----- Forwarded Message -----
From: AJI JAKARTA <ajijak@cbn.net.id>
To:
Sent: Monday, February 27, 2012 10:44 AM
Subject: [jurnalisme] AJI Jakarta Menolak Pembebastugasan Luviana, Jurnalis Metro TV
From: AJI JAKARTA <ajijak@cbn.net.id>
To:
Sent: Monday, February 27, 2012 10:44 AM
Subject: [jurnalisme] AJI Jakarta Menolak Pembebastugasan Luviana, Jurnalis Metro TV
AJI Jakarta Tolak Pembebastugasan (Pe-nonjob-an) Luviana
Tindakan sewenang-wenang perusahaan terhadap karyawannya kembali terjadi. Untuk kesekian kali setelah kasus Bambang Wisudo yang di ?singkirkan? dari perusahaannya, kini Luviana, jurnalis perempuan yang bekerja di stasiun televisi Metro TV milik PT Media Televisi Indonesia (MTI) juga mengalami perlakuan yang sama.
Luviana yang sudah sembilan tahun lebih bekerja di Metro TV dibebastugaskan
(di-nonjob-kan) tanpa alasan yang jelas dari pihak manajemen perusahaan
tempat dia bekerja. Tak hanya dibebastugaskan, Luviana bersama Matheus Dwi Hartanto dan Edi Wahyudi juga didesak untuk mengundurkan diri tanpa keterangan apa pun. Dua rekannya ini telah mengundurkan diri dari Metro TV
sehari setelah desakan disampaikan.
Luviana, anggota Aliansi Jurnalis Independen Jakarta, ini dibebastugaskan setelah menuntut adanya perbaikan kesejahteraan karyawan kepada atasannya. Juga karena Luviana merencanakan pembentukan serikat pekerja serta meminta atasannya melakukan pembenahan sistem keredaksian di internal Metro TV di antaranya diberlakukannya sistem penilaiaan kerja yang obyektif, dan perbaikan program siaran yang sensitive gender dan HAM. Bukan menerima usulan yang disampaikan Luvi, manajemen Metro TV justru meminta Luvi untuk mengundurkan diri.
Terhadap tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Manajemen Metro TV, AJI Jakarta mengecam dan mendesak:
1. Manajemen Metro TV mencabut keputusan pembebastugasan terhadap Luviana dan mempekerjakannya kembali ke desk semula.
2. Manajemen Metro TV menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan sesuai
ketentuan perundang-undangan.
3. Manajemen Metro TV tidak menghalang-halangi karyawannya untuk
membentuk serikat pekerja.
Demikian release yang kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Kami sampaikan juga kronologis pembebastugasan Luviana beserta dukungan dari individu dan lembaga swadaya masyarakat. Kami, AJI Jakarta mengajak sahabat dan simpatisan semua untuk memberikan dukungan kepada Luviana untuk melawan tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan Manajemen Metro TV terhadap Luviana melalui AJI Jakarta di alamat email ajijak@cbn.net.id dan telpon di 0217984105.
Salam
Jakarta, 26 Desember 2012
Ketua AJI Jakarta Koordinator Divisi Serikat Pekerja
Umar Idris Kustiah
Kronologi Pembebastugasan (pe-non job-an) Luviana dari Redaksi Metro TV:
Nama saya Luviana. Saya adalah jurnalis Metro TV dan juga anggota Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Jakarta. Saya mulai bekerja di Metro TV sejak
tanggal 1 Oktober 2002. Saat ini posisi saya sebagai assisten produser.
Sejak diangkat sebagai assisten produser di tahun 2007 hingga kini, saya dan
sejumlah karyawan Metro TV menemukan beberapa hal krusial yang kami anggap sebagai sumber persoalan di manajemen redaksi Metro TV :
1. Macetnya saluran komunikasi antara manajemen redaksi dengan para jurnalis, terutama dengan para produser/ assisten produser.
2. Ketiadaan penilaian terhadap kinerja karyawan yang dilakukan oleh manajemen redaksi. Kondisi ini berakibat, tidak ada indikator yang secara obyektif bisa digunakan untuk mengevaluasi kinerja seorang karyawan. Penilaian lebih didasarkan pada rasa suka atau tidak suka. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan terhambatnya jenjang karir dan
penyesuaian gaji karyawan.
Kondisi diatas terjadi bertahun-tahun lamanya, tanpa ada perbaikan dari
tingkat manajemen redaksi. Fakta yang kami temukan yang juga menjadi
pengalaman pribadi saya antara lain, ada karyawan yang mulai bekerja di
tahun yang sama, namun kemudian mendapatkan posisi dan gaji berbeda. Saya menerima perbedaan dalam contoh kasus tersebut. Jika memang didasarkan pada kemampuan dan kinerja karyawan, saya akan terima. Namun sayangnya, manajemen redaksi tidak bisa menyampaikan alasan pembeda mengapa ada seorang karyawan mendapatkan posisi yang baik dengan gaji yang meningkat dan ada yang tidak. Sekali lagi, manajemen mengambil sebuah keputusan terhadap nasib kehidupan seorang karyawan berdasarkan sistem suka atau tidak suka, bukan pada sebuah sistem penilaian yang terukur.
Berdasar pada situasi inilah, saya dan beberapa teman kemudian melakukan
upaya bersama untuk membuat sebuah perubahan di Metro TV:
1.Kami mempertanyakan soal sistem penilaian terhadap para assisten produser
dan beberapa jurnalis lainnya kepada manajemen redaksi. Namun pertanyaan
kami tidak pernah mendapatkan jawaban. Selanjutnya, bersama 14 orang
assisten produser lainnya, pada Agustus 2011 kami mengajukan surat untuk
mempertanyakan persoalan ini kepada pihak manajemen redaksi.
2.Surat yang kami tujukan kepada manajemen redaksi, dijawab dengan
pernyataan secara lisan oleh Dadi Sumaatmadja (Kepala Produksi berita saat
itu): bahwasanya kami diminta untuk melakukan introspeksi diri kenapa tidak
diangkat menjadi produser hingga sekarang. Pihak manajemen pun sekali lagi
tidak dapat menunjukkan hasil penilaian yang terukur terhadap kinerja dan
kemampuan kami.
3.Lebih kurang sebulan lamanya kami tidak mendapatkan jawaban dari manajemen
redaksi soal draft penilaian untuk para produser/ assisten produser ini.
4. Kami kemudian berupaya menemui Direktur utama (Dirut) Metro TV yang baru,
Adrianto Machribie. Kami menyatakan bahwa ingin mengadakan pertemuan untuk
membahas soal buruknya manajemen redaksi yang berakibat pada terhambatnya
penjenjangan karir dan gaji karyawan ini. Dirut Metro TV kemudian mengundang
semua produser dan assisten produser untuk bertemu. Pada pertemuan tersebut,
semua produser/ assisten produser yang hadir menyatakan kekecewaannya pada
manajemen redaksi yang kami nilai menjalankan manajemen dengan buruk (tidak
ada penilaian yang terukur, kebijakan yang subyektif hingga macetnya
komunikasi di antara kami). Dirut Metro TV berjanji akan memperbaiki
manajemen redaksi dan membentuk tim untuk memperbaikinya.
5. Dari berbagai kasus ini, maka saya dan beberapa teman kemudian membentuk
organisasi karyawan untuk menyelesaikan beberapa persoalan di redaksi Metro
TV, karena masalah ini tak hanya menimpa asissten produser dan produser,
namun juga menimpa teman-teman kami yang lain yang punya persoalan dengan
gaji, jenjang karir dan status mereka. Organisasi karyawan yang kami bentuk
ini sebagai wujud keprihatinan kami terhadap buruknya manajemen redaksi
Metro. Kami berharap dengan adanya organisasi ini, ke depannya bisa
menjembatani komunikasi yang sehat antara manajemen dan karyawan seperti
halnya yang ada dalam organisasi Serikat Pekerja.
6. Pada 22 Desember 2011, Dadi Sumaatmadja meminta saya untuk pindah ke
program acara Metro Malam. Di saat yang sama, saya juga memberikan evaluasi
pada program Metro Malam yang banyak melakukan pelanggaran HAM dan tidak
sensitif gender, misal: menayangkan wajah tersangka secara terbuka,
menayangkan wajah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang sedang dikejar-kejar
petugas keamanan secara terbuka dan menayangkan tayangan-tayangan kekerasan
secara vulgar. Saya ungkapkan bahwa tayangan seperti ini melanggar Keputusan
Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran serta melanggar Kode Etik Jurnalistik . Namun justru manager
HRD menyatakan bahwa oleh manajemen redaksi, saya dinilai membangkang dan
terlalu banyak mengkritik. Padahal kritikan ini didasari untuk perbaikan
program siaran agar punya perspektif yang baik yang akan disajikan kepada
pemirsa Metro TV.
7. Perlakukan manajemen redaksi yang subyektif dan tidak juga memberikan
solusi ini akhirnya membuat puluhan produser dan assisten produser kecewa.
Kurang lebih 30 orang produser dan assisten produser Metro TV kemudian
memutuskan untuk keluar. Mereka sudah tidak tahan atas perlakukan dan
penilaian secara subyektif dari manajemen redaksi Metro TV.
8. Pada Tanggal 26 Desember 2011, saya mulai bertugas di program siaran
Metro Malam. Sementara beberapa pembenahan kemudian mulai dilakukan oleh
Direktur Utama Metro TV, Adrianto Machribie, mulai dari pembenahan
kedudukan/ organisasional manajemen redaksi, pemberian assesment pada semua karyawan hingga pembenahan ruangan di Metro TV yang kini lebih terbuka.
9. Pada Awal Januari 2012, manajemen redaksi memberikan kenaikan gaji kepada beberapa karyawan. Kenaikan gaji yang dilakukan hanya untuk beberapa assisten produser ini dilakukan secara tertutup dan dengan menggunakan surat khusus dari manajemen redaksi. Kami menyambut baik kenaikan gaji ini, namun amat kami sayangkan, kenaikan gaji ini tidak dilakukan secara transparan dan hanya terjadi pada beberapa orang saja. Sekali lagi, penilaian dilakukan atas dasar suka dan tidak suka. Hal ini terbukti ketika soal kenaikan gaji tersebut saya tanyakan pada pihak HRD Metro TV. Pihak HRD metro TV menyatakan bahwa memang ada surat khusus dari manajemen redaksi untuk menaikkan gaji pada beberapa orang assisten produser saja.
10. Selanjutnya, pada hari Jumat, 27 januari 2012 manajemen redaksi
membagikan bonus dari perusahaan. Namun, pembagian bonus ini kami nilai
diskriminatif. Hal ini dikarenakan, ada karyawan yang tidak mendapatkan
bonus. Ada juga karyawan yang hanya mendapatkan bonus 0,25 kali gajinya,
namun ada karyawan yg mendapatkan bonus hingga 5 kali gaji. Kami sangat
menyayangkan hal ini. Di saat Direktur Utama Metro TV melakukan beberapa
pembenahan, justru manajemen redaksi memberikan keputusan yang sangat
subyektif dan selalu didasarkan dari rasa suka dan tidak suka.
11. Berangkat dari situasi yang tidak fair ini, saya dan beberapa teman
kemudian mempertanyakan soal surat khusus kenaikan gaji beberapa orang
assisten produser dan soal pemberian bonus ini kepada kepala produksi berita
Dadi Sumaatmadja. Saya juga meminta diadakan pertemuan untuk menjelaskan penilaian bonus ini, karena hampir semua awak redaksi mempertanyakan soal ini. Namun Dadi menolak bertemu di pertemuan besar. Dadi Sumaatmadja hanya mau ditemui secara personal.
12. Kami bertiga (Edi Wahyudi dan Matheus Dwi Hartanto) dan beberapa teman lain selanjutnya juga mempertanyakan hal ini kepada Wayan Eka Putra (kepala produksi berita yg baru) soal pemberian surat khusus pada beberapa assisten produser dan penilaian pada pemberian bonus yang diskriminatif, namun kami tidak mendapatkan jawaban.Selanjutnya kami meminta untuk diadakan pertemuan dengan pihak manajemen HRD Metro TV dan Wayan Eka Putra pada hari Selasa, 31 Januari 2012.
13. Pada proses selanjutnya, saya dan beberapa teman membuat notulensi soal perkembangan dan rencana pertemuan dengan manajemen redaksi. Notulensi tersebut saya kirimkan kepada dua orang teman melaui sms. Namun sms ini disebarluaskan oleh beberapa teman kepada banyak karyawan di Metro TV. Bahkan ada yang mengunggahnya ke situs jejaring sosial twitter/ facebook.
13. Pada tanggal 31 januari 2012 pertemuan batal dilakukan. Saya justru
dipanggil Manager HRD, Avi Pranantha dan diminta mundur karena manajemen
redaksi akan me-nonaktifkan kami (saya, Edi Wahyudi dan Matheus Dwi
Hartanto). Kami akan diberikan pesangon sesuai UU ketenaga Kerjaan No 13/
2003. Saat itu saya menyatakan menolak dan akan melaporkan kasus ini kepada AJI Jakarta.
14. Pada tanggal 1 Februari 2012 : Matheus Dwi Hartanto dan Edi Wahyudi
menandatangani surat pesangon. Sedangkan saya mengambil surat pesangon dan belum menandatangani apapun karena belum ada kejelasan soal alasan mengapa saya disuruh mundur. Pada saat yang sama Wayan Eka Putra memberitahu kepada tim produser lain, bahwa sejak tanggal 1 Februari 2012 saya sudah dinyatakan mundur dari Metro TV. Sejak itulah saya sudah tidak diberikan tugas apapun di redaksi.
15. Pada tanggal 3 Februari 2012 saya berinisiatif untuk mengajak Wayan Eka
Putra untuk bertemu. Wayan Eka Putra akhirnya bersedia menemui saya. Selama ini manajemen redaksi tidak pernah mau bertemu dan menjelaskan mengapa saya diminta untuk mundur. Wayan menjelaskan bahwa saat ini saya tidak dipecat sebagai karyawan Metro TV, namun menurutnya: saya tidak lagi bekerja di bagian redaksi Metro TV. Dan mulai saat ini, saya menjadi tanggung jawab manajemen HRD Metro TV. Ketika saya tanyakan apa kesalahan saya, Wayan menyatakan tidak tahu. Yang jelas, setelah beredarnya SMS di jejaring sosial twitter/facebook tentang rencana pertemuan para karyawan Metro TV, manajemen redaksi menyerahkan nasib saya ke manajemen HRD. Dalam pertemuan dengan Wayan, saya juga menyatakan bahwa saya tidak menyebarluaskan sms serta tidak mengunggah notulensi hasil rapat ke twitter/facebook. Karena saya memang tidak memiliki akun di kedua jejaring sosial tersebut.
16. 3 Februari 2012 saya bertemu Manajer HRD Avi Pranantha. Avi juga
menyatakan bahwa ia tidak tahu kesalahan saya. Menurut keterangan Avi
Pranantha, saya masih menjadi karyawan Metro TV, namun dengan status di
non-job-kan.
17. Pada 6 Februari 2012 : AJI Jakarta berinisiatif menghubungi Metro TV
untuk melakukan pertemuan atas kasus yang menimpa saya. Pertemuan tersebut dihadiri oleh manajemen Metro TV yang diwakili Manager HRD (Avi Pranantha), Kepala Kompartemen redaksi Metro TV (Swasti Astra), saya, AJI Jakarta dan perwakilan LBH Pers. Dalam pertemuan ini tim AJI Jakarta dan LBH Pers meminta agar saya dipekerjakan kembali . Apalagi manajemen redaksi tidak menemukan kesalahan terhadap diri saya. Manajemen Metro TV ketika itu menyatakan akan mendiskusikan dan mengupayakan permintaan ini.
18. Pada tanggal 17 februari 2012 , saya bersama Winuranto, Aditya dan
Kustiah (AJI Jakarta) kembali bertemu Avi Pranantha. Namun Avi Pranantha
menyatakan bahwa: ia belum menemukan posisi bagi saya di bagian redaksi. Ia masih akan berusaha menanyakan kembali kepada manajemen redaksi Metro TV agar saya bisa kembali bekerja di bagian redaksi. Kemudian pada kesempatan tersebut saya juga menanyakan kembali tentang kesalahan yang saya lakukan sehingga saya kemudian di-nonjobkan. Avi Pranantha kembali menyatakan bahwa: saya tidak melakukan kesalahan, namun manajemen redaksi memang tidak mau menerima saya kembali dengan tanpa alasan.
19. Pada tanggal 24 Februari 2012, kami melakukan pertemuan terakhir. Saya,
Winuranto dan Kustiah (AJI Jakarta) dan manajemen Metro TV. Namun Avi
Pranantha kembali menyatakan bahwa pihak redaksi Metro TV tidak mau menerima saya kembali dengan tanpa alasan. Ketika saya kembali menanyakan apa kesalahan saya, pihak manajemen HRD kembali menyatakan bahwa dari sisi tugas jurnalistik maupun dari sisi administratif, saya tidak melakukan kesalahan apapun.
Demikian kronologi ini saya buat. Saya telah bekerja kurang lebih 10 tahun
di Metro TV dan terbukti manajemen telah menyatakan tidak pernah menemukan kesalahan saya dari sisi tugas jurnalistik maupun secara administratif. Dengan tidak adanya kesalahan pada diri saya, maka saya menginginkan untuk dipekerjakan kembali di redaksi Metro TV.
Terimakasih untuk perhatian dan solidaritasnya. Salam.
Jakarta, 26 Februari 2012
Luviana
Seribu (1000) Dukungan untuk Luviana:
1. PBHI Jakarta
2. LBH Jakarta
3. Kontras
4. Jakarta Street Lawyer
5. IKA (Indonesia untuk Kemanusiaan)
6. Forum Keadilan Perempuan
7. Ririn sefsani
8. SPBI-SB PT Inco
9. Rachmadi (Serikat Pekerja Indosiar)
10. Somasi Universitas Nasional
11. Forum Masyarakat Kota Jakarta (FMKJ)
12. Inspirasi Indonesia
13. Eddy A effendy (jurnalis)
14. SBPKU-FSBKU Tangerang
15. Piece Women
16. Serikat Pekerja KBR 68H
17. Kapal Perempuan
18. Usman hamid (Kontras)
19. Abdul Hamid (Bekasi)
20. Bob Randilane (SKAK-FRI)
21. DPN Repdem
22. Tunggal Pawestri (Hivos)
23. Firliana (Hivos)
24. Samuel (Serikat buruh yayasan Tifa dan Pekerja UI)
25. Gea (Jurnalis Ambon)
26. OPSI (Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia)
27. SPBI
28. Federasi SPSI Reformasi
29. Albert Kuhon (Jurnalis)
30. Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
31. Komite Solidaritas Nasional
32. Dedy (Mahasiswa IPB)
33. SBNIP
34. Perkumpulan Hijau Jambi
35. Koalisi Perempuan Indonesia
36. Jurnal Perempuan
37. Foker LSM Papua
38. Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP)
39. Sawit watch
40. Paguyuban Pekerja UI
41. Agra Jambi
42. Yohana Sudarsono (Guru/ Korban)
43. Khalisah Khalid (Aktivis lingkungan)
44. SPBI PT Universitas Indonesia
45. Barisan Perempuan Indonesia
46. Gadis Arivia (Jurnal Perempuan)
47. Jambi Watch
48. Dicky Irawan (individual)
49. Muchtar Pakpahan (KSBSI)
49. Konfederasi KASBI
50. Safira (Aktivis Perempuan)
51. Andy Yentriani (Komnas Perempuan)
52. Masrucqah (Komnas Perempuan)
53. Perkumpulan Solidaritas Makassar
54. Ostaf Al Mustafa (Individual)
55. Nia Sjarifuddin (Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika/ ANBTI)
56. Rei (SPKM)
57. Shaka (individual)
58. PT. ARIANG TECH, Makassar
59. Shaleh (Wartawan/ Aceh)
60. Aida (C'est/ aktivis perempuan)
61. Manganju Luhut (Individual)
62. Agus Sugandhi (Garut)
63. Siswa (Individual)
64. Day (wartawan/ Banjarmasin)
65. Sodri (Wartawan)
66. Mika Prasta (Anggota Perhimpunan Solidaritas Buruh)
67. Tomas (Individu/ Wonosobo)
68. M Zulfi (Jurnalis)
69. Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem)
70. Dadang Kusnandar (Cirebon)
71. Tommy Bhail (Individu)
72. Forum nelayan dan adat Kalimantan Barat
73. Front Pejuangan Pemuda Indonesia (FPPI)
74. Zubaidah (Beranda Perempuan Jambi)
75. Grace P Nugroho (Repdem DPD Lampung)
76. Antok (Roda Demokrasi)
77. Wahyu Susilo (Migran Care)
78. Serikat Perempuan Lampung Selatan
79. Hendri Syafrizal (Individu/ Aceh)
80. Taufik (Guru SMA/ Cilegon)
81. Poros Wartawan Jakarta (PWJ)
82. Kim (individual)
83. Ahmad Sh (Eknas-Walhi)
84. Ucok (Forum Wartawan Parlemen Sumbar)
85. Solon Sihombing (wartawan senior)
86. Johan (Jurnalis majalah Duta)
87. Lukman Hakim (Federasi Nasional Perjuangan Buruh Indonesia/ FNPBI)
88. Odo Putra Bangsa (Urban Poor Consorsium/ UPC)
89. Sherin (Individual/ palu)
90. Bayu (individual)
91. Hamim (Federasi LBH APIK Indonesia)
92. Jeppri F Silalahi (Departemen Tenaga Kerja DPP PDI Perjuangan)
93. Ribka Tjiptaning (Ketua Komisi 9 DPR-RI)
94. Iwan Nurdin (Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
95. Morenk Beladro (Individual)
96. Yovi Forsot (Individual)
97. Ode (Tambang crisis Center)
98. Munadi kilkoda (Aliansi Masyarakat adat Nusantara/ AMAN) Maluku Utara
99. Nelson Fs (federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia)
100. Maeda (Aktivis buruh)
101. Egi Sujana (Politisi)
102. Sofiyan (Jurnalis/ Banten)
103. Kastorius Sinaga (Politisi)
104. Arthon (Universitas Nasional)
105. Iyuth Pakpakan (Jurnalis)
106. Dimas (Jurnalis/ Jakarta)
107. Sindo Radio Kendari
108. Parto (KASBI)
109. Eriyadi (Jurnalis/ Jambi)
110. Bangun Sugito (Jurnalis/ Jember)
111. Tamrin (Individu)
112. Agusts (Jurnalis Bisnis Indonesia)
113. Lita (Aktivis Lingkungan/ Manado)
114. Dedy Rachmadi (Aktivis)
115. Yessy (Individual/ Jakarta)
116. Didi K (Jurnalis/ Jakarta)
117. Agus Priyanto (LMND)
118. Ollenk (Individual)
119. GMNI Jember
120. Haryanto (Individual/ belitung)
121. Indriaswati (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat/ELSAM)
122. Mahardhika (Jurnalis)
123. Daryanti (SBPF-SBKU Tangerang)
124. Adian Napitupulu (Forkot)
125. Miranda (Individual/ Jakarta)
126. Eko Bambang Subiantoro (Aktivis Laki-laki Baru)
127. Jurnal Perempuan
128. Umi Lasmina (aktivis Perempuan)
129. Fifie (Bekasi)
130. Jala PRT (Jaringan Nasional Pekerja Rumah Tangga)
131. Mustar Bonaventura (Bendera)
133. Mardiyah Chamim (Tempo Institute)
132. Iwan Sams (jurnalis)
133. Hammjah Dzim (Rumah Kedaulatan Rakyat)
134. Asrianty Purwantini (Aktivis InDemo)
135. Wuwun Widayati (Aktivis perempuan)
136. Jaya Wardhana (individual)
137. Halik Sidik (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional)
138. Perempuan Mahardhika.
139. Ir. H. Asep Akhmad Kahfi (Serikat Guru Garut)
140. Subuki Yusuf (sekretaris Umum Yayasan Sirajul Mudhu al Aziziyah
Jakarta)
141. Hendri Kurniawan (Pendiri mahasiswa pencinta alam FH UMP)
142. Asmawanto (Surveyor MNC Finance)
143. Sosfi Yuhendra (Direktur Kantor Bantuan Hukum YPBHNI Bukittinggi)
144. Dina Puspasari (Wartawan Radar Lampung)
145. Lolly Suhenty (Karyawan/aktivis perempuan).
146. Aditya Fajar (Peternak).
147. Trah Krendho Wahono Panembahan Senopati.
148. Ali Wahyudin As'ad (Advoka Peradi)
149. Hudri Setya (individu)
150. Nurhasanah (individu)
151. Uli Pangaribuan (PBHI Jakarta)
152. M. Sahlan Attazkiyah (Kalimantan Barat)
153. A. Butsiyanthoni (wartawan SKH Bungo Pos, Jawa Pos Grup).
154. Bagus (Semarang)
155. Gian (Padang)
156. MB Gamulya (Sindikat Musik Penghuni Bumi)
157. Hasan (Rangkasbitung).
158. Fahmi Rukmana (Jurnalis Pasundan Ekspres, Jawa Pos Grup).
159. Putut Gunawan (Aktivis NGO Solo)
160. MAchmud (IRE, Yogyakarta)
161. Dicky (Kosgoro)
162. M. Bachrul Ilmi (Karyawan Bank dan simpatisan pekerja media)
163. Genthong Has (Seniman Yogya).
164. Ika (Kantor Berita Antara)
165. Luh de (Bali)
166. Yuli (Tempo)
167. Istiqomatul Hayati (Tempo).
168. Umar Idris (jurnalis KONTAN)
169. Budi Laksono (Media Pembaruan).
170. Ostaf al-Musthopa (Makassar)
171. Bayu (Wiraswasta).
172. Zuli Zukipli (Ketua LSM Jaringan Masyarakat Peduli Demokrasi) Bekasi
173. Lisa Noor Humaidah (Aktivis perempuan)
174. Riris Widati (dosen)
175. Uung Wijaksana (aktivisi pro demokrasi)
176. Masyuti (guru/aktivis pendidikan)
177. Sugeng Pranyoto (jurnalis)
178. Daniel Ananto Wibowo (karyawan bank).
179. Anik (Ibu Rumah tangga, Yogyakarta).
180. Sri Hartanti (Ibu Rumah tangga/Yogyakarta).
181. Lina Nurarifah (karyawan bank).
182. Indra Sukma (karyawan/Jakarta).
183. Nurhasan (Pensiunan).
184. Ida Farida (Warga Jakarta).
185. Jurnal Kebudayaan Tanggomo Gorontalo
186. Budisantoso Budiman (Jurnalis Palembang)
187. M. Dani Setiawan (Individu/Jakarta).
187. Lilis (SPN)
188. Priyatmoko Dirdjosuseno (Pengajar Fisip Universitas Airlangga).
189. agus Trianto (Karyawan Cilandak/Jakarta)
190. Mardiyah Chamim (Jurnalis Tempo)
191. Anung (Karyawan/Jakarta)
192. LBH Pers
193. Amir Hamzah (Sekretaris Relawan Perjuangan Demokrasi/Repdem)
194. Kencana Ayu (Karyawan/jakarta).
195. Dewi Retnowati (Individu).
196. Taluki Sasmitarsi (Jakarta)
197. Mustari Sulaeman (Mahasiswa Unas).
198. Mita (Mahasiswa fisip Unas)
199. Pekik (Mahasiswa komunikasi Unas)
200. Agustam Rahman (Ketua Perkumpulan Bantuan Hukum Bengkulu)
201. Ahwad Wali (Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)
202. Serikat Tani Bengkulu
203. Kajidin (serikat Nelayan Tradisional)
204. Tampubolon (Ketua Federasi Sekat Tani Nusantara)
205. Abdul Manan (Ketua Federasi Serikat Pekerja Media/Tempo)
Tindakan sewenang-wenang perusahaan terhadap karyawannya kembali terjadi. Untuk kesekian kali setelah kasus Bambang Wisudo yang di ?singkirkan? dari perusahaannya, kini Luviana, jurnalis perempuan yang bekerja di stasiun televisi Metro TV milik PT Media Televisi Indonesia (MTI) juga mengalami perlakuan yang sama.
Luviana yang sudah sembilan tahun lebih bekerja di Metro TV dibebastugaskan
(di-nonjob-kan) tanpa alasan yang jelas dari pihak manajemen perusahaan
tempat dia bekerja. Tak hanya dibebastugaskan, Luviana bersama Matheus Dwi Hartanto dan Edi Wahyudi juga didesak untuk mengundurkan diri tanpa keterangan apa pun. Dua rekannya ini telah mengundurkan diri dari Metro TV
sehari setelah desakan disampaikan.
Luviana, anggota Aliansi Jurnalis Independen Jakarta, ini dibebastugaskan setelah menuntut adanya perbaikan kesejahteraan karyawan kepada atasannya. Juga karena Luviana merencanakan pembentukan serikat pekerja serta meminta atasannya melakukan pembenahan sistem keredaksian di internal Metro TV di antaranya diberlakukannya sistem penilaiaan kerja yang obyektif, dan perbaikan program siaran yang sensitive gender dan HAM. Bukan menerima usulan yang disampaikan Luvi, manajemen Metro TV justru meminta Luvi untuk mengundurkan diri.
Terhadap tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Manajemen Metro TV, AJI Jakarta mengecam dan mendesak:
1. Manajemen Metro TV mencabut keputusan pembebastugasan terhadap Luviana dan mempekerjakannya kembali ke desk semula.
2. Manajemen Metro TV menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan sesuai
ketentuan perundang-undangan.
3. Manajemen Metro TV tidak menghalang-halangi karyawannya untuk
membentuk serikat pekerja.
Demikian release yang kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Kami sampaikan juga kronologis pembebastugasan Luviana beserta dukungan dari individu dan lembaga swadaya masyarakat. Kami, AJI Jakarta mengajak sahabat dan simpatisan semua untuk memberikan dukungan kepada Luviana untuk melawan tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan Manajemen Metro TV terhadap Luviana melalui AJI Jakarta di alamat email ajijak@cbn.net.id dan telpon di 0217984105.
Salam
Jakarta, 26 Desember 2012
Ketua AJI Jakarta Koordinator Divisi Serikat Pekerja
Umar Idris Kustiah
Kronologi Pembebastugasan (pe-non job-an) Luviana dari Redaksi Metro TV:
Nama saya Luviana. Saya adalah jurnalis Metro TV dan juga anggota Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Jakarta. Saya mulai bekerja di Metro TV sejak
tanggal 1 Oktober 2002. Saat ini posisi saya sebagai assisten produser.
Sejak diangkat sebagai assisten produser di tahun 2007 hingga kini, saya dan
sejumlah karyawan Metro TV menemukan beberapa hal krusial yang kami anggap sebagai sumber persoalan di manajemen redaksi Metro TV :
1. Macetnya saluran komunikasi antara manajemen redaksi dengan para jurnalis, terutama dengan para produser/ assisten produser.
2. Ketiadaan penilaian terhadap kinerja karyawan yang dilakukan oleh manajemen redaksi. Kondisi ini berakibat, tidak ada indikator yang secara obyektif bisa digunakan untuk mengevaluasi kinerja seorang karyawan. Penilaian lebih didasarkan pada rasa suka atau tidak suka. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan terhambatnya jenjang karir dan
penyesuaian gaji karyawan.
Kondisi diatas terjadi bertahun-tahun lamanya, tanpa ada perbaikan dari
tingkat manajemen redaksi. Fakta yang kami temukan yang juga menjadi
pengalaman pribadi saya antara lain, ada karyawan yang mulai bekerja di
tahun yang sama, namun kemudian mendapatkan posisi dan gaji berbeda. Saya menerima perbedaan dalam contoh kasus tersebut. Jika memang didasarkan pada kemampuan dan kinerja karyawan, saya akan terima. Namun sayangnya, manajemen redaksi tidak bisa menyampaikan alasan pembeda mengapa ada seorang karyawan mendapatkan posisi yang baik dengan gaji yang meningkat dan ada yang tidak. Sekali lagi, manajemen mengambil sebuah keputusan terhadap nasib kehidupan seorang karyawan berdasarkan sistem suka atau tidak suka, bukan pada sebuah sistem penilaian yang terukur.
Berdasar pada situasi inilah, saya dan beberapa teman kemudian melakukan
upaya bersama untuk membuat sebuah perubahan di Metro TV:
1.Kami mempertanyakan soal sistem penilaian terhadap para assisten produser
dan beberapa jurnalis lainnya kepada manajemen redaksi. Namun pertanyaan
kami tidak pernah mendapatkan jawaban. Selanjutnya, bersama 14 orang
assisten produser lainnya, pada Agustus 2011 kami mengajukan surat untuk
mempertanyakan persoalan ini kepada pihak manajemen redaksi.
2.Surat yang kami tujukan kepada manajemen redaksi, dijawab dengan
pernyataan secara lisan oleh Dadi Sumaatmadja (Kepala Produksi berita saat
itu): bahwasanya kami diminta untuk melakukan introspeksi diri kenapa tidak
diangkat menjadi produser hingga sekarang. Pihak manajemen pun sekali lagi
tidak dapat menunjukkan hasil penilaian yang terukur terhadap kinerja dan
kemampuan kami.
3.Lebih kurang sebulan lamanya kami tidak mendapatkan jawaban dari manajemen
redaksi soal draft penilaian untuk para produser/ assisten produser ini.
4. Kami kemudian berupaya menemui Direktur utama (Dirut) Metro TV yang baru,
Adrianto Machribie. Kami menyatakan bahwa ingin mengadakan pertemuan untuk
membahas soal buruknya manajemen redaksi yang berakibat pada terhambatnya
penjenjangan karir dan gaji karyawan ini. Dirut Metro TV kemudian mengundang
semua produser dan assisten produser untuk bertemu. Pada pertemuan tersebut,
semua produser/ assisten produser yang hadir menyatakan kekecewaannya pada
manajemen redaksi yang kami nilai menjalankan manajemen dengan buruk (tidak
ada penilaian yang terukur, kebijakan yang subyektif hingga macetnya
komunikasi di antara kami). Dirut Metro TV berjanji akan memperbaiki
manajemen redaksi dan membentuk tim untuk memperbaikinya.
5. Dari berbagai kasus ini, maka saya dan beberapa teman kemudian membentuk
organisasi karyawan untuk menyelesaikan beberapa persoalan di redaksi Metro
TV, karena masalah ini tak hanya menimpa asissten produser dan produser,
namun juga menimpa teman-teman kami yang lain yang punya persoalan dengan
gaji, jenjang karir dan status mereka. Organisasi karyawan yang kami bentuk
ini sebagai wujud keprihatinan kami terhadap buruknya manajemen redaksi
Metro. Kami berharap dengan adanya organisasi ini, ke depannya bisa
menjembatani komunikasi yang sehat antara manajemen dan karyawan seperti
halnya yang ada dalam organisasi Serikat Pekerja.
6. Pada 22 Desember 2011, Dadi Sumaatmadja meminta saya untuk pindah ke
program acara Metro Malam. Di saat yang sama, saya juga memberikan evaluasi
pada program Metro Malam yang banyak melakukan pelanggaran HAM dan tidak
sensitif gender, misal: menayangkan wajah tersangka secara terbuka,
menayangkan wajah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang sedang dikejar-kejar
petugas keamanan secara terbuka dan menayangkan tayangan-tayangan kekerasan
secara vulgar. Saya ungkapkan bahwa tayangan seperti ini melanggar Keputusan
Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran serta melanggar Kode Etik Jurnalistik . Namun justru manager
HRD menyatakan bahwa oleh manajemen redaksi, saya dinilai membangkang dan
terlalu banyak mengkritik. Padahal kritikan ini didasari untuk perbaikan
program siaran agar punya perspektif yang baik yang akan disajikan kepada
pemirsa Metro TV.
7. Perlakukan manajemen redaksi yang subyektif dan tidak juga memberikan
solusi ini akhirnya membuat puluhan produser dan assisten produser kecewa.
Kurang lebih 30 orang produser dan assisten produser Metro TV kemudian
memutuskan untuk keluar. Mereka sudah tidak tahan atas perlakukan dan
penilaian secara subyektif dari manajemen redaksi Metro TV.
8. Pada Tanggal 26 Desember 2011, saya mulai bertugas di program siaran
Metro Malam. Sementara beberapa pembenahan kemudian mulai dilakukan oleh
Direktur Utama Metro TV, Adrianto Machribie, mulai dari pembenahan
kedudukan/ organisasional manajemen redaksi, pemberian assesment pada semua karyawan hingga pembenahan ruangan di Metro TV yang kini lebih terbuka.
9. Pada Awal Januari 2012, manajemen redaksi memberikan kenaikan gaji kepada beberapa karyawan. Kenaikan gaji yang dilakukan hanya untuk beberapa assisten produser ini dilakukan secara tertutup dan dengan menggunakan surat khusus dari manajemen redaksi. Kami menyambut baik kenaikan gaji ini, namun amat kami sayangkan, kenaikan gaji ini tidak dilakukan secara transparan dan hanya terjadi pada beberapa orang saja. Sekali lagi, penilaian dilakukan atas dasar suka dan tidak suka. Hal ini terbukti ketika soal kenaikan gaji tersebut saya tanyakan pada pihak HRD Metro TV. Pihak HRD metro TV menyatakan bahwa memang ada surat khusus dari manajemen redaksi untuk menaikkan gaji pada beberapa orang assisten produser saja.
10. Selanjutnya, pada hari Jumat, 27 januari 2012 manajemen redaksi
membagikan bonus dari perusahaan. Namun, pembagian bonus ini kami nilai
diskriminatif. Hal ini dikarenakan, ada karyawan yang tidak mendapatkan
bonus. Ada juga karyawan yang hanya mendapatkan bonus 0,25 kali gajinya,
namun ada karyawan yg mendapatkan bonus hingga 5 kali gaji. Kami sangat
menyayangkan hal ini. Di saat Direktur Utama Metro TV melakukan beberapa
pembenahan, justru manajemen redaksi memberikan keputusan yang sangat
subyektif dan selalu didasarkan dari rasa suka dan tidak suka.
11. Berangkat dari situasi yang tidak fair ini, saya dan beberapa teman
kemudian mempertanyakan soal surat khusus kenaikan gaji beberapa orang
assisten produser dan soal pemberian bonus ini kepada kepala produksi berita
Dadi Sumaatmadja. Saya juga meminta diadakan pertemuan untuk menjelaskan penilaian bonus ini, karena hampir semua awak redaksi mempertanyakan soal ini. Namun Dadi menolak bertemu di pertemuan besar. Dadi Sumaatmadja hanya mau ditemui secara personal.
12. Kami bertiga (Edi Wahyudi dan Matheus Dwi Hartanto) dan beberapa teman lain selanjutnya juga mempertanyakan hal ini kepada Wayan Eka Putra (kepala produksi berita yg baru) soal pemberian surat khusus pada beberapa assisten produser dan penilaian pada pemberian bonus yang diskriminatif, namun kami tidak mendapatkan jawaban.Selanjutnya kami meminta untuk diadakan pertemuan dengan pihak manajemen HRD Metro TV dan Wayan Eka Putra pada hari Selasa, 31 Januari 2012.
13. Pada proses selanjutnya, saya dan beberapa teman membuat notulensi soal perkembangan dan rencana pertemuan dengan manajemen redaksi. Notulensi tersebut saya kirimkan kepada dua orang teman melaui sms. Namun sms ini disebarluaskan oleh beberapa teman kepada banyak karyawan di Metro TV. Bahkan ada yang mengunggahnya ke situs jejaring sosial twitter/ facebook.
13. Pada tanggal 31 januari 2012 pertemuan batal dilakukan. Saya justru
dipanggil Manager HRD, Avi Pranantha dan diminta mundur karena manajemen
redaksi akan me-nonaktifkan kami (saya, Edi Wahyudi dan Matheus Dwi
Hartanto). Kami akan diberikan pesangon sesuai UU ketenaga Kerjaan No 13/
2003. Saat itu saya menyatakan menolak dan akan melaporkan kasus ini kepada AJI Jakarta.
14. Pada tanggal 1 Februari 2012 : Matheus Dwi Hartanto dan Edi Wahyudi
menandatangani surat pesangon. Sedangkan saya mengambil surat pesangon dan belum menandatangani apapun karena belum ada kejelasan soal alasan mengapa saya disuruh mundur. Pada saat yang sama Wayan Eka Putra memberitahu kepada tim produser lain, bahwa sejak tanggal 1 Februari 2012 saya sudah dinyatakan mundur dari Metro TV. Sejak itulah saya sudah tidak diberikan tugas apapun di redaksi.
15. Pada tanggal 3 Februari 2012 saya berinisiatif untuk mengajak Wayan Eka
Putra untuk bertemu. Wayan Eka Putra akhirnya bersedia menemui saya. Selama ini manajemen redaksi tidak pernah mau bertemu dan menjelaskan mengapa saya diminta untuk mundur. Wayan menjelaskan bahwa saat ini saya tidak dipecat sebagai karyawan Metro TV, namun menurutnya: saya tidak lagi bekerja di bagian redaksi Metro TV. Dan mulai saat ini, saya menjadi tanggung jawab manajemen HRD Metro TV. Ketika saya tanyakan apa kesalahan saya, Wayan menyatakan tidak tahu. Yang jelas, setelah beredarnya SMS di jejaring sosial twitter/facebook tentang rencana pertemuan para karyawan Metro TV, manajemen redaksi menyerahkan nasib saya ke manajemen HRD. Dalam pertemuan dengan Wayan, saya juga menyatakan bahwa saya tidak menyebarluaskan sms serta tidak mengunggah notulensi hasil rapat ke twitter/facebook. Karena saya memang tidak memiliki akun di kedua jejaring sosial tersebut.
16. 3 Februari 2012 saya bertemu Manajer HRD Avi Pranantha. Avi juga
menyatakan bahwa ia tidak tahu kesalahan saya. Menurut keterangan Avi
Pranantha, saya masih menjadi karyawan Metro TV, namun dengan status di
non-job-kan.
17. Pada 6 Februari 2012 : AJI Jakarta berinisiatif menghubungi Metro TV
untuk melakukan pertemuan atas kasus yang menimpa saya. Pertemuan tersebut dihadiri oleh manajemen Metro TV yang diwakili Manager HRD (Avi Pranantha), Kepala Kompartemen redaksi Metro TV (Swasti Astra), saya, AJI Jakarta dan perwakilan LBH Pers. Dalam pertemuan ini tim AJI Jakarta dan LBH Pers meminta agar saya dipekerjakan kembali . Apalagi manajemen redaksi tidak menemukan kesalahan terhadap diri saya. Manajemen Metro TV ketika itu menyatakan akan mendiskusikan dan mengupayakan permintaan ini.
18. Pada tanggal 17 februari 2012 , saya bersama Winuranto, Aditya dan
Kustiah (AJI Jakarta) kembali bertemu Avi Pranantha. Namun Avi Pranantha
menyatakan bahwa: ia belum menemukan posisi bagi saya di bagian redaksi. Ia masih akan berusaha menanyakan kembali kepada manajemen redaksi Metro TV agar saya bisa kembali bekerja di bagian redaksi. Kemudian pada kesempatan tersebut saya juga menanyakan kembali tentang kesalahan yang saya lakukan sehingga saya kemudian di-nonjobkan. Avi Pranantha kembali menyatakan bahwa: saya tidak melakukan kesalahan, namun manajemen redaksi memang tidak mau menerima saya kembali dengan tanpa alasan.
19. Pada tanggal 24 Februari 2012, kami melakukan pertemuan terakhir. Saya,
Winuranto dan Kustiah (AJI Jakarta) dan manajemen Metro TV. Namun Avi
Pranantha kembali menyatakan bahwa pihak redaksi Metro TV tidak mau menerima saya kembali dengan tanpa alasan. Ketika saya kembali menanyakan apa kesalahan saya, pihak manajemen HRD kembali menyatakan bahwa dari sisi tugas jurnalistik maupun dari sisi administratif, saya tidak melakukan kesalahan apapun.
Demikian kronologi ini saya buat. Saya telah bekerja kurang lebih 10 tahun
di Metro TV dan terbukti manajemen telah menyatakan tidak pernah menemukan kesalahan saya dari sisi tugas jurnalistik maupun secara administratif. Dengan tidak adanya kesalahan pada diri saya, maka saya menginginkan untuk dipekerjakan kembali di redaksi Metro TV.
Terimakasih untuk perhatian dan solidaritasnya. Salam.
Jakarta, 26 Februari 2012
Luviana
Seribu (1000) Dukungan untuk Luviana:
1. PBHI Jakarta
2. LBH Jakarta
3. Kontras
4. Jakarta Street Lawyer
5. IKA (Indonesia untuk Kemanusiaan)
6. Forum Keadilan Perempuan
7. Ririn sefsani
8. SPBI-SB PT Inco
9. Rachmadi (Serikat Pekerja Indosiar)
10. Somasi Universitas Nasional
11. Forum Masyarakat Kota Jakarta (FMKJ)
12. Inspirasi Indonesia
13. Eddy A effendy (jurnalis)
14. SBPKU-FSBKU Tangerang
15. Piece Women
16. Serikat Pekerja KBR 68H
17. Kapal Perempuan
18. Usman hamid (Kontras)
19. Abdul Hamid (Bekasi)
20. Bob Randilane (SKAK-FRI)
21. DPN Repdem
22. Tunggal Pawestri (Hivos)
23. Firliana (Hivos)
24. Samuel (Serikat buruh yayasan Tifa dan Pekerja UI)
25. Gea (Jurnalis Ambon)
26. OPSI (Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia)
27. SPBI
28. Federasi SPSI Reformasi
29. Albert Kuhon (Jurnalis)
30. Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
31. Komite Solidaritas Nasional
32. Dedy (Mahasiswa IPB)
33. SBNIP
34. Perkumpulan Hijau Jambi
35. Koalisi Perempuan Indonesia
36. Jurnal Perempuan
37. Foker LSM Papua
38. Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP)
39. Sawit watch
40. Paguyuban Pekerja UI
41. Agra Jambi
42. Yohana Sudarsono (Guru/ Korban)
43. Khalisah Khalid (Aktivis lingkungan)
44. SPBI PT Universitas Indonesia
45. Barisan Perempuan Indonesia
46. Gadis Arivia (Jurnal Perempuan)
47. Jambi Watch
48. Dicky Irawan (individual)
49. Muchtar Pakpahan (KSBSI)
49. Konfederasi KASBI
50. Safira (Aktivis Perempuan)
51. Andy Yentriani (Komnas Perempuan)
52. Masrucqah (Komnas Perempuan)
53. Perkumpulan Solidaritas Makassar
54. Ostaf Al Mustafa (Individual)
55. Nia Sjarifuddin (Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika/ ANBTI)
56. Rei (SPKM)
57. Shaka (individual)
58. PT. ARIANG TECH, Makassar
59. Shaleh (Wartawan/ Aceh)
60. Aida (C'est/ aktivis perempuan)
61. Manganju Luhut (Individual)
62. Agus Sugandhi (Garut)
63. Siswa (Individual)
64. Day (wartawan/ Banjarmasin)
65. Sodri (Wartawan)
66. Mika Prasta (Anggota Perhimpunan Solidaritas Buruh)
67. Tomas (Individu/ Wonosobo)
68. M Zulfi (Jurnalis)
69. Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem)
70. Dadang Kusnandar (Cirebon)
71. Tommy Bhail (Individu)
72. Forum nelayan dan adat Kalimantan Barat
73. Front Pejuangan Pemuda Indonesia (FPPI)
74. Zubaidah (Beranda Perempuan Jambi)
75. Grace P Nugroho (Repdem DPD Lampung)
76. Antok (Roda Demokrasi)
77. Wahyu Susilo (Migran Care)
78. Serikat Perempuan Lampung Selatan
79. Hendri Syafrizal (Individu/ Aceh)
80. Taufik (Guru SMA/ Cilegon)
81. Poros Wartawan Jakarta (PWJ)
82. Kim (individual)
83. Ahmad Sh (Eknas-Walhi)
84. Ucok (Forum Wartawan Parlemen Sumbar)
85. Solon Sihombing (wartawan senior)
86. Johan (Jurnalis majalah Duta)
87. Lukman Hakim (Federasi Nasional Perjuangan Buruh Indonesia/ FNPBI)
88. Odo Putra Bangsa (Urban Poor Consorsium/ UPC)
89. Sherin (Individual/ palu)
90. Bayu (individual)
91. Hamim (Federasi LBH APIK Indonesia)
92. Jeppri F Silalahi (Departemen Tenaga Kerja DPP PDI Perjuangan)
93. Ribka Tjiptaning (Ketua Komisi 9 DPR-RI)
94. Iwan Nurdin (Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
95. Morenk Beladro (Individual)
96. Yovi Forsot (Individual)
97. Ode (Tambang crisis Center)
98. Munadi kilkoda (Aliansi Masyarakat adat Nusantara/ AMAN) Maluku Utara
99. Nelson Fs (federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia)
100. Maeda (Aktivis buruh)
101. Egi Sujana (Politisi)
102. Sofiyan (Jurnalis/ Banten)
103. Kastorius Sinaga (Politisi)
104. Arthon (Universitas Nasional)
105. Iyuth Pakpakan (Jurnalis)
106. Dimas (Jurnalis/ Jakarta)
107. Sindo Radio Kendari
108. Parto (KASBI)
109. Eriyadi (Jurnalis/ Jambi)
110. Bangun Sugito (Jurnalis/ Jember)
111. Tamrin (Individu)
112. Agusts (Jurnalis Bisnis Indonesia)
113. Lita (Aktivis Lingkungan/ Manado)
114. Dedy Rachmadi (Aktivis)
115. Yessy (Individual/ Jakarta)
116. Didi K (Jurnalis/ Jakarta)
117. Agus Priyanto (LMND)
118. Ollenk (Individual)
119. GMNI Jember
120. Haryanto (Individual/ belitung)
121. Indriaswati (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat/ELSAM)
122. Mahardhika (Jurnalis)
123. Daryanti (SBPF-SBKU Tangerang)
124. Adian Napitupulu (Forkot)
125. Miranda (Individual/ Jakarta)
126. Eko Bambang Subiantoro (Aktivis Laki-laki Baru)
127. Jurnal Perempuan
128. Umi Lasmina (aktivis Perempuan)
129. Fifie (Bekasi)
130. Jala PRT (Jaringan Nasional Pekerja Rumah Tangga)
131. Mustar Bonaventura (Bendera)
133. Mardiyah Chamim (Tempo Institute)
132. Iwan Sams (jurnalis)
133. Hammjah Dzim (Rumah Kedaulatan Rakyat)
134. Asrianty Purwantini (Aktivis InDemo)
135. Wuwun Widayati (Aktivis perempuan)
136. Jaya Wardhana (individual)
137. Halik Sidik (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional)
138. Perempuan Mahardhika.
139. Ir. H. Asep Akhmad Kahfi (Serikat Guru Garut)
140. Subuki Yusuf (sekretaris Umum Yayasan Sirajul Mudhu al Aziziyah
Jakarta)
141. Hendri Kurniawan (Pendiri mahasiswa pencinta alam FH UMP)
142. Asmawanto (Surveyor MNC Finance)
143. Sosfi Yuhendra (Direktur Kantor Bantuan Hukum YPBHNI Bukittinggi)
144. Dina Puspasari (Wartawan Radar Lampung)
145. Lolly Suhenty (Karyawan/aktivis perempuan).
146. Aditya Fajar (Peternak).
147. Trah Krendho Wahono Panembahan Senopati.
148. Ali Wahyudin As'ad (Advoka Peradi)
149. Hudri Setya (individu)
150. Nurhasanah (individu)
151. Uli Pangaribuan (PBHI Jakarta)
152. M. Sahlan Attazkiyah (Kalimantan Barat)
153. A. Butsiyanthoni (wartawan SKH Bungo Pos, Jawa Pos Grup).
154. Bagus (Semarang)
155. Gian (Padang)
156. MB Gamulya (Sindikat Musik Penghuni Bumi)
157. Hasan (Rangkasbitung).
158. Fahmi Rukmana (Jurnalis Pasundan Ekspres, Jawa Pos Grup).
159. Putut Gunawan (Aktivis NGO Solo)
160. MAchmud (IRE, Yogyakarta)
161. Dicky (Kosgoro)
162. M. Bachrul Ilmi (Karyawan Bank dan simpatisan pekerja media)
163. Genthong Has (Seniman Yogya).
164. Ika (Kantor Berita Antara)
165. Luh de (Bali)
166. Yuli (Tempo)
167. Istiqomatul Hayati (Tempo).
168. Umar Idris (jurnalis KONTAN)
169. Budi Laksono (Media Pembaruan).
170. Ostaf al-Musthopa (Makassar)
171. Bayu (Wiraswasta).
172. Zuli Zukipli (Ketua LSM Jaringan Masyarakat Peduli Demokrasi) Bekasi
173. Lisa Noor Humaidah (Aktivis perempuan)
174. Riris Widati (dosen)
175. Uung Wijaksana (aktivisi pro demokrasi)
176. Masyuti (guru/aktivis pendidikan)
177. Sugeng Pranyoto (jurnalis)
178. Daniel Ananto Wibowo (karyawan bank).
179. Anik (Ibu Rumah tangga, Yogyakarta).
180. Sri Hartanti (Ibu Rumah tangga/Yogyakarta).
181. Lina Nurarifah (karyawan bank).
182. Indra Sukma (karyawan/Jakarta).
183. Nurhasan (Pensiunan).
184. Ida Farida (Warga Jakarta).
185. Jurnal Kebudayaan Tanggomo Gorontalo
186. Budisantoso Budiman (Jurnalis Palembang)
187. M. Dani Setiawan (Individu/Jakarta).
187. Lilis (SPN)
188. Priyatmoko Dirdjosuseno (Pengajar Fisip Universitas Airlangga).
189. agus Trianto (Karyawan Cilandak/Jakarta)
190. Mardiyah Chamim (Jurnalis Tempo)
191. Anung (Karyawan/Jakarta)
192. LBH Pers
193. Amir Hamzah (Sekretaris Relawan Perjuangan Demokrasi/Repdem)
194. Kencana Ayu (Karyawan/jakarta).
195. Dewi Retnowati (Individu).
196. Taluki Sasmitarsi (Jakarta)
197. Mustari Sulaeman (Mahasiswa Unas).
198. Mita (Mahasiswa fisip Unas)
199. Pekik (Mahasiswa komunikasi Unas)
200. Agustam Rahman (Ketua Perkumpulan Bantuan Hukum Bengkulu)
201. Ahwad Wali (Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)
202. Serikat Tani Bengkulu
203. Kajidin (serikat Nelayan Tradisional)
204. Tampubolon (Ketua Federasi Sekat Tani Nusantara)
205. Abdul Manan (Ketua Federasi Serikat Pekerja Media/Tempo)
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar