Catatan Akhir Tahun: Sepak Bola Nasional
by Ethan Hunt
Sepanjang tahun ini ada 2 kompetisi yang bergluir didalam negeri, yaitu IPL (Indonesia Premier League) dan ISL (Indonesia Super League).
a. IPL (Indonesia Super League)
Ini merupakan musim pertama bergulirnya IPL di kancah sepakbola nasional. Kompetisi resmi dibawah yuridiksi PSSI ini hanya diikuti oleh 12 tim, akibat beberapa klub membentuk liga tersendiri diluar yuridiksi PSSI, ISL. Pada musim perdana ini, Semen Padang FC berhasil menahbiskan diri sebagai tim terbaik setelah mengumpulkan poin 46 dari 13 kali menang, 2 kali kalah, sisanya imbang. Diikuti oleh Persebaya 1927 dan Arema Indonesia, masing-masing diposisi kedua dan ketiga.
Ada beberapa catatan yang penulis dapat dari gelaran perdana IPL ini. Tim tamu tidak lagi kesulitan untuk meraih angka penuh dikandang lawan, berbeda dengan kompetisi sebelumnya, yang kadang kala terjadi penalti siluman untuk menghindarkan tuan rumah dari kekalahan. Dibatasinya kuota pemain asing membuat klub harus mengorbitkan pemain-pemain usia muda ke dalam tim, dan inilah talenta-talenta Indonesia kedepannya. Dengan banyaknya pemain 'bintang' dicomot klub-klub yang berlaga di ISL, munculah nama-nama baru di kancah sepakbola nasional. Rasyid Bakrie, Vendri Mofu adalah nama-nama baru tersebut. Namun selain hal positif diatas, ada juga catatan yang perlu menjadi perhatian PSSI untuk musim berikutnya. Masih ada pertandingan yang berakhir dengan WO, karena jadwal yang masih 'amburadul', penonton yang masih enggan datang menyaksikan, mungkin hanya tim-tim tertentu aja yang dibanjiri penonton seperti SPFC, Persebaya, PSM, Persibo. Ini perlu dicari solusi agar kedepan kompetisi ini semakin menarik. Juga masih ada klub yang menunggak gaji pemain hingga beberapa bulan. Klub belum bisa mendapat sponsor yang bonafid untuk menopang klub dalam mengarungi 1 musim kompetisi. Namun perlahan, hal itu mulai dapat teratasi. Ini merupakan pekerjaan rumah tersendiri bagi PSSI jika ingin industrialsasi terjadi dalam sepakbola Indonesia serta lepas 'menyusu' dari APBD, seperti yang selama ini terjadi.
Untuk urusan pencetak gol terbanyak, diraih oleh pemain SPFC, yang saat ini bermain di Persisam, Ferdinand Sinaga dengan 16 gol, unggul 3 gol dari duetnya dilini depan SPFC, Edward Wilson.
Pada perhelatan Piala Indonesia, Persibo Bojonegoro berhasil menjadi yang terbaik setelah menghempaskan perlawanan SPFC, untuk meraih double winner, dengan skor 1-0. Gol semata wayang itu diciptakan oleh Dian Irawan memnfaatkan umpan Nur Iskandar. Jadilah Persibo, bersama SPFC, mewakili Indonesia diajang AFC cup.
b. Indonesia Super League
ISL 2011-2012 berlangsung diluar yuridiksi PSSI. Hal ini mengakibatkan klub apapun yang menjadi kampiun tidak bisa mewakili Indonesia diajang AFC Cup, hanya sebatas menjadi juara saja. Inilah yang dialami SFC musim ini, dimana mereka menjadi juara, namun hanya bisa menyaksikan SPFC dan Persibo yang bertanding mewakili negara dalam AFC Cup. SFC menjadi juara setelah melakoni 34 pertandingan dengan meraih poin 79, unggul 11 poin dari peringkat kedua, Persipura.
Ada beberapa catatan menarik dari ISL, kompetisi yang lebih 'tua' dari saudara mudanya, IPL. Kompetisi yang berlangsung diluar yuridiksi PSSI, malah berada dibawah KPSI dengan berbagai alasan yang dikemukan, tidak memiliki perangkat kompetisi yang baik (baca komisi disiplin, komisi bandaing). Ini dapat dilihat dengan tidak adanya saknsi yang dikenakan baik terhadap pemain maupun klub yang melanggar. Wasit masih menjadi 'kambing hitam' atas kekalahan yang diderita. Bahkan kadangkala dalam satu pertandingan, penonton bisa mendapatkan beberapa bonus, seperti menyaksikan tinju, diving, adu lari, karate dsb. Tidak ada pertandingan yang tidak big-match, semua pertandingan adalah super big-match. Juga seperti IPL, masih ada klub yang menunggak pembayaran gaji pemainnya hingga beberapa bulan, seperti yang dialami Herman Dzumafo. Bahkan yang lebih ekstrem dialami pesepakbola luar negeri, yang harus meregang nyawa di Indonesia karena tidak memiliki uang untuk sekedar berobat, Diego Mendieta. Padahal kalau kita saksikan bersama, stadion selalu dipenuhi oleh penonton, yang merupakan nilai lebih ISL. Tentunya hal ini bisa mendatangkan arus kas masuk bagi kondosi finansial klub. Seharusnya, klub-klub ISL ini, melihat kompetisi yang sudah lama dilaksanakan, bisa survive untuk sekedar membayar gaji pemainnya.
Beto Goncalves, pemain Persipura yang sekarang merapat ke Arema Cronus, menjadi pencetak gol terbanyak dengan 25 gol. Untuk pemain terbaik, diraih oleh Keith Kayamba, pemain SFC yang sekarang juga merapat ke Arema Cronus. Sedangkan tim fair play digenggam oleh PSPS Pekan Baru.
Selain IPL dan ISL tersebut diatas, ada beberapa turnamen yang juga diadakan ditanah air.
Arema Indonesia, yang bermain di IPL, berhasil menorehkan catatan tersendiri dengan keberhasilannya melaju kebabak perempatfinal AFC Cup. Arema Indonesia, yang sebelumnya didukung Aremania sebelum adanya eksodus pemain ke Arema ISL karena "sesuatu" hal, berhasil membawa harum nama Indonesia ditengah krisis prestasi yang dialami TimNas maupun klub-klub yang ada. Sedangkan Persipura, yang merupakan juara musim lalu, terhenti lajunya dibabak penyisihan dari klub Australia, setelah menerima putusan sela dari CAS.
Selama 1 tahun ini, ada beberapa turnamen yang diadakan seperti Celebes Cup, yang diadakan di Bandung dan menimbulkan polemik, Batik Cup, Piala Gubernur Aceh, yang diikuti 3 klub dalam negeri dan 3 klub negara tetangga (Kelantan FC, Selangor FC serta DPMM Brunei), Inter Island Cup serta yang terakhir, Piala Gubernur Jatim, yang menimbulkan kisruh di partai puncak dimana Aremania melakukan protes terkait hasil-hasil yang dialami Arema selama mengikuti turnamen pra-musim meski klub bertabur bintang. Seharusnya ini menjadi daya tarik bagi sponsor, sehingga kedepannya diharapkan dapat mengundang klub-klub negara tetangga untuk ikut bertanding seperti yang terjadi di Piala Gubernur Aceh yang lalu. Selain turnamen itu, ada juga pertandingan yang mempertemukan klub Indonesia dengan klub dari Malaysia, seperti Persebaya 1927 yang bersua Perak FC dan SPFC yang melawan Negeri Sembilan. Juga tahun ini menjadi tahun berkah bagi klub di Indonesia, dimana ada beberapa klub luar yang datang ke Indonesia, seperti QPR, Valencia dan Intermilan. Tentunya hal ini merupakan sesuatu yang positif bagi perkembangan sepakbola nasional kedepan.
Selain klub-klub, TimNas kita juga menajalani beberapa pertandingan dalam beberapa kompetisi, baik itu Pra Piala Dunia maupun Piala AFF. Dalam Pra Piala Dunia, Indonesia tersisih dari babak penyisihan sebagai juru kunci. Bahkan, Indonesia mendapat malu dengan kekalahan telak 10-0 dari Bahrain. Banyak yang menyatakan hal itu diperoleh karena Timnas tidak diisi pemain-pemain terbaik Indonesia, dikarenakan carut marut yang terjadi dan juga akibat pelarangan pemain-pemain tersebut membela Timnas karena bermain di breakway league yang tidak diakui FIFA. Namun kita melihat hal positif dibalik hal itu, yaitu tertempanya mental pemain, yang mayoritas masih muda dan miskin pengalaman. Pada gelaran Piala AFF 2012, Indonesia juga hanya sampai penyisihan group. Setelah bermain imbang melawan Laos dan mengejutkan pendukung setia Timnas dengan mengalahkan Singapura, sesuatu yang sepertinya tidak pernah bisa dilakukan dulu, Indonesia tersisih karena kalah melawan seteru abadi, Malaysia pada pertandingan terakhir. Singapura, yang dikalahkan Indonesia, akhirnya menjadi kampiun setelah mengandaskan Thailand di partai puncak dengan agregat 3-2.
Kita harapkan agar PSSI terus berbenah, agar klub-klub maupun Timnas Indonesia dapat lebih 'bersuara' dimasa depan, tentunya setelah PSSI bisa menyelesaikan kisruh yang terjadi agar hal itu tidak menghambat program-program yang telah disusun. Salah satunya adalah pembinaan usia dini, karena itulah cikal bakal dan tempat bibit-bibit muda Indonesia dilatih. Kita dapat melihat hal itu yang terjadi pada Barcelona saat ini dan Ajax serta United dimasa lalu. Barcelona yang fokus mengembangkan pembinaan usia muda, sekarang mulai meraih hasilnya. Itu juga yang kita harapkan dalam konsisi sepakbola nasionala kedepannya.
PSSI dan Perjuangannya
Menjelang detik-detik pergantian tahun ini, penulis kembali berusaha menyajikan apa yang terjadi di kisruh sepakbola nasional, khususnya yang dialami PSSI beserta pengurus dan program-programnya.
Kita kembali kebelakang, saat NH masih menjadi pucuk pimpinan di tubuh PSSI. Saat itu, karena tidak puas melihat kompetisi yang seperti jalan ditempat. penonton ramai namun prestasi nihil dan masih banyak klub yang kembang kempis mengarungi kompetisi, Arifin Panigoro berinisiatif membuat sebuah kompetisi (dibaca liga) baru dalam rangka industrialisasi sepakbola nasional. Terbentuklah Liga Prima Indonesia (LPI), dengan CEO, Widjajanto. Saat itu, liga ini diisi oleh klub-klub baru yang belum terdaftar di PSSI. Sebelum liga dimulai, sudah ada inisiatif pihak LPI agar kompetisi ini berada dibawah yuridiksi PSSI. Namun oleh NH, hal itu ditolak. Akhirnya, LPI berjalan atas rekomendasi dari BOPI.
Belum genap semusim LPI berlangsung, terjadi kisruh di kancah sepakbola nasional, dimana masyarakat pecinta bola mengadakan gerakan untuk menurunkan sang puang dari tampuk kekuasaannya. Banyak hal yang menjadi alasan seperti prestasi Timnas yang tak kunjung membaik, adanya politisasi sepakbola hingga dugaan pengaturan skor dan penyuapan. NH beserta NDB dan petinggi PSSI berusaha mempertahankan diri dengan berbagai cara. Akhirnya, dibentuklah Komite Normalisasi PSSI. Salah satu wewenang KN adalah melaksanakan Kongres PSSI dalam memilih Ketum baru. Melihat tidak ada celah untuk kembali menduduki PSSI, karena masyarakat antipati dicari jalan lain. GT yang saat itu merupakan calon kuat dan terkenal karena ketegasannya, selain tentunya dekat dengan berbagai kalangan karena statusnya yang merupakan mantan KSAD, dijegal oleh pihak-pihak ini berikut dengan AP. Imbasnya, NH dan NDB juga dilarang ikut dalam pencalonan Ketum PSSI. Pihak-pihak tersebut kemudian mencari nama baru yang diharapkan dapat 'disetir' dan dijadikan boneka mereka. Mereka memilih DA sebagai Ketum PSSI yang baru, serta disusupkanlah LNM dan TA pada posisi ExCo, untuk mengamankan apa yang terjadi sebelumnya. Pergantian posisi ini menimbulkan polemik, karena ternyata pengurus lama tidak memberikan LPJ, sebagaimana layaknya dalam suatu organisasi, dan juga laporan keuangan yang minus dan amburadul.
DA, yang semula mereka kira dapat disetir, ternyata melakukan perombakan besar-besaran (dibaca revolusi) dalam tubuh PSSI. Hampir semua pengurus lama didepak dan diganti wajah-wajah baru. Ini menimbulkan efek kejut bagi pengurus yang lama. Periuk nasi mereka dalam keadaan terancam. Mereka yang selama ini merasa nyaman, harus mengalami hal pahit demikian.
DA, yang mengusung perubahan, mulai mencoba melakukan industrialisasi sepakbola dan mengikuti semua aturan-aturan yang ditetapkan AFC. Diadakanlah pendaftaran ulang untuk seluruh klub dan dilakukan verifikasi untuk mengetahui mana klub yang berbadan hukum dan layak berkompetisi sesuai aturan FIFA/AFC. Ini menjadi peluang bagi pihak-pihak yang tersakiti itu untuk melakukan perlawanan balik dengan mengajak klub-klub yang juga kaget akan gebrakan DA. Banyak alasan yang dikemukakan, mulai adanya klub-klub gratisan, tidak sesuai statuta dsb. Padahal jika membaca wewenang Ketum dan Exco, mereka inilah yang menentukan jumlah klub yang mengikuti kompetisi.
Terjadilah perlawanan! Dengan mengusung misi pergantian Ketum karena melanggar statuta Bali, dilakukanlah KLB di Ancol. Terpilihlah LNM sebagai Ketua Baru PSSI Perjuangan, yang kemudian dikenal sebagai KPSI. Mereka mengklaim mewakili 2/3 anggota PSSI, sehingga berhak mewakili Indonesia sebagai federasi yang resmi.
Diawal pembentukannya, KPSI seolah mendapat angin karena posisinya juga dengan berbagai opini yang mereka sebarkan melalui jejaring media yang mendukung (baca VIVA CORP). Hampir setiap hari ada saja berita yang diluncurkan terkait dengan KPSI sebagai Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia. Hal-hal positif tentang KPSI didengungkan dan hal negatif tentang PSSI yang dikumandangkan. PSSI seakan melawan berbagai macam elemen, khusunya media yang tergabung dalam VIVA. Ditambah dengan ketidak-netralan sebagian media dalam memberi informasi yang benar terkait kisruh yang terjadi, dengan alasan susahnya info diperoleh dsb.
Namun, kebenaran takkan pernah kalah oleh kejahatan. Apa yang selama ini didengungkan KPSI ternyata merupakan pepesan kosong. KPSI yang semula memiliki posisi kuat perlahan mulai tergerus setelah pergantian Sekjen TG kepada HM.
FIFA yang mengetahui duduk persoalan dan akar permasalahan di sepakbola nasional, kemudian memberi kesempatan pada PSSI untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. FIFA tidak ingin terlalu dalam mencampuri permasalahan yang terjadi dalam suatu federasi. Hanya saran yang diberikan dalam penyelesaian kisruh tersebut.
KPSI terus melaksanakan propaganda mereka untuk menjelekan PSSI. Tidak sedetikpun diberi waktu bagi PSSI dan pengurus yang baru terpilih untuk melaksanakan tugas mereka. Mulai kekalahan telak Timnas atas Bahrain, tim-tim gratisan, pelanggaran statuta dsb, dijadikan alat bagi KPSI.
Sampai akhirnya dibentuk JC, sesuai saran dari AFC dalam menengahi kisruh yang terjadi. Namun JC ini juga deadlock, karena pihak KPSI selalu beralasan tidak bisa hadir ketika JC bersidang. Hasil-hasil JC juga kemudian di pelintir oleh KPSI untuk kepentingan perjuangan mereka. Namun, PSSI tetap bersikukuh akan wewenang dan legitimasi yang mereka miliki.
JC inipun gagal, karena seringkali salah satu pihak (baca KPSI) melakukan pelanggaran sesuai isi MoU JC. Ada berbagai alasan dan pelintiran yang mereka sampaikan. Hingga akhirnya PSSI memutuskan JC bubar saat Kongres di Palangkaraya.
Setelah JC gagal, PSSI kemudian mendapat lawan baru, Menpora dan KONI serta yang terakhir TF. Namun, sampai penghujung tahu 2012, PSSI masih mampu bertahan bahkan cenderung posisi mereka berada diatas angin saat ini, setelah KPSI melakukan beberapa blunder yang mencoreng perjuanagan mereka. Ternyata, perlawanan yang dilakukan KPSI tidak tulus, namun ada maksud tertentu untuk 2014 depan.
Semoga PSSI dapat menyelesaiakn kisruh yang terjadi sebelum tenggat waktu Maret 2013 dan mengajak klub-klub yang selama ini berkompetisi di ISL agar berkenan kembali mengikuti kompetisi dibawah PSSI sebagai federasi yang sah.
Ini merupakan catatan akhir tahun dan juga harapan bagi PSSI kedepannya.
Salam
Sepanjang tahun ini ada 2 kompetisi yang bergluir didalam negeri, yaitu IPL (Indonesia Premier League) dan ISL (Indonesia Super League).
a. IPL (Indonesia Super League)
Ini merupakan musim pertama bergulirnya IPL di kancah sepakbola nasional. Kompetisi resmi dibawah yuridiksi PSSI ini hanya diikuti oleh 12 tim, akibat beberapa klub membentuk liga tersendiri diluar yuridiksi PSSI, ISL. Pada musim perdana ini, Semen Padang FC berhasil menahbiskan diri sebagai tim terbaik setelah mengumpulkan poin 46 dari 13 kali menang, 2 kali kalah, sisanya imbang. Diikuti oleh Persebaya 1927 dan Arema Indonesia, masing-masing diposisi kedua dan ketiga.
Ada beberapa catatan yang penulis dapat dari gelaran perdana IPL ini. Tim tamu tidak lagi kesulitan untuk meraih angka penuh dikandang lawan, berbeda dengan kompetisi sebelumnya, yang kadang kala terjadi penalti siluman untuk menghindarkan tuan rumah dari kekalahan. Dibatasinya kuota pemain asing membuat klub harus mengorbitkan pemain-pemain usia muda ke dalam tim, dan inilah talenta-talenta Indonesia kedepannya. Dengan banyaknya pemain 'bintang' dicomot klub-klub yang berlaga di ISL, munculah nama-nama baru di kancah sepakbola nasional. Rasyid Bakrie, Vendri Mofu adalah nama-nama baru tersebut. Namun selain hal positif diatas, ada juga catatan yang perlu menjadi perhatian PSSI untuk musim berikutnya. Masih ada pertandingan yang berakhir dengan WO, karena jadwal yang masih 'amburadul', penonton yang masih enggan datang menyaksikan, mungkin hanya tim-tim tertentu aja yang dibanjiri penonton seperti SPFC, Persebaya, PSM, Persibo. Ini perlu dicari solusi agar kedepan kompetisi ini semakin menarik. Juga masih ada klub yang menunggak gaji pemain hingga beberapa bulan. Klub belum bisa mendapat sponsor yang bonafid untuk menopang klub dalam mengarungi 1 musim kompetisi. Namun perlahan, hal itu mulai dapat teratasi. Ini merupakan pekerjaan rumah tersendiri bagi PSSI jika ingin industrialsasi terjadi dalam sepakbola Indonesia serta lepas 'menyusu' dari APBD, seperti yang selama ini terjadi.
Untuk urusan pencetak gol terbanyak, diraih oleh pemain SPFC, yang saat ini bermain di Persisam, Ferdinand Sinaga dengan 16 gol, unggul 3 gol dari duetnya dilini depan SPFC, Edward Wilson.
Pada perhelatan Piala Indonesia, Persibo Bojonegoro berhasil menjadi yang terbaik setelah menghempaskan perlawanan SPFC, untuk meraih double winner, dengan skor 1-0. Gol semata wayang itu diciptakan oleh Dian Irawan memnfaatkan umpan Nur Iskandar. Jadilah Persibo, bersama SPFC, mewakili Indonesia diajang AFC cup.
b. Indonesia Super League
ISL 2011-2012 berlangsung diluar yuridiksi PSSI. Hal ini mengakibatkan klub apapun yang menjadi kampiun tidak bisa mewakili Indonesia diajang AFC Cup, hanya sebatas menjadi juara saja. Inilah yang dialami SFC musim ini, dimana mereka menjadi juara, namun hanya bisa menyaksikan SPFC dan Persibo yang bertanding mewakili negara dalam AFC Cup. SFC menjadi juara setelah melakoni 34 pertandingan dengan meraih poin 79, unggul 11 poin dari peringkat kedua, Persipura.
Ada beberapa catatan menarik dari ISL, kompetisi yang lebih 'tua' dari saudara mudanya, IPL. Kompetisi yang berlangsung diluar yuridiksi PSSI, malah berada dibawah KPSI dengan berbagai alasan yang dikemukan, tidak memiliki perangkat kompetisi yang baik (baca komisi disiplin, komisi bandaing). Ini dapat dilihat dengan tidak adanya saknsi yang dikenakan baik terhadap pemain maupun klub yang melanggar. Wasit masih menjadi 'kambing hitam' atas kekalahan yang diderita. Bahkan kadangkala dalam satu pertandingan, penonton bisa mendapatkan beberapa bonus, seperti menyaksikan tinju, diving, adu lari, karate dsb. Tidak ada pertandingan yang tidak big-match, semua pertandingan adalah super big-match. Juga seperti IPL, masih ada klub yang menunggak pembayaran gaji pemainnya hingga beberapa bulan, seperti yang dialami Herman Dzumafo. Bahkan yang lebih ekstrem dialami pesepakbola luar negeri, yang harus meregang nyawa di Indonesia karena tidak memiliki uang untuk sekedar berobat, Diego Mendieta. Padahal kalau kita saksikan bersama, stadion selalu dipenuhi oleh penonton, yang merupakan nilai lebih ISL. Tentunya hal ini bisa mendatangkan arus kas masuk bagi kondosi finansial klub. Seharusnya, klub-klub ISL ini, melihat kompetisi yang sudah lama dilaksanakan, bisa survive untuk sekedar membayar gaji pemainnya.
Beto Goncalves, pemain Persipura yang sekarang merapat ke Arema Cronus, menjadi pencetak gol terbanyak dengan 25 gol. Untuk pemain terbaik, diraih oleh Keith Kayamba, pemain SFC yang sekarang juga merapat ke Arema Cronus. Sedangkan tim fair play digenggam oleh PSPS Pekan Baru.
Selain IPL dan ISL tersebut diatas, ada beberapa turnamen yang juga diadakan ditanah air.
Arema Indonesia, yang bermain di IPL, berhasil menorehkan catatan tersendiri dengan keberhasilannya melaju kebabak perempatfinal AFC Cup. Arema Indonesia, yang sebelumnya didukung Aremania sebelum adanya eksodus pemain ke Arema ISL karena "sesuatu" hal, berhasil membawa harum nama Indonesia ditengah krisis prestasi yang dialami TimNas maupun klub-klub yang ada. Sedangkan Persipura, yang merupakan juara musim lalu, terhenti lajunya dibabak penyisihan dari klub Australia, setelah menerima putusan sela dari CAS.
Selama 1 tahun ini, ada beberapa turnamen yang diadakan seperti Celebes Cup, yang diadakan di Bandung dan menimbulkan polemik, Batik Cup, Piala Gubernur Aceh, yang diikuti 3 klub dalam negeri dan 3 klub negara tetangga (Kelantan FC, Selangor FC serta DPMM Brunei), Inter Island Cup serta yang terakhir, Piala Gubernur Jatim, yang menimbulkan kisruh di partai puncak dimana Aremania melakukan protes terkait hasil-hasil yang dialami Arema selama mengikuti turnamen pra-musim meski klub bertabur bintang. Seharusnya ini menjadi daya tarik bagi sponsor, sehingga kedepannya diharapkan dapat mengundang klub-klub negara tetangga untuk ikut bertanding seperti yang terjadi di Piala Gubernur Aceh yang lalu. Selain turnamen itu, ada juga pertandingan yang mempertemukan klub Indonesia dengan klub dari Malaysia, seperti Persebaya 1927 yang bersua Perak FC dan SPFC yang melawan Negeri Sembilan. Juga tahun ini menjadi tahun berkah bagi klub di Indonesia, dimana ada beberapa klub luar yang datang ke Indonesia, seperti QPR, Valencia dan Intermilan. Tentunya hal ini merupakan sesuatu yang positif bagi perkembangan sepakbola nasional kedepan.
Selain klub-klub, TimNas kita juga menajalani beberapa pertandingan dalam beberapa kompetisi, baik itu Pra Piala Dunia maupun Piala AFF. Dalam Pra Piala Dunia, Indonesia tersisih dari babak penyisihan sebagai juru kunci. Bahkan, Indonesia mendapat malu dengan kekalahan telak 10-0 dari Bahrain. Banyak yang menyatakan hal itu diperoleh karena Timnas tidak diisi pemain-pemain terbaik Indonesia, dikarenakan carut marut yang terjadi dan juga akibat pelarangan pemain-pemain tersebut membela Timnas karena bermain di breakway league yang tidak diakui FIFA. Namun kita melihat hal positif dibalik hal itu, yaitu tertempanya mental pemain, yang mayoritas masih muda dan miskin pengalaman. Pada gelaran Piala AFF 2012, Indonesia juga hanya sampai penyisihan group. Setelah bermain imbang melawan Laos dan mengejutkan pendukung setia Timnas dengan mengalahkan Singapura, sesuatu yang sepertinya tidak pernah bisa dilakukan dulu, Indonesia tersisih karena kalah melawan seteru abadi, Malaysia pada pertandingan terakhir. Singapura, yang dikalahkan Indonesia, akhirnya menjadi kampiun setelah mengandaskan Thailand di partai puncak dengan agregat 3-2.
Kita harapkan agar PSSI terus berbenah, agar klub-klub maupun Timnas Indonesia dapat lebih 'bersuara' dimasa depan, tentunya setelah PSSI bisa menyelesaikan kisruh yang terjadi agar hal itu tidak menghambat program-program yang telah disusun. Salah satunya adalah pembinaan usia dini, karena itulah cikal bakal dan tempat bibit-bibit muda Indonesia dilatih. Kita dapat melihat hal itu yang terjadi pada Barcelona saat ini dan Ajax serta United dimasa lalu. Barcelona yang fokus mengembangkan pembinaan usia muda, sekarang mulai meraih hasilnya. Itu juga yang kita harapkan dalam konsisi sepakbola nasionala kedepannya.
PSSI dan Perjuangannya
Menjelang detik-detik pergantian tahun ini, penulis kembali berusaha menyajikan apa yang terjadi di kisruh sepakbola nasional, khususnya yang dialami PSSI beserta pengurus dan program-programnya.
Kita kembali kebelakang, saat NH masih menjadi pucuk pimpinan di tubuh PSSI. Saat itu, karena tidak puas melihat kompetisi yang seperti jalan ditempat. penonton ramai namun prestasi nihil dan masih banyak klub yang kembang kempis mengarungi kompetisi, Arifin Panigoro berinisiatif membuat sebuah kompetisi (dibaca liga) baru dalam rangka industrialisasi sepakbola nasional. Terbentuklah Liga Prima Indonesia (LPI), dengan CEO, Widjajanto. Saat itu, liga ini diisi oleh klub-klub baru yang belum terdaftar di PSSI. Sebelum liga dimulai, sudah ada inisiatif pihak LPI agar kompetisi ini berada dibawah yuridiksi PSSI. Namun oleh NH, hal itu ditolak. Akhirnya, LPI berjalan atas rekomendasi dari BOPI.
Belum genap semusim LPI berlangsung, terjadi kisruh di kancah sepakbola nasional, dimana masyarakat pecinta bola mengadakan gerakan untuk menurunkan sang puang dari tampuk kekuasaannya. Banyak hal yang menjadi alasan seperti prestasi Timnas yang tak kunjung membaik, adanya politisasi sepakbola hingga dugaan pengaturan skor dan penyuapan. NH beserta NDB dan petinggi PSSI berusaha mempertahankan diri dengan berbagai cara. Akhirnya, dibentuklah Komite Normalisasi PSSI. Salah satu wewenang KN adalah melaksanakan Kongres PSSI dalam memilih Ketum baru. Melihat tidak ada celah untuk kembali menduduki PSSI, karena masyarakat antipati dicari jalan lain. GT yang saat itu merupakan calon kuat dan terkenal karena ketegasannya, selain tentunya dekat dengan berbagai kalangan karena statusnya yang merupakan mantan KSAD, dijegal oleh pihak-pihak ini berikut dengan AP. Imbasnya, NH dan NDB juga dilarang ikut dalam pencalonan Ketum PSSI. Pihak-pihak tersebut kemudian mencari nama baru yang diharapkan dapat 'disetir' dan dijadikan boneka mereka. Mereka memilih DA sebagai Ketum PSSI yang baru, serta disusupkanlah LNM dan TA pada posisi ExCo, untuk mengamankan apa yang terjadi sebelumnya. Pergantian posisi ini menimbulkan polemik, karena ternyata pengurus lama tidak memberikan LPJ, sebagaimana layaknya dalam suatu organisasi, dan juga laporan keuangan yang minus dan amburadul.
DA, yang semula mereka kira dapat disetir, ternyata melakukan perombakan besar-besaran (dibaca revolusi) dalam tubuh PSSI. Hampir semua pengurus lama didepak dan diganti wajah-wajah baru. Ini menimbulkan efek kejut bagi pengurus yang lama. Periuk nasi mereka dalam keadaan terancam. Mereka yang selama ini merasa nyaman, harus mengalami hal pahit demikian.
DA, yang mengusung perubahan, mulai mencoba melakukan industrialisasi sepakbola dan mengikuti semua aturan-aturan yang ditetapkan AFC. Diadakanlah pendaftaran ulang untuk seluruh klub dan dilakukan verifikasi untuk mengetahui mana klub yang berbadan hukum dan layak berkompetisi sesuai aturan FIFA/AFC. Ini menjadi peluang bagi pihak-pihak yang tersakiti itu untuk melakukan perlawanan balik dengan mengajak klub-klub yang juga kaget akan gebrakan DA. Banyak alasan yang dikemukakan, mulai adanya klub-klub gratisan, tidak sesuai statuta dsb. Padahal jika membaca wewenang Ketum dan Exco, mereka inilah yang menentukan jumlah klub yang mengikuti kompetisi.
Terjadilah perlawanan! Dengan mengusung misi pergantian Ketum karena melanggar statuta Bali, dilakukanlah KLB di Ancol. Terpilihlah LNM sebagai Ketua Baru PSSI Perjuangan, yang kemudian dikenal sebagai KPSI. Mereka mengklaim mewakili 2/3 anggota PSSI, sehingga berhak mewakili Indonesia sebagai federasi yang resmi.
Diawal pembentukannya, KPSI seolah mendapat angin karena posisinya juga dengan berbagai opini yang mereka sebarkan melalui jejaring media yang mendukung (baca VIVA CORP). Hampir setiap hari ada saja berita yang diluncurkan terkait dengan KPSI sebagai Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia. Hal-hal positif tentang KPSI didengungkan dan hal negatif tentang PSSI yang dikumandangkan. PSSI seakan melawan berbagai macam elemen, khusunya media yang tergabung dalam VIVA. Ditambah dengan ketidak-netralan sebagian media dalam memberi informasi yang benar terkait kisruh yang terjadi, dengan alasan susahnya info diperoleh dsb.
Namun, kebenaran takkan pernah kalah oleh kejahatan. Apa yang selama ini didengungkan KPSI ternyata merupakan pepesan kosong. KPSI yang semula memiliki posisi kuat perlahan mulai tergerus setelah pergantian Sekjen TG kepada HM.
FIFA yang mengetahui duduk persoalan dan akar permasalahan di sepakbola nasional, kemudian memberi kesempatan pada PSSI untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. FIFA tidak ingin terlalu dalam mencampuri permasalahan yang terjadi dalam suatu federasi. Hanya saran yang diberikan dalam penyelesaian kisruh tersebut.
KPSI terus melaksanakan propaganda mereka untuk menjelekan PSSI. Tidak sedetikpun diberi waktu bagi PSSI dan pengurus yang baru terpilih untuk melaksanakan tugas mereka. Mulai kekalahan telak Timnas atas Bahrain, tim-tim gratisan, pelanggaran statuta dsb, dijadikan alat bagi KPSI.
Sampai akhirnya dibentuk JC, sesuai saran dari AFC dalam menengahi kisruh yang terjadi. Namun JC ini juga deadlock, karena pihak KPSI selalu beralasan tidak bisa hadir ketika JC bersidang. Hasil-hasil JC juga kemudian di pelintir oleh KPSI untuk kepentingan perjuangan mereka. Namun, PSSI tetap bersikukuh akan wewenang dan legitimasi yang mereka miliki.
JC inipun gagal, karena seringkali salah satu pihak (baca KPSI) melakukan pelanggaran sesuai isi MoU JC. Ada berbagai alasan dan pelintiran yang mereka sampaikan. Hingga akhirnya PSSI memutuskan JC bubar saat Kongres di Palangkaraya.
Setelah JC gagal, PSSI kemudian mendapat lawan baru, Menpora dan KONI serta yang terakhir TF. Namun, sampai penghujung tahu 2012, PSSI masih mampu bertahan bahkan cenderung posisi mereka berada diatas angin saat ini, setelah KPSI melakukan beberapa blunder yang mencoreng perjuanagan mereka. Ternyata, perlawanan yang dilakukan KPSI tidak tulus, namun ada maksud tertentu untuk 2014 depan.
Semoga PSSI dapat menyelesaiakn kisruh yang terjadi sebelum tenggat waktu Maret 2013 dan mengajak klub-klub yang selama ini berkompetisi di ISL agar berkenan kembali mengikuti kompetisi dibawah PSSI sebagai federasi yang sah.
Ini merupakan catatan akhir tahun dan juga harapan bagi PSSI kedepannya.
Salam
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar