Negarawan Lahir dari DPT yang Jujur
by Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR RI
DAFTAR pemilih Tetap (DPT) yang jujur adalah modal dasar membangun masa depan Indonesia. Sebab, dalam DPT jujur itulah terkandung aspirasi rakyat yang wajib diaktualisasikan pemimpin terpilih dalam menyusun program pembangunan. Maka, jangan pernah lagi menoleransi DPT bermasalah. Yakinlah, bangsa ini akan terus berselimut masalah jika pemimpinnya muncul dari DPT yang manipulatif.
Ketidakjujuran atas DPT jangan lagi diulang, agar bangsa ini tidak lagi melakukan kesalahan dalam memilih pemimpin dan para wakil rakyat. DPT yang manipulatif hanya akan menghadirkan sosok-sosok Sengkuni. Maka, persiapan menuju Pemilu 2014 harus dijadikan momentum untuk memberangus semua potensi kecurangan, termasuk niat kelompok-kelompok tertentu memanipulasi DPT.
Dua langkah penting nan strategis telah diambil. Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda penetapan DPT bagi Pemilu tahun 2014 selama dua pekan. Penundaan itu sejalan dengan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meminta KPU mencermati lagi data DPT di tiap kabupaten kota, provinsi, hingga nasional, karena dinilai tidak sesuai.
Kedua, DPR praktis menolak kerja sama antara KPU dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Ketika memimpin rapat gabungan antara Komisi I DPR dan Komisi II DPR baru-baru ini, Wakil Ketua DPR Bidang Hukum Priyo, Budi Santoso, minta KPU meninjau kerja samanya dengan Lemsaneg. "Kami sarankan KPU meninjau kembali kerja sama dengan Lemsaneg, dan mempersilahkan KPU menjalin kerja sama dengan konsorsium apapun namanya dengan ahli-ahli teknologi informasi (IT), termasuk ahli-ahli di Lemsaneg," kata Priyo.
Gagasan memberi peran kepada Lemsaneg dalam penyelenggaraan Pemilu di era modern ini memang terkesan aneh, bahkan mencurigakan. Lemsaneg bekerja tertutup untuk kepentingan negara, sementara pengelolaan penyelenggaraan Pemilu wajib transparan. Apa pun argumentasi dan alasannya, memberi peran kepada Lemsaneg adalah inisiatif yang terlalu dipaksakan.
Wajar jika publik curiga ada motif tak terpuji dibalik inisiasi kerja sama KPU-Lemsaneg, mengingat lembaga sandi bekerja untuk kepentingan pemerintah, utamanya dalam konteks kepentingan pertahanan negara. Karena itu, rencana pekerjaan yang akan dibebankan oleh KPU ke Lemsaneg hendaknya diserahkan ke elemen masyarakat lain yang kapabel, seperti komunitas ahli teknologi Informasi.
Dari dua langkah penting ini, semua pihak tentu sangat berharap KPU bisa menjalankan fungsinya dengan independen. Hasil kerja dan independensi KPU sangat penting dan strategis karena akan menentukan nasib dan dinamika bangsa, minimal dalam rentang waktu lima tahun ke depan.
Karenanya, KPU harus bersungguh-sungguh dalam mengelola dan memfinalkan jumlah DPT. Perbedaan antara Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) versi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan DPT versi KPU harus segera disinkronisasikan. Hasil kelola data jumlah WNI di luar negeri yang berhak memilih pun harus segera dipublikasikan. Sinyalemen Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) tentang 4,5 juta WNI di luar negeri yang terancam tidak dapat memilih harus diklarifikasi KPU.
DP4 yang diterima KPU dari Kemendagri mencatumkan jumlah 190 juta, dan 145 juta di antaranya direkam dari data e-KTP. Dari proses pemutakhiran data oleh KPU, hanya 136 juta yang ditemukan berbasis e-KTP. Setelah dilakukan pemutakhiran data lanjutan, KPU mengumumkan, jumlah penduduk dalam DPT dan sudah diunggah ke dalam Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) baru 186 juta pemilih, minus data pemilih dari Kabupaten Nduga, Papua. Selisih data ini bisa membuat persiapan dan pelaksanaan Pemilu 2014 sarat masalah.
Memilih Negarawan
KPU harus berambisi menjadikan Pemilu 2014 jauh lebih baik dari Pemilu 2004 dan 2009. Tak perlu ditutup-tutupi bahwa banyak elemen masyarakat yang kecewa dengan dua Pemuli terdahulu karena publik meragukan indepedensi KPU. Dalam beberapa kesempatan, publik masih sering mempergunjingkan kecurangan yang diduga terjadi pada dua Pemilu terdahulu. Bahkan, ada beberapa kasus hukum yang sering dikaitkan dengan kecurangan Pemilu sebelumnya, seperti kasus yang menimpa mantan Ketua KPK Antasari Azhar dan skandal dana talangan eks Bank Century.
Kecurangan Pemilu dalam skala kecil mungkin sulit dicegah mengingat faktor geografis. Namun, kecurangan dalam skala masif mestinya bisa dicegah KPU. Selain karena kepedulian dan peran kelompok-kelompok relawan yang ikut bantu mengawasi jalannya pemungutan dan perhitungan suara, teknologi informasi yang tersedia dewasa ini mampu mengefektifkan fungsi dan kerja KPU. Tantangannya hanya pada kesediaan KPU mengambil posisi independen.
Sebab, dari DPT yang jujur dan KPU yang independen akan membuka peluang bagi rakyat untuk memilih para negarawan yang akan menduduki kursi kepemimpinan nasional dan kursi wakil rakyat. Sebaliknya, DPT yang manipulatif dan KPU yang tidak independen dalam penyelenggaraan Pemilu hanya akan menghadirkan gerombolan Sengkuni, yang sudah barang tentu tidak berorientasi pada kepentingan negara dan rakyat, kecuali kelompoknya sendiri.
Tantangan bagi masa depan bangsa semakin berat, karena itu Indonesia hari esok harus dikelola, dikemudikan dan dipimpin oleh para negarawan sejati yang sungguh-sungguh mencintai negara dan rakyatnya. Tak cukup hanya mencintai, tetapi pemimpin dan wakil rakyat juga tahu apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pada 2015 mendatang, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC= ASEAN Economic Community). Dalam konteks perekonomian regional, Indonesia harus membuka seluruh wilayahnya sebagai pasar bagi semua anggota ASEAN. Sebuah konsekuensi yang tidak murah jika pemimpin Indonesia tahun-tahun mendatang tidak punya militansi membangun kemandirian. Kalau tidak cerdas dan taktis menyikapi integrasian ekonomi ASEAN itu, lebih dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia hanya akan menjadi konsumen.
Artinya, sangat Jelas bahwa Pemilu 2014 amatlah penting dan strategis bagi masa depan bangsa. Mau tak mau, Indonesia harus berambisi mewujudkan hari esok yang lebih baik, menjadi bangsa yang kompetitif. Untuk mewujudkan hari esok yang lebih baik itu, sudah barang tentu Indonesia butuh pemimpin dan wakil rakyat yang visioner, tahu akan tantangan zaman, serta mengerti apa saja yang diperlukan dan harus dilakukan untuk membangun manusia Indonesia yang bermukim di seluruh pelosok tanah air, dari sabang sampai Merauke.
Indonesia butuh Pemimpin yang tahu bagaimana mengakhri ketimpangan Indonesia Timur dan Indonesia barat. Pemimpin yang berani membangun pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa, dan mampu mewujudkab pertumbuhan ekonomi yang bermutu dan bertransmisi pada kesejahteraaan rakyat.
Maka, jangan bersikap masa bodoh terhadap kejujuran DPT. Kalau DPT untuk pemilu 2014 tidak jujur, Indonesia akan mengulang kesalahan yang sama, yakni memunculkan pemimpin yang sejatinya bukan pilihan rakyat, melainkan pemimpin yang berhasil meraih suara terbanyak karena bisa membeli suara hantu.
DPT bagi pemilu tahun 2014 sudah menuai protes, curiga dan keluhan dari berbagai elemen masyarakat karena akurasinya diragukan. Protes, curiga dan keluhan itu adalah refleksi dari sikap dan kehendak rakyat Indonesia untuk penyelenggaraan pemilu yang lebih berkualitas dan bersih, serta menghargai suara rakyat.
by Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR RI
DAFTAR pemilih Tetap (DPT) yang jujur adalah modal dasar membangun masa depan Indonesia. Sebab, dalam DPT jujur itulah terkandung aspirasi rakyat yang wajib diaktualisasikan pemimpin terpilih dalam menyusun program pembangunan. Maka, jangan pernah lagi menoleransi DPT bermasalah. Yakinlah, bangsa ini akan terus berselimut masalah jika pemimpinnya muncul dari DPT yang manipulatif.
Ketidakjujuran atas DPT jangan lagi diulang, agar bangsa ini tidak lagi melakukan kesalahan dalam memilih pemimpin dan para wakil rakyat. DPT yang manipulatif hanya akan menghadirkan sosok-sosok Sengkuni. Maka, persiapan menuju Pemilu 2014 harus dijadikan momentum untuk memberangus semua potensi kecurangan, termasuk niat kelompok-kelompok tertentu memanipulasi DPT.
Dua langkah penting nan strategis telah diambil. Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda penetapan DPT bagi Pemilu tahun 2014 selama dua pekan. Penundaan itu sejalan dengan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meminta KPU mencermati lagi data DPT di tiap kabupaten kota, provinsi, hingga nasional, karena dinilai tidak sesuai.
Kedua, DPR praktis menolak kerja sama antara KPU dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Ketika memimpin rapat gabungan antara Komisi I DPR dan Komisi II DPR baru-baru ini, Wakil Ketua DPR Bidang Hukum Priyo, Budi Santoso, minta KPU meninjau kerja samanya dengan Lemsaneg. "Kami sarankan KPU meninjau kembali kerja sama dengan Lemsaneg, dan mempersilahkan KPU menjalin kerja sama dengan konsorsium apapun namanya dengan ahli-ahli teknologi informasi (IT), termasuk ahli-ahli di Lemsaneg," kata Priyo.
Gagasan memberi peran kepada Lemsaneg dalam penyelenggaraan Pemilu di era modern ini memang terkesan aneh, bahkan mencurigakan. Lemsaneg bekerja tertutup untuk kepentingan negara, sementara pengelolaan penyelenggaraan Pemilu wajib transparan. Apa pun argumentasi dan alasannya, memberi peran kepada Lemsaneg adalah inisiatif yang terlalu dipaksakan.
Wajar jika publik curiga ada motif tak terpuji dibalik inisiasi kerja sama KPU-Lemsaneg, mengingat lembaga sandi bekerja untuk kepentingan pemerintah, utamanya dalam konteks kepentingan pertahanan negara. Karena itu, rencana pekerjaan yang akan dibebankan oleh KPU ke Lemsaneg hendaknya diserahkan ke elemen masyarakat lain yang kapabel, seperti komunitas ahli teknologi Informasi.
Dari dua langkah penting ini, semua pihak tentu sangat berharap KPU bisa menjalankan fungsinya dengan independen. Hasil kerja dan independensi KPU sangat penting dan strategis karena akan menentukan nasib dan dinamika bangsa, minimal dalam rentang waktu lima tahun ke depan.
Karenanya, KPU harus bersungguh-sungguh dalam mengelola dan memfinalkan jumlah DPT. Perbedaan antara Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) versi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan DPT versi KPU harus segera disinkronisasikan. Hasil kelola data jumlah WNI di luar negeri yang berhak memilih pun harus segera dipublikasikan. Sinyalemen Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) tentang 4,5 juta WNI di luar negeri yang terancam tidak dapat memilih harus diklarifikasi KPU.
DP4 yang diterima KPU dari Kemendagri mencatumkan jumlah 190 juta, dan 145 juta di antaranya direkam dari data e-KTP. Dari proses pemutakhiran data oleh KPU, hanya 136 juta yang ditemukan berbasis e-KTP. Setelah dilakukan pemutakhiran data lanjutan, KPU mengumumkan, jumlah penduduk dalam DPT dan sudah diunggah ke dalam Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) baru 186 juta pemilih, minus data pemilih dari Kabupaten Nduga, Papua. Selisih data ini bisa membuat persiapan dan pelaksanaan Pemilu 2014 sarat masalah.
Memilih Negarawan
KPU harus berambisi menjadikan Pemilu 2014 jauh lebih baik dari Pemilu 2004 dan 2009. Tak perlu ditutup-tutupi bahwa banyak elemen masyarakat yang kecewa dengan dua Pemuli terdahulu karena publik meragukan indepedensi KPU. Dalam beberapa kesempatan, publik masih sering mempergunjingkan kecurangan yang diduga terjadi pada dua Pemilu terdahulu. Bahkan, ada beberapa kasus hukum yang sering dikaitkan dengan kecurangan Pemilu sebelumnya, seperti kasus yang menimpa mantan Ketua KPK Antasari Azhar dan skandal dana talangan eks Bank Century.
Kecurangan Pemilu dalam skala kecil mungkin sulit dicegah mengingat faktor geografis. Namun, kecurangan dalam skala masif mestinya bisa dicegah KPU. Selain karena kepedulian dan peran kelompok-kelompok relawan yang ikut bantu mengawasi jalannya pemungutan dan perhitungan suara, teknologi informasi yang tersedia dewasa ini mampu mengefektifkan fungsi dan kerja KPU. Tantangannya hanya pada kesediaan KPU mengambil posisi independen.
Sebab, dari DPT yang jujur dan KPU yang independen akan membuka peluang bagi rakyat untuk memilih para negarawan yang akan menduduki kursi kepemimpinan nasional dan kursi wakil rakyat. Sebaliknya, DPT yang manipulatif dan KPU yang tidak independen dalam penyelenggaraan Pemilu hanya akan menghadirkan gerombolan Sengkuni, yang sudah barang tentu tidak berorientasi pada kepentingan negara dan rakyat, kecuali kelompoknya sendiri.
Tantangan bagi masa depan bangsa semakin berat, karena itu Indonesia hari esok harus dikelola, dikemudikan dan dipimpin oleh para negarawan sejati yang sungguh-sungguh mencintai negara dan rakyatnya. Tak cukup hanya mencintai, tetapi pemimpin dan wakil rakyat juga tahu apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pada 2015 mendatang, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC= ASEAN Economic Community). Dalam konteks perekonomian regional, Indonesia harus membuka seluruh wilayahnya sebagai pasar bagi semua anggota ASEAN. Sebuah konsekuensi yang tidak murah jika pemimpin Indonesia tahun-tahun mendatang tidak punya militansi membangun kemandirian. Kalau tidak cerdas dan taktis menyikapi integrasian ekonomi ASEAN itu, lebih dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia hanya akan menjadi konsumen.
Artinya, sangat Jelas bahwa Pemilu 2014 amatlah penting dan strategis bagi masa depan bangsa. Mau tak mau, Indonesia harus berambisi mewujudkan hari esok yang lebih baik, menjadi bangsa yang kompetitif. Untuk mewujudkan hari esok yang lebih baik itu, sudah barang tentu Indonesia butuh pemimpin dan wakil rakyat yang visioner, tahu akan tantangan zaman, serta mengerti apa saja yang diperlukan dan harus dilakukan untuk membangun manusia Indonesia yang bermukim di seluruh pelosok tanah air, dari sabang sampai Merauke.
Indonesia butuh Pemimpin yang tahu bagaimana mengakhri ketimpangan Indonesia Timur dan Indonesia barat. Pemimpin yang berani membangun pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa, dan mampu mewujudkab pertumbuhan ekonomi yang bermutu dan bertransmisi pada kesejahteraaan rakyat.
Maka, jangan bersikap masa bodoh terhadap kejujuran DPT. Kalau DPT untuk pemilu 2014 tidak jujur, Indonesia akan mengulang kesalahan yang sama, yakni memunculkan pemimpin yang sejatinya bukan pilihan rakyat, melainkan pemimpin yang berhasil meraih suara terbanyak karena bisa membeli suara hantu.
DPT bagi pemilu tahun 2014 sudah menuai protes, curiga dan keluhan dari berbagai elemen masyarakat karena akurasinya diragukan. Protes, curiga dan keluhan itu adalah refleksi dari sikap dan kehendak rakyat Indonesia untuk penyelenggaraan pemilu yang lebih berkualitas dan bersih, serta menghargai suara rakyat.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar