Kamis, 06 Desember 2012

[Media_Nusantara] Prinsip-prinsip Jurnalisme yang Diperkosa Anggota Grup Jawa Pos

 

Prinsip-prinsip Jurnalisme yang Diperkosa Anggota Grup Jawa Pos

Anggota grup Jawa Pos yang saya maksud di sini adalah Padang Ekspres, Pos Metro Padang, dan Radar Lampung. Mereka saya identifikasi sebagai anggota grup Jawa Pos berdasarkan informasi di sini http://id.wikipedia.org/wiki/Grup_Jawa_Pos. Saya baru bisa mengidentifikasi ketiga koran tersebut melakukan pelanggaran berdasarkan apa yang mereka "beritakan" tentang sebuah perusahaan bernama VGMC. Anggota grup Jawa Pos yang lain maupun bukan anggota grup tersebut mungkin saja melakukan pelanggaran-pelanggaran yang saya bahas di bawah ini.

Bagi pembaca yang ingin tahu apa yang saya maksud dengan VGMC di atas, bisa memeriksa beberapa artikel saya yang ada di akun Kompasiana ini, akun saya di Blogspot, dan akun-akun blog lain yang bisa memberikan penjelasan tentang apa dan siapa VGMC tersebut.
Tulisan ini adalah pembeberan saya atas pelanggaran yang tidak hanya kali ini dilakukan secara khusus oleh Padang Ekspres (termasuk juga oleh kedua koran yang saya sebutkan di atas) terhadap prinsip-prinsip jurnalisme. Saya berharap ini menjadi pelajaran bagi kita pribadi dan semua media.

Pada tahun 1997, sebuah organisasi, yang kemudian dijalankan oleh PEJ, the Committer of Concerned Journalist, melakukan survey nasional, melaksanakan riset selama 4 tahun, untuk mengidentifikasi dan merumuskan prinsip-prinsip yang melandasi jurnalisme. Ada 9 prinsip jurnalisme yang mereka rumuskan, dan saya percaya seharusnya telah diikuti oleh para jurnalis di seluruh dunia, yang bisa anda baca di tautan http://www.journalism.org/resources/principles . Hanya sebagian dari ke-9 prinsip itu yang saya ambil untuk tujuan penulisan ini.

Berikut adalah prinsip-prinsip tersebut dan pelanggaran yang telah dilakukan oleh ketiga media tersebut.

1. Kewajiban pertama dan utama dari jurnalisme  adalah penyampaian kebenaran. Kebenaran jurnalisme adalah sebuah proses yang dimulai dengan disiplin profesional dalam merangkai dan memverifikasi (membelu) fakta-fakta. Setelah itu, jurnalis harus menyampaikan penjelasan yang adil (fair) dan andal tentang makna dari fakta-fakta tersebut, valid untuk saat ini, tapi tetap harus diinvestigasi di masa depan.

Contoh pertama adalah pemberitaan Radar Lampung tanggal 9 Oktober 2012 di alamat http://epaper.radarlampung.co.id/2012/10/091012.html dan foto di http://sphotos-g.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc7/398205_529562673723907_1193307832_n.jpg


Di sana dikatakan, bahwa VGMC telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menjadi perusahaan terbuka. Jelas berita ini TIDAK BENAR dan TIDAK DIVERIFIKASI dan tentu saja menyesatkan pembaca.

2. Loyalitas jurnalis adalah kepada warga negara. Seorang jurnalis, walau ia harus memiliki pengiklan dan pemilik modal, harus mendahulukan kepentingan publik yang lebih luas. Hanya dengan demikian sebuah media memiliki kredibilitas, tidak condong kepada sahabat atau pengiklan.

Fakta: Padang Ekspres, Pos Metro Padang, dan Radar Lampung memperlakukan iklan seakan-akan sebuah berita. Selain berita Radar Lampung di atas, berikut adalah



Padang Ekpres  (30 Oktober 2012). Gambar berasal dari kiriman
@BeritaBkttinggi, dan terdiri dari beberapa potongan.

1352001363422976583
13520014761001265863

Anda bisa melihat di halaman atas Padang Ekspres tersebut tidak terlihat bahwa yang sedang mereka tampilkan di halaman 19 adalah sebuah iklan. Bahkan, mereka membiarkannya seolah-olah isi halaman 19 itu adalah sebuah reportase, berasal dari sebuah jurnalisme yang baik. Kenyataannya, isinya hanyalah sebuah press release dari VGMC dan wawancara pribadi antara seorang (atau lebih ) investor VGMC dengan seseorang perwakilan VGMC.

Sekali lagi, halaman 19 itu bukanlah sebuah hasil reportase namun DENGAN SENGAJA dibiarkan dikesankan sebagai sebuah reportase. Bandingkan dengan koran lain, Kompas misalnya, yang memberikan kepala ADVERTORIAL untuk sebuah iklan yang seperti ini. Bagi pembaca yang awam, yang tidak bisa membedakan berita dengan iklan akan menganggap Padang Ekspres telah memberitakan, mendukung, atau mendorong orang untuk percaya dengan bisnis VGMC.

3. Esensi jurnalisme adalah suatu disiplin verifikasi. Jurnalis dalam tugasnya harus bebas dari bias. Untuk itu mereka harus memeriksa berbagai saksi, mencari komentar dari banyak sisi. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan antara jurnalisme dengan moda komunikasi yang lain, seperti propaganda, fiksi, atau hiburan.
Faktanya menunjukkan bahwa Radar Lampung tidak memeriksa apakah benar VGMC terdaftar di bursa Indonesia atau tidak. Mereka membiarkan halamannya "diperkosa" oleh VGMC. Seandainyapun benar bahwa VGMC adalah sebuah perusahaan yang legitimat, fakta bahwa mereka tidak terdaftar di bursa Indonesia, padahal (hendak) terdaftar di bursa di negara lain, namun dinyatakan terdaftar di Indonesia, menunjukkan bahwa Radar Lampung membiarkan batas jurnalisme dan propaganda VGMC dihapus oleh VGMC.

4. Praktisi jurnalisme harus mempertahankan independensi dari siapa yang mereka liput. Fakta di atas cukup menunjukkan bahwa Padang Ekspres, Pos Metro Padang, dan Radar Lampung tidak independen dalam meliput. Memperlakukan iklan sebagai berita mengindikasikan bahwa mereka memberi ruang kepada orang yang mereka liput untuk menuliskan berita tentang diri yang terliput, membuatnya menjadi seakan-akan berasal dari si peliput itu sendiri. Lebih parah lagi, para pembaca yang awam mencerap bahwa berita yang disampaikan berasal dari sebuah sumber yang independen.

5. Jurnalis harus menyediakan sebuah forum bagi kritisisme dan kompromi publik. Media berita adalah pembawa diskusi publik, dan tanggungjawab ini menjadi dasar bagi keistimewaan posisi jurnalisme. Diskusi yang dibawa oleh media ke publik akan memberikan manfaat terbesar bagi publik jika bahasan itu disampaikan disertai dengan fakta, bukan prasangka dan dugaan-dugaan. Media harus juga berusaha untuk secara adil mewakili berbagai sisi pandang dan kepentingan di dalam masyarakat.

Artinya, media harus sadar bahwa setiap materi yang tercantum di dalam "lembaran beritanya" akan menjadi diskusi di publik. Publik akan memberikan pendapat: mendukung atau tidak, ikut atau tidak, suka atau tidak. Dan pendapat itu SANGAT TERGANTUNG pada posisi awal yang disampaikan oleh media. Media yang mendukung sebuah perkara otomatis akan memberi "modal" bagi pembaca untuk juga mendukung perkara tersebut. Sebaliknya, media yang tidak setuju dengan sebuah masalah, juga akan membantu pembaca untuk lebih cepat tidak setuju dengan pendapat tersebut. Oleh sebab itu, agar pembaca bisa memiliki pandangannya sendiri, media harus memberikan berbagai sisi pandang yang seimbang, dan membiarkan pembaca memutuskan sendiri posisi mereka.

Fakta yang ada pada penerbitan di Padang Ekpres, Pos Metro Padang, dan Radar Lampung menyiratkan–bahkan menyuratkan–bahwa mereka ada dalam posisi mendukung penuh pembeli halaman koran mereka: VGMC. Mereka membantu VGMC untuk meyakinkan bahwa bisnis VGMC adalah bisnis yang legitimat, aman, terkendali-risiko, dll. Coba saja periksa Padang Ekspres di atas, ada sebuah pertanyaan tentang hubungan perusahaan pecahan VGMC dengan seorang fraudster (penipu) besar di Eropa. Jika halaman itu adalah sebuah reportase dari koran tersebut, maka mereka pasti akan melakukan investigasi atas tuduhan bahwa VGMC berhubungan dengan seorang penjahat, penipu investasi. Namun, alih-alih melakukan tugasnya, Padang Ekspres membiarkan halaman itu seperti apa yang dimaui oleh pembeli halaman itu.

Saya pernah mencoba mengirim tulisan penyeimbang pandangan atas VGMC ini kepada Padang Ekspres melalui email redaksi Padang Ekspres dan kepada salah seorang redakturnya, namun hingga waktu yang saya kira tepat untuk menyeimbangkan berita VGMC, mereka tetap tidak memberi kabar lagi. Artikel tersebut akhirnya saya terbitkan sendiri di Kompasiana.

Saya tidak heran kalau ada orang dalam dari ketiga koran yang saya sebutkan di atas mendukung VGMC karena barangkali ada kepentingan pribadi di VGMC, selain kepentingan "perut" ketiga koran tersebut. Namun, seyogianya, redaktur, sebagai sebuah institusi tidak membiarkan dirinya "diperkosa" oleh sebuah perusahaan berbisnis secara tidak legitimat, tidak berizin beroperasi di Indonesia, dan menarik dana besar-besaran dari Indonesia yang notabene berasal dari kelompok masyarakat yang awam dengan investasi. Yang lebih parah lagi adalah bahwa semua yang disampaikan di media tersebut BUKAN berasal dari VGMC sebagai sebuah institusi, namun diteruskan oleh orang-orang yang menjadi investor di perusahaan tersebut. Keanehan yang harusnya dicium dan ditolak oleh sebuah redaktur yang independen, berintegritas, dan memiliki tanggungjawab kepada masyarakat.

Saya, dan sebagian besar orang yang tidak menyetujui bisnis VGMC ini, sangat hormat dengan posisi yang diambil oleh Riau Online di http://t.co/1dZulNmV yang mengambil posisi berseberangan dengan para pendukung VGMC.

Sekali lagi, saya menyayangkan bahwa ketiga koran di atas (dan mungkin saja ada beberapa yang lain) yang membiarkan dirinya diperkosa, dijajah, dan dijadikan alat penghisap darah rakyat. Apa yang mereka pilih sehubungan dengan VGMC ini suatu hari jelas telah menyesatkankan dan mereka menikmatinya demi keuntungan pribadi dan pendek.

Dari sebuah sudut di Nusantara, 4 November 2012

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/11/04/prinsip-prinsip-jurnalisme-yang-diperkosa-anggota-grup-jawa-pos-506437.html

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar