Jumat, 22 November 2013

[Media_Nusantara] TKI di Hong Kong, Dipaksa Makan Muntah Anjing

 

TKI di Hong Kong, Dipaksa Makan Muntah Anjing

Ribuan perempuan pekerja Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong mengalami kondisi "mirip perbudakan". Demikian diungkapkan Amnesti Internasional dalam laporannya yang berjudul "Dieksploitasi demi Keuntungan: Kegagalan Pemerintah".Amnesti Internasional pun mengutuk tindakan tersebut. Laporan Amnesti Internasional itu muncul beberapa pekan setelah pasangan Hong Kong dipenjara karena menyiksa pembantu rumah tangga mereka yang berasal dari Indonesia. Pasangan itu menyeterika dan memukuli pembantunya dengan rantai sepeda.

Amnesti Internasional menemukan, orang-orang Indonesia itu dieksploitasi dengan direkrut dan ditempatkan oleh para agen yang menyita dokumen dan memberlakukan potongan yang besar atas gaji yang mereka dapatkan dari majikan. Padahal, sebelumnya, para tenaga kerja asal Indonesia itu diimingi janji berupa gaji tinggi dan kondisi kerja yang baik.

Proses itu dianggap sama dengan praktik perdagangan manusia dan kerja paksa, kata Amnesti Internasional. Karena, para perempuan itu tidak bisa melarikan diri akibat terlilit utang dan dokumen mereka disita.

"Saat para perempuan itu tertipu untuk mendaftar bekerja di Hong Kong, mereka terjebak dalam sebuah lingkaran eksploitasi lewat berbagai kasus yang dinilai sebagai perbudakan modern," kata Norma Kang Muico, peneliti buruh migran Asia-Pasifik dari Amnesti Internasional.

Muico khawatir, sebenarnya praktik ini telah meluas di Hong Kong, tempat 15.000 perempuan Indonesia bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Laporan itu menuduh, baik pemerintah Indonesia maupun Hong Kong tidak bertindak mencegah praktik perbudakan.

Anggota parlemen dari Hong Kong, Fernando Cheung, mengatakan dirinya merasa "malu". "Pemerintah harus meningkatkan upaya menegakkan aturan hukum yang telah dilanggar," kata dia.

Hong Kong adalah rumah bagi hampir 300.000 pembantu rumah tangga, khususnya yang berasal dari negara-negara Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Filipina. Belakangan, kritik dari kelompok hak asasi manusia semakin bertambah terkait perlakuan kepada para buruh migran tersebut.

Laporan Amnesti Internasional mengatakan, dua per tiga pembantu rumah tangga yang mereka wawancarai mengalami siksaan baik fisik dan psikologis. "Sang istri secara fisik menyiksa saya secara rutin. Suatu ketika, ia memerintahkan dua anjingnya untuk menggigit saya. Saya mengalami sekitar sepuluh gigitan di badan yang merobek kulit saya dan membuat saya berdarah. Ia merekamnya dengan telepon genggam, yang sering ia putar ulang untuk ditertawakan. Ketika salah satu anjing itu muntah, ia mendorong muka saya ke muntahan itu dan memaksa saya untuk memakannya. Tapi, saya menolak. Ketika saya tanya kenapa terus menyiksa saya, ia mengatakan itu karena dia bosan. Jadi inilah cara dia menghabiskan waktu," kata seorang perempuan berumur 26 tahun asal Jakarta.

Pembantu rumah tangga lainnya menceritakan bagaimana majikan laki-lakinya "membanting dan memukul" dia sampai "hitam dan biru-biru di sekujur tubuh". Sepertiga dari mereka yang diwawancarai tidak diperbolehkan meninggalkan rumah majikan. Mereka baru bicara dengan Amnesti Internasional setelah meninggalkan pekerjaan. Banyak di antara mereka yang menghadapi kekerasan fisik dan seksual, diberi makan sedikit, kerja berlebihan (17 jam sehari adalah jam kerja rata-rata yang mereka jalani), dan digaji rendah.

Para agen penyalur yang mengantungi izin pemerintah di Indonesia, ungkap laporan Amnesti Internasional, "secara rutin menipu para perempuan tentang gaji dan biaya pungutan, menyita dokumen identitas diri dan berbagai barang pribadi lainnya sebagai jaminan, serta mengenakan pungutan lebih mahal daripada yang diperbolehkan secara hukum.

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar