, meskipun motif batik yang dipakai adalah sama.

"Padahal kain seragam batik KORPRI itu ada hak cipta-nya, dan didalamnya juga terdapat ketentuan bahwa motif batik KORPRI itu oleh pemegang hak cipta kepada yang mau membuatnya, hanya boleh diperbanyak dan atau dibuat pada jenis kain dengan standard kualitas minimal tertentu. Jika kemudian ada beredar seragam batik KORPRI tapi jenis kainnya itu kualitasnya jelek, tentunya itu sudah ada indikasi pemalsuan dan pelanggaran peraturan perundangan", kata Rudi.

Menurut Rudi, pihak KORPRI sebagai pemegang hak cipta DPN KORPRI No. 053799 dan design industri No. 10.0.030.922.0 sebaiknya melakukan penelusuran, karena hak cipta dan design industri ini merupakan salah satu kekayaan bangsa yang perlu dijaga. Jangan sampai karena adanya pemalsuan lalu muncul image atau anggapan bahwa produk atau kekayaan bangsa yang beredar dimasyarakat itu barangnya tidak bagus dan tidak berkualitas.

"Karena setiap pabrik kain yang membuat kain seragam batik KORPRI tentunya selalu memberitahukan kepada pemegang hak cipta, berapa banyak kain yang diproduksi dengan motif batik seragam KORPRI. Dan tentunya pihak KORPRI memeriksanya" tutur Rudi.

"Jika misalnya untuk kebutuhan suatu daerah, sebuah pabrik kain atas sepengetahuan KORPRI memproduksi untuk 2000 potong seragam batik KORPRI, tetapi ternyata yang beredar di daerah itu ada 10 ribu potong, apalagi kualitas kainnya dibawah standard ketentuan, bisa jadi ada pedagang nakal yang membeli pada pabrik kain itu hanya sebanyak 2000 potong, lalu membuat secara illegal 8000 potong lagi diatas kain yang kualitasnya dibawah standard" tambahnya.

Selain bisa mencemarkan design batik KORPRI sebagai salah satu kekayaan bangsa, sebenarnya yang paling besar potensinya untuk dirugikan adalah pihak konsumen yang membeli dan memakai seragam batik KORPRI. Sebab mereka harus membayar harga yang sama untuk kain batik yang berkualitas bagus sesuai ketentuan maupun untuk batik seragam KORPRI yang kualitas kainnya dibawah standard.

"Jika demikian, kan kasihan para pegawai di kota/kabupaten maupun propinsi sebagai konsumen, karena banyak diantara mereka membeli dari uang mereka sendiri melalui koperasi, meskipun banyak juga di pemerintah daerah baik kota/kabupaten maupun propinsi yang membantu kebutuhan seragam batik KORPRI melalui pembelian dengan memakai dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)", ungkap Rudi.

Kelompok Batik berharap baik KORPRI maupun aparat hukum bisa menelusuri serta menyelesaikan msalah ini, agar konsumen tidak dirugikan dan agar kekayaan bangsa bisa berharga minimal di tanah air sendiri




__._,_.___

Posted by: Hery Dono <herydono@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Rabu, 02 Oktober 2019

[Media_Nusantara] Re: [nasional-list] Menhan: Tak suka Pancasila, Keluar Cari Rumah Sendiri!

 

SUNNY WROTE :Bagaimana hasil penerapan Pancasila selama ini?  

JAWAB :  ...Selama ini selalu dikacau Anda  dng Menyuguhkan Berita2 dan Komentar2 Anda  yang provokatif dan Sinis tanpa Argument,  dan yang cenderung  memancing Kekeruhan yang tak jarang Anda perkuat dng Berita2 HOAX tanpa Dasar .
======================================================================================================
KONKLUSI KITA : 


👍👍👍
 REPUBLIK INDONESIA di dunIa ini hanya SATU  (ACC )dalam bentuk NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA  - ( JANGAN COBA2 MEMPROVOKASI dan TERUS MENERUS menciptakan INTRIK  atau suatu saat Anda akan menanggung akibat dari Perbuatan Anda sendiri. )

On Wed, 2 Oct 2019 at 10:10, Sunny ambon ilmesengero@gmail.com [nasional-list] <nasional-list@yahoogroups.com> wrote:
 



 

https://www.gatra.com/detail/news/448432/politik/menhan-tak-suka-pancasila-keluar-cari-rumah-sendiri 

 Menhan: Tak suka Pancasila, Keluar Cari Rumah Sendiri!

Gatra.com | 02 Oct 2019 13:25

Jakarta, Gatra.com - Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI), Riyamizard Ryacudu, menyampaikan, semakin banyak ancaman untuk memecah belah keutuhan negara dan bangsa di era 4.0. Selain ancaman nyata seperti perang pemikiran, bangsa Indonesia juga perlu mewaspadai ancaman tidak nyata. 

"Yaitu ancaman perang mindset atau yang populer disebut dengan perang modern atau 'Proxy War' akan semakin masif, terstruktur, dan sistematis yang berupaya untuk merubah ideologi negara Pancasila dan (berusaha) memecah belah NKRI," tutur Menhan dalam sambutan dalam Acara Forum Rekat di Hotel Grand Sahid Jakarta, Rabu (2/10).

Ancaman perang mindset ini, terang Menhan, berbentuk kekuatan tak terlihat yang berupaya untuk merusak landasan moral dan jati diri bangsa Indonesia. Ancaman tersebut pun berusaha melakukan infiltrasi ke berbagai dimensi kehidupan mulai dari dimensi pendidikan, ekonomi, politik, sosial, budaya, hingga militer yang melalui media informasi..

Ancaman tersebut, lanjut Menhan, dilakukan bertujuan untuk membelokkan pemahaman terhadap ideologi negara menjadi ideologi asing seperti faham materialisme, liberalisme hingga radikalisme seperti faham khilafah. Menhan menegaskan, berbagai ideologi tersebut tak akan pernah bisa menggantikan ideologi Pancasila khas Indonesia.

"Idelogi-Ideologi asing tersebut cocok ditempat asal mereka seperti Liberalisme di Amerika dan Eropa, Komunisme di Cina dan Rusia, Sosialisme di Beberapa Negara Eropa dan Radikalisme Agama di Timur Tengah. Biarkan Ideologi-Ideologi tersebut berkembang di Negaranya, tetapi tidak di Indonesia. Tidak boleh!" tegasnya.

"Di sini negara Pancasila, rumah kita Pancasila. Kalau tak suka Pancasila silakan keluar, cari rumah sendiri!" ujar Menhan.


Reporter: Novrizaldi
Editor: Iwan Sutiawan

__._,_.___

Posted by: Marco 45665 <comoprima45@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___