Rabu, 01 Oktober 2014

[Media_Nusantara] Release Media HuMa: Percepatan Pengakuan Hutan Adat adalah Mandat Konstitusi [4 Attachments]

 
[Attachment(s) from Luluk Uliyah included below]

Kawan-kawan Jurnalis sekalian,

Berikut release media HuMa dari Konferensi Pers HuMa "Menuju Dialog Nasional Penetapan Hutan Adat" yang baru saja digelar.

Untuk informasi lebih mendalam, dapat menghubungi :
1.Chalid Muhammad,  Ketua Badan Pengurus Perkumpulan HuMa Indonesia, HP. 0811847163
2.Nurul Firmansyah, Koordinator Program Perkumpulan HuMa Indonesia, HP. 081374728856
3.Zulfikar Arma, JKMA Aceh, HP. 082161541305
4.Widiyanto, Peneliti Perkumpulan HuMa Indonesia, HP. 087881431952
5.Rahmat Hidayat, Akar Bengkulu, HP. 081294940009

Saya sertakan juga foto saat kegiatan tersebut.

Jangan lupa untuk hadir besok ya.

Salam hangat,
Luluk Uliyah
HP. 0815 1986 8887
---------------------

Siaran Pers

Percepatan Pengakuan Hutan Adat adalah Mandat Konstitusi

 

[Jakarta, 1 Oktober 2014] Percepatan pengakuan hutan adat adalah mandat konstitusi yang perlu dilakukan pemerintah. Putusan MK 35 tahun 2012 telah tegas menyatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara. Oleh karena itu perlu langkah sistematis agar percepatan tersebut dapat dilaksanakan. 

Menuju pada proses percepatan pengakuan tersebut Perkumpulan HuMa memandang penting untuk dilakukan dialog nasional multipihak agar terbangun kesepahaman dan rumusan jalan keluar yang tepat bagi percepatan pengakuan hutan adat.

“Dialog multi pihak antar institusi seperti Kementerian Kehutanan, Kementrian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional, serta pemerintah daerah dan masyarakat adat menjadi penting dilaksanakan untuk mengimplementasikan penetapan hutan adat paska putusan MK 35,”  kata Nurul Firmansyah, Koordinator Program Perkumpulan HuMa Indonesia pada Konferensi Pers yang bertajuk Menuju “Dialog Nasional Penetapan Hutan Adat Demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat”.

“Legalitas keberadaan masyarakat hukum adat masih memerlukan perangkat hukum di tingkat daerah seperti Peraturan Daerah dan Surat Keputusan Kepala Daerah. Sinergi peran antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat adat sangat penting untuk menata dan menginventarisasi kembali hutan adat yang terpisah dari hutan negara”, tambah Nurul Firmansyah.

Konferensi Pers ini diadakan pada Rabu, 1 Oktober 2014 di Dapur Sunda, Setiabudi Building, Jakarta Selatan.  Hadir sebagai narasumber Chalid Muhammad (Ketua Badan Pengurus Perkumpulan HuMa), Nurul Firmansyah, (Koordinator Program Perkumpulan HuMa), Zulfikar Arma (JKMA Aceh), dan Rahmat Hidayat (Akar Bengkulu).

Acara ini diadakan menjelang kegiatan “Dialog Nasional Penetapan Hutan Adat Demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat” yang diselenggarakan oleh Perkumpulan HuMa Indonesia bersama JKMA Aceh, Perkumpulan QBar, KKI Warsi, Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM), RMI Bogor, Akar Foundation, LBBT Pontianak, Perkumpulan Wallacea, AMAN Sulawesi Selatan, Perkumpulan Bantaya, Yayasan Merah Putih (YMP) Palu, PADI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbanghut) Kementerian Kehutanan pada  2 Oktober 2014.

Dalam dialog multi pihak ini akan dihadiri oleh beberapa kepala daerah seperti Gubernur Bengkulu, Wali Nanggroe Aceh, pemerintah daerah, tim peneliti, serta perwakilan masyarakat adat dari Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga Sulawesi.

Dialog multi-pihak ini penting diselenggarakan mengingat untuk mengimplementasikan Putusan MK 35 bersifat lintas-sektor dan lintas level pemerintahan. Putusan MK 35 tidak merevisi pengakuan bersyarat mengenai keberadaan masyarakat hukum adat sesuai dengan Pasal 67 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Artinya, legalitas keberadaan masyarakat hukum adat masih memerlukan perangkat hukum di tingkat daerah, yaitu Peraturan Daerah dan Surat Keputusan Kepala Daerah.

“Dalam konteks tersebut, peran pemerintah daerah untuk menetapkan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum melalui Perda dan atau Surat Keputusan Kepala Daerah menjadi elemen utama untuk penetapan hutan adat”, kata Rahmat Hidayat dari Akar Bengkulu.

Zulfikar Arma dari JKMA Aceh menambahkan, “Secara ekonomi, masyarakat adat yang di mukim menggantungkan hidupnya dari wilayah hutan, baik untuk ketersediaan air irigasi, obat-obatan maupun untuk pemungutan hasil hutan. Hutan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat adat. Hutan Adat adalah merupakan salah satu harta kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat adat di Aceh, dimana itu diatur dalam Qanun Aceh tentang Pemerintahan Mukim. Bahkan sepanjang sejarahnya, Aceh memiliki Lembaga Adat yaitu namanya Panglima Uteun yang secara khusus bertanggung jawab untuk pengelolaan hutan di Mukim”.

Aceh merupakan satu dari 13 lokasi yang didorong oleh Perkumpulan HuMa Indonesia dan mitra-mitranya untuk mengimplementasikan hutan adat paska putusan MK 35, dengan bersandar pada 3 kondisi, yaitu adanya pengakuan masyarakat hukum adat melalui Peraturan Daerah pengakuan, melalui SK Bupati atau belum adanya kebijakan daerah yang mengakui masyarakat hukum adat.

Ketigabelas lokasi tersebut mulai dari Kabupaten Aceh Barat dan Pidie di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Merangin di Jambi, Kabupaten Lebong di Bengkulu, Kabupaten Tanah Datar dan Pasaman di Sumatera Barat, Kabupaten Lebak Banten, Kabupaten Sekadau di Kalimantan Barat, Kabupaten Paser di Kalimantan Timur, Kabupaten Bulukumba dan Luwu Utara di Sulawesi Selatan, Kabupaten Sigi dan Morowali di Sulawesi Tengah.

"Percepatan pengakuan hutan adat sejalan dengan janji presiden dan wakil presiden terpilih dalam dokumen nawacita. Oleh karena itu langkah-langkah strategis perlu dilakukan termasuk penetapan wilayah hutan adat, pemulihan hutan adat oleh masyarakat adat dengan insentif  dana reboisasi pemerintah, mengintegrasikan hutan adat dalam one map policy, serta fasilitasi pengelolaan hutan adat  lestari melalui beragam program pemerintah termasuk mendekatkan  masyarakat adat dengan modal dan pasar bagi hasil hutan non-kayu agar hutan lestari dan masyarakat adat menjadi sejahtera. Kini saat yg tepat untuk mengembalikan kepercayaan pengelolaan hutan lestari pada rakyat setelah puluhan tahun terjadi salah kelola atas hutan kita", tutup Chalid Muhammad, Ketua Badan Pengurus Perkumpulan HuMa Indonesia. [***]

 

Kontak Media :

1.      Chalid Muhammad,  Ketua Badan Pengurus Perkumpulan HuMa Indonesia, HP. 0811847163

2.      Nurul Firmansyah, Koordinator Program Perkumpulan HuMa Indonesia, HP. 081374728856

3.      Zulfikar Arma, JKMA Aceh, HP. 082161541305

4.      Widiyanto, Peneliti Perkumpulan HuMa Indonesia, HP. 087881431952

5.      Rahmat Hidayat, Akar Bengkulu, HP. 081294940009

 

-----------------------------------------------

Informasi Media: 

1.   Mukim merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang dikenal dan telah berlaku sejak lama, diakui dalam peraturan lokal (qanun) bahkan dalam UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

2. Putusan MK 35, Putusan MK perkara Nomor 35/PUU-X/2012 menguji Pasal 1  angka 6, Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),  Pasal 67 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UU No. 41 tahun 1999. Putusan  MK dalam perkara No. 35/PUU-X/2012 mengabulkan sebagian dari  permohonan yang diajukan oleh para pemohon. Pada intinya MK melalui putusan itu mengeluarkan hutan  adat dari hutan negara, tetapi tidak menjadikan hutan  adat sebagai kategori khusus yang berbeda dengan hutan  hak, melainkan memasukkan keberadaan hutan adat  sebagai salah satu jenis dalam hutan hak. Sehingga hutan hak  selain terdiri dari hutan yang berada di atas tanah perseorangan/ badan hukum, juga merupakan hutan yang berada pada wilayah  masyarakat hukum adat (Arizona  et. al , 2013).

 

3. “Dialog Nasional Penetapan Hutan Adat Demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat”

Kamis, 2 Oktober 2014 di Hotel Royal Kuningan

 

PUKUL

AGENDA

08.30 - 08.45

Pembukaan

08.45 - 09.00

Performance Kesenian

09.00 - 10.15

Keynote Speech "Menuju Penetapan Hutan Adat"

 

1. Prof. Ahmad Sodiki, S.H. (mantan Hakim Konstitusi)

 

2. Bambang Soepijanto (Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan)

 

3. Malik Mahmod (Wali Nanggroe Aceh Darussalam)

 

4. Ir. H. Junaidi Hamsyah, S.Ag (Gubernur Bengkulu)

 

5. Widiyanto (Peneliti HuMa)

10.15 - 10.30

Konferensi Pers Hasil Riset Identifikasi Hutan Adat dan Performance Kesenian

10.30 - 13.00

Diskusi Panel

 

Panel 1:  Penetapan Hutan Adat bagi Masyarakat Hukum Adat yang telah Diakui dalam Perda

 

Panel 2:  Pengeluaran Hutan Adat bagi Masyarakat Hukum Adat yang belum Diakui dalam Perda

 

Panel 3: Hutan Adat di Antara Skema Pemberdayaan Masyarakat Kehutanan

 

Panel 4: Penguatan Peradilan dan Kelembagaan Adat

13.00 - 14.00

Istirahat

14.00 - 14.30

Pembacaan Pleno dan Pernyataan Bersama

14.30 - 15.00

Ceramah singkat: "Pentingnya Hutan Adat bagi Kepentingan Masa Depan" oleh Anies Baswedan, Ph.D

15.30 - 16.00

Penutup: Parodi Pewarisan Masalah Hutan dari Rezim ke Rezim

 

 





This email is free from viruses and malware because avast! Antivirus protection is active.


__._,_.___

Attachment(s) from Luluk Uliyah | View attachments on the web

3 of 3 Photo(s)

1 of 1 File(s)


Posted by: Luluk Uliyah <lulukuliyah@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

Check out the automatic photo album with 3 photo(s) from this topic.
3. Chalid Muhammad.jpg 2. Nurul Firmansyah_2.jpg 1. Nurul Firmansyah_1.jpg


.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar