Solusi Tanri Abeng Versus Trisakti
http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/1371-solusi-tanri-abeng-versus-trisakti.html
http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/1371-solusi-tanri-abeng-versus-trisakti.html
Solusi Utang Tanri Abeng vs Trisakti Bung Karno
Oleh: Justiani (Liem Siok Lan) Email: liemsioklan@gmail.com HP: 0812 1813 5758
(*) Alumni Teknik Informatika ITB, sekarang Direktur Eksekutif Go Green Go Clean Indonesia & Direktur Eksekutif LP3ES Consultant.
Oleh: Justiani (Liem Siok Lan) Email: liemsioklan@gmail.com HP: 0812 1813 5758
(*) Alumni Teknik Informatika ITB, sekarang Direktur Eksekutif Go Green Go Clean Indonesia & Direktur Eksekutif LP3ES Consultant.
Tulisan Tanri Abeng di Kompas 10 Oktober 2014 berjudul "Solusi Tuntas Utang Negara" intinya menawarkan agar sejumlah BUMN prima yang mewakili 97% aset dan 99,8% profit dikelompokkan dalam 5 (lima) kategori holding yang lantas dipoles, dibedaki, dilipstiki biar cantik untuk dijual ke pasar modal (istilah manajemennya depolitisasi, debirokratisasi, delink asset, derailing, profitisasi, public offering, dst) untuk melunasi hutang NKRI selama lima tahun pemerintahan Jokowi.
Gagasan tersebut, secara manajemen tepat sekali, namun dari kerangka (sudut pandang) Trisakti Bung Karno, salah sasaran. Karena ketika dijual,dapat dipastikan pembelinya bukan 99,9% rakyat Indonesia, mengingat pemain pasar modal dengan semua derivatifnya hanya 0,02% rakyat Indonesia (elite) sementara mayoritas rakyat 99,8% aktivitasnya sektor informal dan UMKM yang tidak pernah bermain di sektor spekulatif ekonomi tersebut.
Sepakat dengan Tanri perlunya dilakukan depolitisasi, debirokratisasi, delink asset, derailing, profitisasi, public offering, dst, namun sebelumnya wajib diadakan dulu restrukturisasi korporasi (corporate restructuring) dari BUMN menjadi BUMR (Badan Usaha Milik Rakyat), sesuai dengan tuntutan proses demokratisasi ekonomi, dengan cara menyuntikkan dua (2) hal yakni pertama teknologi kerakyatan yang canggih (state of the art), dan kedua model keuangan yang mengubah kepemilikan negara menjadi kepemilikan rakyat secara "koopetitif".
Inilah esensi dari networking economics (people cybernomics) dimana transformasi dari model konglomerasi menjadi aglomerasi kerakyatan melalui teknologi skala kecil-kecil mandiri yang dirangkai dengan jaringan telematika sehingga tetap memiliki "value" raksasa sebagaimana disarankan oleh Tanri dengan pembentukan holding company agar skala (volume) dari segi asset maupun income (revenue) juga besar.
Jokowi mewakili CEO NKRI (Negara Korporasi Rakyat Indonesia) tinggal tandatangan dengan Mark Zuckenberg pemilik (CEO) facebook untuk melakukan public offering ke 10 (sepuluh) pasar uang global, ketika BUMR berbasis telematika sudah dilaksanakan dengan merujuk paradigma baru yang go green, go clean, blue energy, zero waste, balance food and energy, organic, agglomerative model, dan environmental accounting system, dll yang semuanya dimiliki Indonesia sebagai berkah Tuhan YME. Hal serupa dilakukan oleh RRC sehingga dapat memposisikan cadangan devisanya sebesar USD 3Triliun dengan cara perusahaan-perusahaan RRC membuka marketing office di USA dan Eropah lalu melakukan public offering di top ten money markets.
Kembali ke laptop, Inti soalnya, BUMN telah menyimpang dari missi awal untuk mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. BUMN kini malah jadi sapi perahan partai dan elit yang berkuasa. Bahkan, ratusan BUMN menurut Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi, adalah ciri negara otoriter (komunis) karena negara ikut berbisnis, seharusnya seperti RRC, rakyatnya disantuni sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, diberi pekerjaan, bukan sebaliknya rakyatnya harus tender melawan BUMN seperti macan dan kambing diadu dalam satu kandang sehingga rakyatnya penyet.
Alhasil hampir semua BUMN menjadi pemain rente-ekonomi dari rakyatnya yang ngesubkontrak berbagai pekerjaan. Kalau BUMN, proyek negara, pinjam dari bank negara, kalau rugi yang nanggung negara, sementara rakyat ngutang sendiri kalau rugi asetnya disita.
Sebenarnya, dalam "economy circle" (lingkaran ekonomi) di era pasar bebas, dimana kekuatan kapital sangat dominan, maka peran pemerintah adalah penyeimbang lingkaran ekonomi tersebut. Yang kalau diterjemahkan secara kongkrit, maka tugas besar pemerintah adalah pelindung lapisan masyarakat yang paling bawah melalui berbagai bentuk insentif kesejahteraan sosial ekonomi (welfare program) tidak hanya melalui sumbangan pajak dari mereka yang kuat. Namun lebih dari itu melalui korporasi kerakyatan yang terorganisir dengan sistem berbasis telematika dan multimedia sehingga rakyat juga bisa merasakan nilai tambah secara langsung tanpa melalui tangan-tangan elite politik dan partai-partai ataupun manajemen atas nama negara yang terbukti korup.
Bagi Indonesia sesungguhnya sangat relevan dengan model "koopetitif" ("kooperatif sekaligus kompetitif"), bahkan para pendiri Republik sudah mencanangkan secara nyata dalam bentuk BUMN dan Koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa. Namun karena tuntutan jaman, bentuk BUMN dan Koperasi perlu direstrukturisasi menjadi BUMR (Badan Usaha Milik Rakyat). BUMR yang berbasis manajemen online yang ramping, efisien, kualitas standard, dan kompetitif. Inilah model "kapitalisme kerakyatan" yang pada esensinya juga berupa "sosialisme demokrat".
Bisnis kerakyatan yang terorganisir dengan manajemen digital inilah bentuk demokrasi kerakyatan yang sesungguhnya, karena rakyat ikut aktif dalam kegiatan bisnis yang menyangkut nasib dan kehidupannya melalui manajemen dan teknologi yang mampu bersaing dengan korporasi secara global. Teknologi telematika & multimedia yang memungkinkan rakyat kembali berkuasa telah diramalkan akan menjadi "platform" masyarakat digital masa depan. Inilah esensi dari people cybernomics.
Dengan cara ini gagasan untuk melahirkan kesetaraan dalam bidang politik otomatis menjadi teruji secara obyektif rasional. Bangsa ini menyia-nyiakan berkah Tuhan berupa negeri khatulistiwa yang menjadi paru-paru dunia, plus menyia-nyiakan peluang yang didatangkan globalisasi. Padahal globalisasi akan terus berjalan tak peduli Indonesia siap atau tidak siap. Bangsa ini tidak memanfaatkan kemajuan tehnologi terlebih dibidang ICT dan Multimedia.
Dengan rancang bangun perekonomian yang mensinergikan kekuatan global dengan kerakyatan tanpa beban manajemen politik negara yang sarat korupsi, maka bangsa kita akan masuk dalam era baru yaitu era kesetaraan dibidang ekonomi yang ikutannya adalah kesetaraan dalam bidang politik. Disanalah nanti demokrasi dalam arti kedaulatan rakyat (hak tertinggi untuk mengatur negara) dapat diwujudkan tanpa tirani.
Kelak akan terwujud kebebasan (liberal) dalam arti yang sesungguhnya, yaitu kebebasan bagi segenap rakyat Indonesia dalam kesetaraan, tanpa mengurangi atau mengganggu hak orang lain. Sehingga liberalisasi yang kita laksanakan bukanlah liberalisasi tanpa kesetaraan ibarat mencampur antara "kambing dan macan", sebagaimana selama ini. Sementara di negara asal paham liberalisme sendiri, sudah memberi perlindungan kepada si kecil yaitu dengan Undang-undang Anti Monopoli, Anti Trust, Anti Dumping dll.
Dan yang terpenting, pesan yang disampaikan dalam startegi Samudra Biru (Blue Ocean Strategy) adalah sikap kepemimpinan, yang harus pandai mengubah segala macam persoalan menjadi peluang dan tantangan. Disini diharapkan kepemimpinan Jokowi yang yang tegas dan berwawasan global namun tetap kerakyatan.
Inilah impian Trisakti Bung Karno dapat diwujudkan pada era revolusi senyap (silence revolution) yang didorong oleh telematika dan multimedia, sebagaimana kemenangan Jokoi yang diusung oleh gerakan netizens WNI se dunia yang mayoritasnya apolitis menjadi aktivis pembaea perubahan dahsyat akan perbaikan.
Mustahil lahir kesetaraan dalam bidang politik tanpa adanya jaminan kesetaraan dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi. Inilah soal utama negara ini ketika bicara demokrasi tanpa menyentuh esensi pemerataan sumberdaya untuk rakyat selama ini. Inilah kunci untuk mewujudkan demokrasi yang sejati. Inilah solusi revolusi mental melalui sistem yang berpihak kepada kerakyatan dan bertaraf global.
Soal hutang NKRI ada banyak cara mudah untuk melunasi asalkan Jokowi siap membalik paradigma dan memposisikan Indonesia, sang paru-paru dunia, untuk kembali hijau dan menghasilkan Oksigen bagi dunia.
1. Debt Swap dengan negara-negara penghasil CO2 untuk program pendidikan hijau (green revolutio through education), kesehatan preventif "back to nature", poverty alleviation through conglomerative paradigm shift into agglomerative model, industries transformed into green business, local wisdom cultural promotion, green island model, global environmental accounting system model in Indonesia, dan masih seabreg agenda global yang ramuannya dimiliki Indonesia.
2. Tagihan Carbon Credit dari pergeseran bisnis lama menjadi green business yang menerapkan berbagai teknologi penghematan, teknologi pemurnian, teknologi enzyme, teknologi nano, dll untuk aplikasi banyak sektor yang semuanya menyelamatkan bumi serta seisinya.
3. Program Penghijauan berbasis telematika, sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah Papua New Guinea, dimana pohon-pohon dipasangi chips (seperti simcard) sehingga penghasilan Oksigen bisa dipantau lewat satelit oleh software dimana saja, dengan bisnis model yang mensinergikan tanaman pangan dan tanaman energi mengacu kepada model hutan amazone yang masih perawan, dimana sudah dimodelkan suatu ekosistem yang komplit dari berbagai organisme nano, micro, mini, meso, sampai mega cosmics yang semua mempunyai peran dalam keterkaitan holistik.
Akan dengan senang hati Go Green Go Clean bersama Algore Foundation membantu merestrukturisasi hutang NKRI kepada negara-negara penghasil CO2 terbanyak di dunia yang sekarang menjadi pemberi kredit kepada NKRI melalui dasar penerapan environmental accounting system, dimana Oksigen dihitung,dan Indonesia paru-paru dunia belum pernah memperhitungkannya, hal mana sudah disepakati dunia.
Hal tersebut sudah pernah kami sampaikan kepada Presiden SBY, dan beliau sangat apresiasi, serta antusias dengan komitmen menurunkan emisi 26% yang ditandatangani di Earth Summit, sayangnya pemahaman tidak komprehensif karena peradigma lama yang polutif, ekstraktif eksesif, konglomeratif yang bertentangan dengan paradigma baru tersebut tidak disinkronkan sehingga hambatan lebih dominan daripada kesuksesan yang dijanjikan SBY kepada dunia. Semoga Jokowi bisa menjadi penyelamat bagi stigmatisasi tentang "SBY The Liar"
__._,_.___
Posted by: Siok Lan Liem <liemsioklan@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar