Kamis, 23 Oktober 2014

[GELORA45]: 343 Warga Minum Air Kubangan

 


Kepada Kawan2 yang mempunyai kontakt dengan Lembaga2 Pemerintah R.I 

MOTTO; PEDULI RAKYAT - PEDULI BANGSA BERARTI CINTA TANAH AIR

MOHON DILANJUT KIRIMKAN BERITA atau LINK  dIbawah ini( S.O.S)- KUPANG , TIMOR SELATAN)  kepada Lembaga2 PEMERINTAH R.I / Agar Masyarakat KUPANG , khusunya Warga
DESA  Desa Hoi, Kecamatan Oeninu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT)

NOTE> Kiranya Angktan Laut  dan Angkatan Udara R..I  bisa tanpa problem membantu Penduduk setempat dng mendrop 
AIR MINUM dan Obat2an ( Anti Baktteri, Virus dan Anti Baksil dan lain2 Kebutuhan Pokok Penduduk setempat  ).

Terima kasih atas perhatian Anda semua . DEMI KEMANUSIAN 


http://sinarharapan.co/news/read/141023096/-div-343-warga-minum-air-kubangan-div-div-div-

2014-10-24 0:26 GMT+02:00 Awind j.gedearka@upcmail.nl [GELORA45]

 


On 10/23/2014 08:30 PM, Awind wrote:

http://sinarharapan.co/news/read/141023096/-div-343-warga-minum-air-kubangan-div-div-div-

Beritadaerah / Dok
Ilustrasi
Baru DPRD TTS yang memberikan bantuan air bersih lewat tangki.
KUPANG - Jumlah warga yang mengonsumsi air kubangan di Desa Hoi, Kecamatan Oeninu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) bertambah. Jika semula hanya 283 warga, sekarang jumlahnya menjadi 343 jiwa dari 116 keluarga.

Malah, air kubangan yang biasanya dijadikan tempat minuman ternak sapi, babi, dan kambing itu sekarang mulai mengering. Dua dari tiga embung yang ada di wilayah itu sudah kering, sedangkan satu embung yang masih bisa dimanfaatkan warga airnya sangat kotor.

“Kami harap pemerintah membantu kami sampai musim hujan tiba,” ujar Sakarias Isu, warga setempat.
Sakarias membenarkan ada bantuan air tangki dari DPRD TTS. Namun, air itu sudah habis terpakai hanya dalam  dua hari. Tidak ada pilihan lain. Sekarang warga kembali meng­onsumsi air kubangan dan embung.

“Setiap hari kami rebutan dengan ternak hanya untuk mendapat air kubangan itu. Padahal, itu untuk ternak, bukan manusia,” katanya.

Kepala Desa Oebaki, Lodovikus Fallo juga mengemukakan, sampai saat ini pemerintah TTS belum memberikan bantuan air bersih. Air tangki yang diberikan kepada warga baru satu kali. Itu pun bantuan dari DPRD TTS. Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), baik provinsi maupun kabupaten TTS belum mendatangi lokasi kejadian untuk mendata warga yang krisis air bersih.

Dia berharap pemerintah pusat dan daerah segera memberikan bantuan. Khusus di Desa Oebaki, pemerintah harus membangun sumur bor karena semua sumber air di wilayah tersebut kering setiap kali datang musim kemarau. 
Menurut Lodovikus,  343 jiwa dari 116 keluarga di Dusun I, II, dan III akhir-akhir ini mengonsumsi air embung yang tidak jauh dari permukiman warga. Seluruh sumber air di desa itu saat ini kering. Jadi, warga terpaksa mengambil air embung yang sebelum diminum harus dimasak terlebih dahulu. Padahal, air itu kalau digunakan untuk mandi menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal.

“Embung itu swadaya masyarakat, bukan bantuan pemerintah. Embung itu adalah tampungan air hujan,” kata Lodovikus, Rabu (22/10). Belasan anak balita di wilayah tersebut diserang penyakit muntah-muntah dan buang air (muntaber). Mereka dilarikan ke RSUD So’e. Menurut keterangan dokter, penyakit tersebut muncul akibat mengonsumsi air kotor. Beruntung tidak ada korban jiwa. Balita yang muntaber pun sudah kembali ke rumahnya.

Pada 16 Oktober 2014, DPRD TTS membantu warga  mendistribusikan air bersih sebanyak empat tangki berukuran 5.000 liter. Namun, air itu sudah habis hanya dalam dua hari sehingga warga kembali mengonsumsi air embung. Air bersih empat tangki yang diberikan itu hanya cukup untuk warga di Dusun I dan II. Sementara itu, Dusun III tidak kebagian. Warga yang mendapat bantuan juga tidak memiliki wadah atau tampung­an air. “Warga hanya menyediakan jeriken ukuran 5 liter sehingga sulit menampung air,” tutur Lodovikus.

Anggota DPRD NTT, Jefri Un Banunaek yang menghubungi SH dari lokasi kekeringan mengatakan, 626 warga di Desa Hoi bertahan hidup dengan mengonsumsi air kotor. Jumlah mereka semakin bertambah sehingga pemerintah diminta segera mengatasinya. Belasan balita yang terkena muntaber sehingga dilarikan ke RSUD So’e diakibatkan terlambatnya intervensi pemerintah untuk memberikan bantuan.

Saat disinggung mengenai bantuan pemerintah, Jefri menjelaskan, sesuai laporan warga setempat, air tangki yang diberikan hanya satu kali. Itu pun hanya cukup  dipakai dua hari. 

Sumber : Sinar Harapan




__._,_.___

Posted by: "Marco45665 ." <comoprima45@gmail.com>

Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)





.


__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar