Siaran Pers 9 Februari 2012
Jaringan Advokasi Tambang
Hentikan Tambang dan Stop Kekerasan
Pemerintahan SBY saat ini adalah pemerintahan yang keras kepala, buta tuli dan ketagihan akan kekacauan dan kekerasan. Suara rakyat betul-betul diabaikan demi kepentingan sesaat oleh pihak koorporasi di industri pertambangan. Seolah-olah pembunuhan di pelabuhan Sape (24/12/2011) hanya bumbu dinamika pembangunan, sehingga hak tolak rakyat dianggap sebagai gangguan pembangunan. Presiden SBY dan kepala-kepala daerah seolah-olah sepakat untuk menghiraukan tuntutan warga. Hingga tak heran pasca kejadian di Sape beruntun terjadi di Halmahera, Kolaka dan terkahir di Pulau Obi
SBY tidak mau menjadikan kasus Sape sebagai momentum pengakuan hak-hak dan suara rakyat. Namun, terlihat bahwa pemerintah SBY masih tetap mempertahankan industri tambang yang nyata-nyata adalah sumber masalah. Kemiskinan, kehancuran lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), rubuhnya sistem sosial budaya masyarakat, marjinalisasi perempuan dan anak dan berbagai dampak lainnya selalu mewarnai kehadiran industri pertambangan. Maraknya aksi penolakan tambang merupakan bukti adanya kesalahan mendasar pada pengelolaan sektor ini.
Hingga akhir 2012 jumlah izin usaha pertambangan mencapai 9662 izin, 194 KK dan 141 PKB2B. Kondisi ini terus menguras derajat keselamatan warga hingga titik terendah. Pada sisi lain, lingkungan hidup menjadi tumbal yang terus dirusak. Sektor pertambangan sudah dibajak untuk kepentingan partai politik tertentu. Ditambah lagi dengan ketidak tegasan pemerintah dan lemahnya penegakan hukum. Dalam kurun waktu 5 tahun terkahir JATAM mencatat 8 orang meninggal dunia dan ratusan orang luka-luka, serta ribuan orang tergusur dari tanahnya.
Tragedi Pelabuhan Sape harus menjadi pelajaran dan sepatutnya tidak berulang pada daerah lain. Pendekatan usang seperti intimidasi, kekerasan dan tidak sesuai prosedur hanya akan menambah besar konflik. Tidak sama sekali menyelesaikan masalah dasar sektor pertambangan.
Dalam kurun 2,5 bulan pasca kejadian di pelabuhan Sape, seharusnya pemerintahan SBY berpikir ulang tidak hanya mengeluarkan INPRES untuk review KK dan PKP2B, tapi juga seharusnya menghentikan seluruh aktivitas dan perizinan tambang.
Fakta salah urus sektor pertambangan tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Dalam 2,5 bulang kurang, rakyat sudah bergerak memulihkan hak-nya. Penolakan warga Lambu, Sape dan Langudu untuk mempertahankan wilayah kelolanya, di Halmahera Timur dan Kolaka warga marah karena hak mereka tidak dipenuhi dan di Pulau Obi warga marah karena perusahaan ingkar janji. Penolakan tambang juga dilakukan oleh warga Kampung Tablasupa, Kabupaten Jayapura, Papua
Untuk itu JATAM mendesak :
1. Presiden SBY segera menghentikan aktivitas perusahaan yang berkonflik dan berpotensi konflik hingga ada kepastian penyelesaian secara struktural dengan membentuk Panitia Nasional Penyelasaian konflik agraria dan sumber daya alam.
2. Ditjen ESDM segera mengumumkan dan mencabut izin usaha pertambangan yang tidak lolos proses rekonsiliasi atau non-clean dan non-clear.
Contact Person :
--
Priyo Pamungkas Kustiadi
08561903417
Media Communication and Outreach
Jaringan Advokasi Tambang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar