BPK : 9 BUMN Gelembungkan Nilai Subsidi
Metrotvnews.com, Jakarta: Sembilan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menggelembungkan (mark up) nilai subsidi. Hal itu disampaikan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa usai penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I (IHPS I) Tahun 2013 dalam Sidang Paripurna di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Selasa (1/10).
"BPK mampu menelisik atas permainan BUMN yang terbiasa memark up subsidi dari kewajiban pelayanan umum," katanya.
Kesembilan BUMN itu, antara lain PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) sebesar 6,77 triliun, PT Pertamina 999,38 miliar, PT Pupuk Sriwidjaja Rp270,95 miliar, PT Pupuk Kaltim 51,67 miliar, PT Pupuk Kujang Rp25,33 miliar, PT Pertrokimia Gresik Rp134,12 miliar, PT Pupuk Iskandar Muda Rp16,37 miliar, Bulog RP707,66 miliar, PT Pelni (Pelayaran Nasional Indonesia) Rp48,05 miliar.
Dana penggelembungan tersebut akan menjadi kas perusahaan. Padahal, subsidi seharusnya disalurkan bagi kepentingan masyarakat dalam ketentuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). "Ini adalah pelanggaran yang dilakukan BUMN," terangnya.
Menurutnya, BUMN memasukkan rencana definitif kelompok kerja (RDKK) dalam sektor pertanian dan pupuk. BUMN juga memanipulasi volume alokasi subsidi. Selain itu, perusahaan plat merah membebani biaya operasional perusahaan dalam subsidi. "Seperti kegiatan transportasi ataupun pembiayaan bagi penyuluh," terang Ali.
Ia mengatakan pengeluaran biaya itu seharusnya menjadi beban operasional perusahaan. "Agar subsidi lebih tepat sasaran, penyaluran kepada pihak yang berkepentingan, seperti subsidi pupuk kepada petani bukan ke BUMN," terangnya.
Adapun, pada semester I 2013, BPK melakukan pemeriksaan atas kewajiban pelayanan umum pada 10 entitas BUMN, antara lain subsidi energi, pupuk, beras dan PSO (public service obligation/PSO).
Sehingga, total kewajiban pelayanan umum yang harus dibayar pemerintah turun dari Rp378,32 triliun menjadi Rp369,92 triliun.
Pemerintah telah membayar subsidi sebesar 331,26 triliun. "Pemerintah memiliki kewajiban membayar bagi pelayanan umum Rp38,03 triliun," kata Hadi Poernomo, Ketua BPK.
Koreksi yang dilakukan BPK, antara lain subsidi energi, pupuk, beras, dan PSO. Perubahan dilaksanakan pada unsur biaya yang tidak dibebankan menurut ketentuan perundang-undangan, besaran volume, dan nilai subsidi.
Hadi mengungkapkan nilai koreksi perhitungan subsidi meningkat sejak 2010 hingga 2012.
Pada 2012, koreksi subsidi sebesar Rp9,03 triliun. Sedangkan, revisi kewajiban pelayanan umum senilai 2,57 triliun di 2011. Lalu sebesar Rp1,43 triliun pada 2011. "Tahun 2010, BPK merevisi perhitungan subsidi yang dilakukan BUMN senilai Rp2,41 triliun," terangnya.
Selain koreksi perhitungan subsidi, tambah Hadi, hasil pemeriksaan atas pelaksanaan subsidi PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) juga mengungkapkan adanya subsidi senilai Rp44,61 triliun yang diberikan kepada golongan tarif pelanggan menengah, besar, khusus, dan pemerintah. Hal itu bertentangan dengan tujuan pemberian subsidi. Sehingga, alokasi subidi listrik menjadi tidak tepat sasaran.
Kasus ketidakefektifan tersebut disebabkan pemerintah tidak mengacu kepada tujuan pemberian subsidi dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Nasional) dalam menetapkan penggolongan tarif dasar listrik. Serta, inkonsistensi dalam menerapkan kebijakan subsidi dalam APBN Tahun Anggaran 2011 dan 2012.
Terhadap kasus tersebut, BPK merekomendasikan pemerintah melakukan peninjauan kembali kebijakan pemberian subsidi listrik. Sehingga, alokasi hanya bagi masyarakat yang membutuhkan atau layak mendapatkan
Metrotvnews.com, Jakarta: Sembilan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menggelembungkan (mark up) nilai subsidi. Hal itu disampaikan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa usai penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I (IHPS I) Tahun 2013 dalam Sidang Paripurna di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Selasa (1/10).
"BPK mampu menelisik atas permainan BUMN yang terbiasa memark up subsidi dari kewajiban pelayanan umum," katanya.
Kesembilan BUMN itu, antara lain PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) sebesar 6,77 triliun, PT Pertamina 999,38 miliar, PT Pupuk Sriwidjaja Rp270,95 miliar, PT Pupuk Kaltim 51,67 miliar, PT Pupuk Kujang Rp25,33 miliar, PT Pertrokimia Gresik Rp134,12 miliar, PT Pupuk Iskandar Muda Rp16,37 miliar, Bulog RP707,66 miliar, PT Pelni (Pelayaran Nasional Indonesia) Rp48,05 miliar.
Dana penggelembungan tersebut akan menjadi kas perusahaan. Padahal, subsidi seharusnya disalurkan bagi kepentingan masyarakat dalam ketentuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). "Ini adalah pelanggaran yang dilakukan BUMN," terangnya.
Menurutnya, BUMN memasukkan rencana definitif kelompok kerja (RDKK) dalam sektor pertanian dan pupuk. BUMN juga memanipulasi volume alokasi subsidi. Selain itu, perusahaan plat merah membebani biaya operasional perusahaan dalam subsidi. "Seperti kegiatan transportasi ataupun pembiayaan bagi penyuluh," terang Ali.
Ia mengatakan pengeluaran biaya itu seharusnya menjadi beban operasional perusahaan. "Agar subsidi lebih tepat sasaran, penyaluran kepada pihak yang berkepentingan, seperti subsidi pupuk kepada petani bukan ke BUMN," terangnya.
Adapun, pada semester I 2013, BPK melakukan pemeriksaan atas kewajiban pelayanan umum pada 10 entitas BUMN, antara lain subsidi energi, pupuk, beras dan PSO (public service obligation/PSO).
Sehingga, total kewajiban pelayanan umum yang harus dibayar pemerintah turun dari Rp378,32 triliun menjadi Rp369,92 triliun.
Pemerintah telah membayar subsidi sebesar 331,26 triliun. "Pemerintah memiliki kewajiban membayar bagi pelayanan umum Rp38,03 triliun," kata Hadi Poernomo, Ketua BPK.
Koreksi yang dilakukan BPK, antara lain subsidi energi, pupuk, beras, dan PSO. Perubahan dilaksanakan pada unsur biaya yang tidak dibebankan menurut ketentuan perundang-undangan, besaran volume, dan nilai subsidi.
Hadi mengungkapkan nilai koreksi perhitungan subsidi meningkat sejak 2010 hingga 2012.
Pada 2012, koreksi subsidi sebesar Rp9,03 triliun. Sedangkan, revisi kewajiban pelayanan umum senilai 2,57 triliun di 2011. Lalu sebesar Rp1,43 triliun pada 2011. "Tahun 2010, BPK merevisi perhitungan subsidi yang dilakukan BUMN senilai Rp2,41 triliun," terangnya.
Selain koreksi perhitungan subsidi, tambah Hadi, hasil pemeriksaan atas pelaksanaan subsidi PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) juga mengungkapkan adanya subsidi senilai Rp44,61 triliun yang diberikan kepada golongan tarif pelanggan menengah, besar, khusus, dan pemerintah. Hal itu bertentangan dengan tujuan pemberian subsidi. Sehingga, alokasi subidi listrik menjadi tidak tepat sasaran.
Kasus ketidakefektifan tersebut disebabkan pemerintah tidak mengacu kepada tujuan pemberian subsidi dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Nasional) dalam menetapkan penggolongan tarif dasar listrik. Serta, inkonsistensi dalam menerapkan kebijakan subsidi dalam APBN Tahun Anggaran 2011 dan 2012.
Terhadap kasus tersebut, BPK merekomendasikan pemerintah melakukan peninjauan kembali kebijakan pemberian subsidi listrik. Sehingga, alokasi hanya bagi masyarakat yang membutuhkan atau layak mendapatkan
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar