Berdasarkan hasil penelusuran Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) terhadap kasus kredit bermasalah pada Bank Aceh sebesar Rp 7,5 miliar yang terjadi di Aceh Utara, kuat dugaan kasus tersebut juga mengandung unsur pidanya yakni korupsi. Untuk itu, MaTA mendesak kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh agar segera membongkar kasus ini karena ini merupakan kasus yang besar. Dan Kejati Aceh perlu menelusuri seluruh aliran dana kredit tersebut.
Kuat dugaan selain oknum-oknum dilingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara yang terlibat, ada oknum-oknum lain diluar lingkungan Pemkab Aceh Utara ikut menikmati aliran dana ini. Kalau kasus indikasi korupsi ini di bongkar oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe, MaTA mensinyalir akan ada upaya-upaya intervensi terhadap Kejari Lhokseumawe yang dilakukan oleh oknum-oknum yang terlibat. Sehingga akan sangat sulit bagi Kejari Lhokseumawe membongkar tuntas kasus tersebut.
Awalnya, kredit 7,5 miliar pada Bank Aceh atas nama Pemkab Aceh Utara direncanakan untuk membayar utang Pemkab sebesar Rp 2 miliar dan sisanya sebesar Rp 5,5 miliar untuk membiayai proyek pembangunan di Aceh Utara. Ternyata, faktanya uang tersebut dibagi-bagikan kepada oknum-oknum tertentu dengan dalih pinjaman. Ini artinya ada upaya yang sengaja dilakukan untuk melawan hukum. Dan ini bertentangan dengan UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain upaya melawan hukum, MaTA juga melihat bahwa dalam kasus tersebut ada upaya penyalahgunaan kewenangan yang dapat memperkaya diri sendiri dan orang lain dan juga akibat tindakan tersebut telah merugikan keuangan daerah, dimana uang tersebut direncanakan untuk pembangunan daerah namun faktanya bukan untuk itu sehingga jelas-jelas masyarakat Aceh Utara di rugikan.
Waspadai Vonis Bebas
Selain mendesak Kejati Aceh, MaTA juga mengharapkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe untuk mewaspadai adanya vonis bebas dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe terkait kasus kredit macet yang sedang disidangkan di PN Lhokseumawe. Belajar dari pengalaman sebelumnya, sudah ada 4 kasus yang di vonis bebas di PN Lhokseumawe ini. Untuk itu, jangan sampai ada vonis-vonis bebas selanjutnya.
Kuat dugaan selain oknum-oknum dilingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara yang terlibat, ada oknum-oknum lain diluar lingkungan Pemkab Aceh Utara ikut menikmati aliran dana ini. Kalau kasus indikasi korupsi ini di bongkar oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe, MaTA mensinyalir akan ada upaya-upaya intervensi terhadap Kejari Lhokseumawe yang dilakukan oleh oknum-oknum yang terlibat. Sehingga akan sangat sulit bagi Kejari Lhokseumawe membongkar tuntas kasus tersebut.
Awalnya, kredit 7,5 miliar pada Bank Aceh atas nama Pemkab Aceh Utara direncanakan untuk membayar utang Pemkab sebesar Rp 2 miliar dan sisanya sebesar Rp 5,5 miliar untuk membiayai proyek pembangunan di Aceh Utara. Ternyata, faktanya uang tersebut dibagi-bagikan kepada oknum-oknum tertentu dengan dalih pinjaman. Ini artinya ada upaya yang sengaja dilakukan untuk melawan hukum. Dan ini bertentangan dengan UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain upaya melawan hukum, MaTA juga melihat bahwa dalam kasus tersebut ada upaya penyalahgunaan kewenangan yang dapat memperkaya diri sendiri dan orang lain dan juga akibat tindakan tersebut telah merugikan keuangan daerah, dimana uang tersebut direncanakan untuk pembangunan daerah namun faktanya bukan untuk itu sehingga jelas-jelas masyarakat Aceh Utara di rugikan.
Waspadai Vonis Bebas
Selain mendesak Kejati Aceh, MaTA juga mengharapkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe untuk mewaspadai adanya vonis bebas dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe terkait kasus kredit macet yang sedang disidangkan di PN Lhokseumawe. Belajar dari pengalaman sebelumnya, sudah ada 4 kasus yang di vonis bebas di PN Lhokseumawe ini. Untuk itu, jangan sampai ada vonis-vonis bebas selanjutnya.
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar