Pernyataan Sikap Pandangan Komnas Perempuan atas Adopsi Pemerintah RI terhadap 36 Rekomendasi Universal Periodic Review dalam Sidang HAM PBB, 19 September 2012
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi Sidang Universal Periodic Review (UPR) yang telah dengan cermat mendiskusikan perkembangan, baik kemajuan maupun tantangan dalam pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi Sidang Universal Periodic Review (UPR) yang telah dengan cermat mendiskusikan perkembangan, baik kemajuan maupun tantangan dalam pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.
Komnas Perempuan mengapresiasi langkah pemerintah RI yang secara proaktif berhubungan dengan Sidang UPR, serta membuka keterlibatan institusi HAM dan masyarakat sipil di dalam negeri dalam penyusunan laporan dan pasca UPR guna merumuskan sikap pemerintah RI terhadap sejumlah rekomendasi yang tertunda.
Komnas Perempuan mengapresiasi komitmen negara dalam mengadopsi rekomendasi-rekomendasi penting di Sidang UPR, 150 dari 180 rekomendasi, bagi pemajuan upaya pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia. Dalam Sidang UPR sesi ke-13 di bulan Mei 2012, Indonesia telah menerima 144 dari 180 rekomendasi yang diberikan. Dalam Sidang Dewan HAM kemarin (19/09), pemerintah menyatakan komitmennya untuk mengadopsi 6 rekomendasi tambahan. Adapun tambahan rekomendasi yang diterima adalah terkait komitmen untuk meratifikasi Optional Protocol CEDAW dan Konvesi ILO No. 189 untuk Pekerjaan Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, memajukan transparansi kerja HAM, mendukung kehadiran Palang Merah Internasional, dan mendiskusikan dengan berbagai pihak tentang sunat perempuan untuk mendorong upaya penghapusan praktik mutilasi genital perempuan.
Namun, Komnas Perempuan menyesalkan keengganan pemerintah RI untuk mengadopsi 30 rekomendasi lainnya. Hal ini bertentangan dengan komitmen negara yang disampaikan dalam Sidang UPR. Komnas Perempuan berpendapat bahwa rekomendasi-rekomendasi itu relevan dan konstruktif untuk memajukan pemenuhan HAM di Indonesia, khususnya bagi kelompokrentan diskriminasi dan kekerasan seperti kelompok disabilitas, anak, tahanan, minoritas seksual, masyarakat adat, dan kelompok minoritas agama. Keenganan pemerintah Indonesia untuk mengadopsi rekomendasi berkenaan dengan persoalan di Papua dan Aceh, penghapusan hukuman mati dan hukuman badan yang tidak manusiawi lainnya, serta perlindungan bagi pembela HAM dan terhadap jurnalis juga mereduksi komitmen negara pada pemenuhan dan pemajuan HAM.
Terkait isu khusus perempuan, Komnas Perempuan menyesalkan keengganan pemerintah RI menerima rekomendasi untuk mencabut Permenkes 2010 tentang Sunat Perempuan. Berdasarkan kajian Komnas Perempuan, sekalipun dimaksudkan untuk mengurangi bahaya dari sunat perempuan aturan tersebut justru meneguhkan diskriminasi terhadap perempuan yang merupakan akar masalah kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan berpendapat bahwa langkah terbaik adalah untuk kembali pada kebijakan Kementerian Kesehatan sebelumnya dimana petugas medis dilarang terlibat dalam praktik sunat perempuan dan untuk Pemerintah menyosialisasikan bahaya sunat perempuan baik dari aspek kekerasan maupun diskriminasi terhadap perempuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya dialog dengan berbagai pihak, khususnya pemuka agama dan masyarakat berkaitan dengan persoalan ini.
Komnas Perempuan juga berbeda pandangan dengan Pemerintah RI terkait rekomendasi tentang perlindungan bagi pembela HAM. Fakta lapangan menunjukkan bahwa pembela HAM rentan terhadap intimidasi, kekerasan, bahkan kriminalisasi. Untuk itu, Komnas Perempuan mendorong Pemerintah RI untuk meneguhkan komitmen, dukungan dan perlindungan pada pembela HAM melalui produk legislasi dan penegakan hukum yang lebih baik, dengan memperhatikan kerentanan khusus perempuan pembela HAM dan terutama mereka yang bekerja dalam isu-isu yang kerap menuai stigma dan penolakan atas nama agama, adat, dan moralitas. Untuk memperoleh hasil yang nyata, Komnas Perempuan akan mendukung upaya Pemerintah RI dalam menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang telah diterima, termasuk dengan mendiskusikan kerangka indikator capaian dan waktu pelaksanaan rekomendasi. Komnas Perempuan juga
mendorong pemerintah untuk melanjutkan praktik baik berkonsultasi dengan pihak sektoral di pemerintahan, lembaga legislatif, yudikatif dan masyarakat sipil dalam menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi tersebut, dan juga untuk mendiskusikan persoalan-persoalan lainnya yang juga ada di lapangan meskipun rekomendasi-rekomendasi terkait persoalan itu belum diterima oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Jakarta, 20 September 2012
Kontak:
Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komnas Perempuan, 081311130330
Andy Yentriyani, Ketua SubKomisi Partisipasi Masyarakat, 081317128173
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar