----- Forwarded Message -----
From: yusuf ikhlas abdul arif al jugjakarti <abang_gun@yahoo.co.uk>
To:
Sent: Wednesday, March 14, 2012 9:13 PM
Subject: [mediacare] Siaran Pers Hak Asasi Petani: Dari Deklarasi Rakyat menuju Kewajiban Negara [4 Attachments]
[Attachment(s) from yusuf ikhlas abdul arif al jugjakarti included below]Hak Asasi Petani: Dari Deklarasi Rakyat Menuju Kewajiban Negara: Komite Penasehat Dewan HAM PBB Dorong Adopsi Deklarasi Hak Asasi Petani Sebagai Instrumen HAM Internasional
Siaran Pers IHCS
Harus ada perhatian lebih terhadap kelompok rentan yang bekerja di pedesaan, khususnya petani kecil, orang tak bertanah, nelayan, pemburu, dan peramu. Oleh karenanya, harus dilakukan adopsi deklarasi hak asasi petani sebagai sebuah instrumen hak asasi manusia di tingkat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Hal tersebut disampaikan oleh Komite Penasehat Dewan HAM PBB dalam pertemuan Sesi ke-19 Dewan HAM PBB yang digelar sejak tanggal 27 Februari-23 Maret 2012 di Jenewa, Swiss."Tercatat, 80 persen dari penduduk dunia yang menderita kelaparan tinggal di daerah pedesaan. Dan hari ini, 50 persen dari penduduk dunia yang kelaparan adalah petani kecil yang bergantung keseluruhan atau sebagian pada pertanian untuk mata pencaharian mereka." Demikian salah satu basis argumentasi yang disampaikan Komite Penasehat Dewan HAM dalam dokumen lobi resminya yang juga merupakan studi final tentang pemajuan hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan.
Pertemuan ini merupakan sinyal positif bagi Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) telah memperjuangkannya secara formal di PBB sejak 2008, bersama sejumlah organisasi masyarakat internasional lain, seperti La via Campesina, FIAN Internasional dan CETIM.Deklarasi Hak Asasi Petani itu sendiri adalah hasil Konferensi Nasional Pembaruan Agraria dan Hak Asasi Petani di tahun 2001 yang melahirkan Deklarasi Hak Asasi Petani dan ide tentang KNUPKA (Komisi Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria).Seperangkat hak yang hendak dilindungi meliputi: (1). Kesetaraan hak perempuan dan laki-laki petani; (2). Hak atas kehidupan dan atas standar kehidupan yang layak; (3). Hak atas Tanah dan Teritori; (4). Hak atas Benih, Pengetahuan dan Praktek Pertanian Tradisional; (5). Hak atas Permodalan dan Sarana Produksi Pertanian; (6). Hak atas Informasi dan Teknologi Pertanian; (7). Kebebasan untuk Menentukan Harga dan Pasar untuk Produksi Pertanian; (8).Hak atas Perlindungan Nilai-nilai Pertanian; (9). Hak atas Keanekaragaman Hayati; (10). Hak atas Pelestarian Lingkungan; (11). Kebebasan Berkumpul, Berpendapat dan Berekspresi; (12). Hak untuk Mendapatkan Akses terhadap Keadilan
Dalam proses perjuangan diplomatik tersebut, negara-negara yang kemudian mendukung inisiatif ini dalam sidang-sidang Dewan HAM PBB, antara lain adalah Indonesia, Venezuela, Bolivia, Senegal, Ekuador, Kuba, Afrika Selatan, dan Ghana.Selain dukungan dari sejumlah pemerintah (negara) inisiatif ini juga didukung oleh Pelapor Khusus Hak Atas Pangan, Olivier De Schutter. Dukungan De Schutter ini tampak jelas dalam rekomendasi laporan di muka sidang pada tanggal 6 Maret perihal dampak krisis pangan terhadap hak atas pangan, khususnya di Cina, Madagaskar, Afrika Selatan dan Meksiko (dokumen sidang A/HRC/19/59).
Sementara, IHCS sebagai salah satu unsur delegasi masyarakat yang bekerja untuk pemajuan dan pembelaan hak atas pangan dan hak asasi petani dalam tim advokasi hak asasi petani ini menyampaikan bahwa Dewan HAM PBB harus membuat prosedur khusus yang baru untuk meningkatkan promosi dan perlindungan hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan, di mana hak atas tanah harus diakui dalam hukum internasional Hak Asasi Manusia. Instrumen baru ini harus mengakui hak-hak yang tercantum dalam instrument internasional yang ada, untuk meningkatkan koherensi dan visibilitas. Instrumen baru tersebut juga harus mengakui hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan, antara lain hak atas tanah, benih dan alat-alat produksi.
Adapun salah satu rekomendasi IHCS dalam studi tentang pemajuan hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan, adalah bahwa perhatian lebih harus diberikan pada pembaruan agraria yang bermanfaat bagi pemilik tanah skala kecil dan mempromosikan perlindungan kepemilikan dan akses terhadap tanah bagi rakyat di pedesaan, terutama bagi perempuan.Di level nasional, DPR memiliki Prioritas Prolegnas yaitu RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Diharapkan RUU ini sebagai realisasi progresif pemenuhan dan perlindungan hak-hak petani, dalam pengertian petani sebagai sebagai produsen pangan; sebagai kelompok rentan; sebagai korban konflik agraria; sebagai subyek pembaruan agraria .Dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, tinjauan kritisnya antara lain: Pertama. Hak-hak apa yang dilindungi tidak komprehensif; Kedua. Mereduksi hak berserikat hanya dalam Asosiasi dan Dewan Komoditas; Ketiga. Tanpa Pemulihan Hak Korban Konflik Agraria; Keempat. Tanpa Reforma Agraria sebagai hak petani, persoalan tanah hanya dicukupkan pada kawasan usaha tani tanpa redistribusi lahan untuk petani kecil dan buruh tani dan tanpa batas maksimimum serta minimum kepemilikan tanah, pengaturan penggunaan tanah lewat konsolidasi tanah bukanlah landreform, sehingga tidak ada jelas peruntukan tanah (obyek landreform) sebagai hak petani. Obyek landreform: hanya tanah terlantar, tanah negara; Kelima. Tanpa Jaminan Sosial (Asuransi Pertanian Bukan Jaminan Sosial); Keenam. Tanpa perlindungan Petani Pemulia Benih yang dilindungi hasil budi dayanya; Ketujuh. Dukungan saprotan tanpa perlindungan hak atas airDPR dan Pemerintah dalam membahas RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, haruslah merujuk kepada Deklarasi Hak Asasi Petani dan merujuk Piagam Petani FAO, dalam menyusun realisasi pemenuhan kewajiban melindungi hak-hak petani.Jakarta, 15 Maret 2012Hormat KamiKomite Eksekutif IHCSGunawanKetuaNb: Info Lebih Lanjut hubungi:Moch. Taufiqul Mujib (Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri IHCS) 087877369330; 081328786651=======================================Indonesian Human Rights Committee for Social JusticeJl. Mampang Prapatan No. 8A Jakarta SelatanTel : 021 3259 2007Tel/Fax : 021 7949 207Web : www.ihcs.or.id
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar