Rabu, 02 Oktober 2013

[Media_Nusantara] Release Media HuMa: KTT Hukum Rakyat Menata Masa Depan Indonesia [1 Attachment]

 
[Attachment(s) from Luluk Uliyah included below]

Release Media HuMa (Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis)

 

 

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Hukum Rakyat,

Menata Masa Depan Indonesia

 

[Jakarta, 3 Oktober 2013] Pada 8 – 10 Oktober nanti, HuMa (Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis) akan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Hukum Rakyat dengan tema Hukum Rakyat, Menata Masa Depan Indonesia. KTT ini akan dihadiri oleh ratusan Pendamping Hukum Rakyat (PHR) berbagai penjuru negeri, mulai dari Aceh hingga Papua.

 

“Ditengah kemerosotan wibawa hukum dan peradilan negara, KTT Hukum Rakyat ini didorong untuk menjadi basis gerakan pembaharuan hukum yang mengusung paradigma alternatif yang menempatkan rakyat sebagai aktor ter-utama dan terpenting”, ungkap Asep Yunan Firdaus, Ketua Panitia KTT Hukum Rakyat.

 

Malam tadi (2 Oktober 2013), pemberitaan peristiwa penangkapan Ketua MK oleh KPK menujukkan titik nadir dari sistem peradilan negara, dimana jantung dari penjaga konstitusi RI (Mahkamah Konstitusi) tidak luput dari perilaku korup. Peristiwa tersebut seperti palu godam yang meluluhlantakkan harapan para pencari keadilan.

 

Namun demikian sepanjang umurnya memang MK digunakan sebagai forum pencarian keadilan bagi kelompok elit, terutama parpai politik/politikus. Hasil penelitian HuMa hingga akhir tahun 2012, 48,5 % pencari keadilan di MK adalah Politikus, 42,8 % adalah orang-orang yang melek hukum, dan hanya 6,5 % nya adalah rakyat.

 

“Inilah bukti sedang terjadinya stagnasi hukum di negeri ini, dimana penegakan hukum sarat korupsi dan melahirkan mafia hukum; lembaga peradilan tidak mewujud menjadi agen dan ujung tombak pembaharuan hukum; dan politik dan arah pembaruan hukum yang elitis.” Demikian ditegaskan oleh Chalid Muhammad, Ketua Badan Pengurus HuMa.

 

HuMa memiliki keyakinan bahwa bila hukum rakyat ditempatkan dengan tegas sebagai bagian integratif dari sistem hukum nasional, maka tatanan hukum Indonesia tidak akan stagnan seperti yang disebutkan di atas. HuMa saat ini sudah melatih lebih dari 1.000 orang di seluruh Indonesia untuk didorong agar menjadi aktor pembaruan hukum bersama rakyat. PHR telah diberikan modal kemampuan memfasilitasi hukum rakyat dan advokasi kasus-kasus yang bekerja bersama masyarakat adat/lokal. 

 

Apalagi konflik-konflik sumber daya alam dan agraria terus menggila. Dalam penelitian HuMa, di tahun 2012 telah terjadi 232 konflik sumber daya alam dan agraria, yang terjadi di 98 kota/kabupaten di 22 provinsi. Luasan area konflik ini mencapai 2.043.287 hektar. Tak kurang dari 91.968 orang dari 315 komunitas menjadi korban dalam konflik sumberdaya alam dan agraria ini.

 

Sektor perkebunan menjadi sektor yang paling banyak terjadi konflik, disusul kehutanan dan pertambangan. Konflik perkebunan terjadi di 119 kasus dengan luasan 415 ribu hektar, sementara konflik kehutanan terjadi 72 kasus dengan hampir 1.3 juta hektar di 17 provinsi, dan konflik pertambangan 17 kasus dengan 30 ribu hektar.

 

“Banyak sekali keberhasilan-keberhasilan yang telah dilakukan oleh para PHR. Mereka telah bekerja untuk mendorong implementasi berbagai Kebijakan pemerintah untuk memperkuat hak tenurial, ketahanan ekonomi, dan partisipasi masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam. Contohnya saja di Sumatera Barat, mereka telah berhasil mendorong perda tentang pemulihan hak ulayat di Kabupaten Pasaman Barat dan Propinsi Sumatera Barat. Di Jawab Barat, para PHR telah mendorong Peraturan Daerah Baduy serta surat keputusan untuk melakukan pengelolaan wilayah menjadi buah dari kerja keras PHR,” terang Andiko, Direktur Eksekutif HuMa.

 

“Harapan besar muncul dari pelaksanaan KTT ini yaitu bagaimana agar upaya pembaharuan hukum tidak hanya menjadi agenda elit yang jauh dari jangkauan rakyat banyak, selain untuk mengkonsolidasikan para PHR dari seluruh Indonesia agar mampu memperkuat dan mempercepat gerakan pembaharuan hukum di Indonesia.” Papar lebih lanjut dari Chalid Muhammad. [ ]

 

Contact Person : Luluk  Uliyah HP. 0815-9480-246, Agung Wibowo HP. 0856-9377-8359

 

Catatan untuk Editor :

HuMa adalah organisasi nonpemerintah yang bergerak pada isu pembaharuan hukum bidang sumberdaya alam (SDA). Konsep pembaharuan hukum SDA yang digagas oleh HuMa menekankan pentingnya pengakuan hak-hak masyarakat adat dan lokal, keragaman sistem hukum dalam penguasaan dan pengelolaan SDA. Gagasan dan praktek pembaharuan hukum yang dikembangkan bertujuan mendorong pembaruan sistem dan praktik hukum yang adil bagi masyarakat marginal dan lingkungan, serta menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan keragaman sosial budaya. Informasi detail tentang HuMa dapat dibuka di www.huma.or.id

 

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh PHR di berbagai daerah antara lain :

·      Sumatera Barat: berhasil dibuat pembuatan peraturan Nagari Guguk Malalo terkait hukum pengelolaan Sumber Daya Alam, mendorong perda tentang pemulihan hak ulayat di Kabupaten Pasaman Barat dan Propinsi Sumatera Barat. Di tingkat peradilan, PHR bersama masyarakat Sungai Kamunyang berhasil memenangkan gugatan hingga dapat mempertahankan tanah ulayat mereka dari perusahaan peternakan.

·      Jawa Barat: Peraturan Daerah Baduy serta surat keputusan untuk melakukan pengelolaan wilayah menjadi buah dari kerja keras PHR.

·      Jawa Tengah:  di Pati, kegiatan usaha PT Semen Gresik berhasil digagalkan setelah gugatan yang dilayangkan ke PTUN terkait pencabutan izin penambangan dan pembangunan dikabulkan oleh hakim.

·      Kalimantan Barat: melakukan advokasi  yang berujung pada terbitnya Surat Keputusan No. 540/200/ekbang tertanggal 14 Maret 2011 oleh Bupati Melawi yang memerintahkan  Penundaan Aktivitas Eksplorasi Pertambangan serta Perkebunan

·       Sulawesi Selatan: PHR bersama masyarakat membuat Peraturan Daerah tentang Daslamasi, Kabupaten Luwuk Timur;  Advokasi yang melahirkan Surat  keputusan Bupati No. 300/2004 tentang Pengakuan Keberadaan Masyarakat adat Seko. PHR membentuk “Forum Masyarakat Dataran Tinggi ” Palopo (Format Palopo) untuk memfasilitasi pembuatan peta partisipatif dalam rangka memperkuat hak-hak masyarakat.

·      Sulawesi Tengah: PHR bersama masyarakat membuat peraturan desa dan peraturan daerah mengenai Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) terkait dengan Perubahan Iklim; membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Hutan SulTeng, yang salah satu aktivitasnya adalah melakukan pemantauan berbasis Hak untuk proyek-proyek perubahan iklim tersebut.

·      Nusa Tenggara Timur: PHR melakukan pendidikan hukum untuk advokasi tambang yang kemudian melahirkan Jatam NTT.

 

Sementara itu, PHR juga terlibat dalam upaya advokasi di tingkat nasional dan internasional, sperti :

  • PHR secara aktif melakukan advokasi pada proyek-proyek multilateral terkait REDD+, diantaranya Forest Investment Program, UN-REDD, Forest Carbon Partnership Facility untuk memperkuat hak tenurial masyarakat atas hutan.
  • PHR melakukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk perubahan kebijakan di tingkat nasional seperti UU Kehutanan, UU Minerba, UU Perkebunan, serta UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. 

 

 

oooOOOooo

 

__._,_.___

Attachment(s) from Luluk Uliyah

1 of 1 Photo(s)

Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar