Kasus Simulator SIM, Pemimpin KPK Disadap Polisi
TEMPO.CO, Jakarta - Perang antara Markas Besar Kepolisian Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus simulator uji surat izin mengemudi (SIM) terus berlangsung. Genderang perang telah terdengar dari Trunojoyo, tempat Markas Besar Kepolisian. Hal itu terungkap dalam laporan utama majalah Tempo edisi 13 Agustus 2012 yang berjudul "Mengapa Polisi Bertahan".
Seorang perwira tinggi menyebutkan operasi-operasi gelap telah dilakukan. Di antaranya penyadapan komunikasi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Dari penyadapan itu, ia mengklaim, bisa diketahui siapa pemimpin KPK yang paling getol mendorong pengusutan perkara di Kepolisian. Penguntitan terhadap beberapa petugas Komisi Pemberantasan Korupsi juga dilakukan. "Peluru" untuk membidik pemimpin KPK juga disiapkan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan mereka pada masa lalu ditelisik kembali.
Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, Kepala Biro Penerangan Markas Besar Polri, mengatakan tidak bisa mengomentari soal itu. "Saya baru tahu dari Anda," ujarnya kepada Elliza Hamzah dari Tempo.
Petinggi Kepolisian rupanya mati-matian menahan agar kasus korupsi simulator di Korps Lalu Lintas tidak sepenuhnya disidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, jika itu dilakukan, penyimpangan pada proyek-proyek sejenis di Korps Lalu Lintas akan juga terbongkar. "Ada banyak proyek yang nilainya ratusan miliar," kata seorang perwira polisi.
Selama ini, Markas Besar Kepolisian memperoleh kemudahan dalam proyek pengadaan menggunakan dana alokasi penerimaan negara bukan pajak. Sepanjang 2011, pagu pos ini di dalam daftar isian proyek Polri tercatat Rp 3,12 triliun, melompat 74,4 persen dari tahun sebelumnya yang sekitar Rp 1,79 triliun.
Kementerian Keuangan mengizinkan Kepolisian menggunakan langsung 90 persen penerimaan yang berasal dari pengurusan surat izin mengemudi, surat tanda nomor kendaraan, buku pemilik kendaraan bermotor, tanda nomor kendaraan bermotor, juga mutasi antardaerah. "Dana ini yang dipakai untuk membiayai sejumlah pengadaan di Korps Lalu Lintas," kata seorang sumber.
Pada 2011, Korps Lalu Lintas juga menangani pengadaan material tanda nomor kendaraan bermotor senilai Rp 702,5 miliar. Proyek ini digarap Primer Koperasi Polisi (Primkoppol) Direktorat Lalu Lintas. Belakangan, seluruh pengadaan bahan baku pelat nomor kendaraan ini diserahkan ke Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. Dalam wawancara dengan Tempo pada Mei lalu, Budi membenarkan soal ini. "Saya dan Primkoppol bekerja sama," ujar pemilik perusahaan peleburan aluminium di Kilometer 57, Kerawang, Jawa Barat, ini.
Ada juga pengadaan surat tanda coba kendaraan senilai Rp 75,17 miliar, pendukung surat izin mengemudi Rp 210 miliar, dan mutasi luar daerah Rp 21,3 miliar. Seluruh pengadaan ini dikhawatirkan akan juga diusut Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pengembangan perkara korupsi simulator kemudi. "Ini berbahaya bagi banyak petinggi Polri," katanya.
Seorang perwira polisi mengatakan selama ini Korps Lalu Lintas menjadi sumber pemasukan gelap banyak pejabat. Ia menyebutkan Korps Lalu Lintas merupakan "gerbang uang sejumlah jenderal".
Kepada wartawan, Jenderal Timur Pradopo memastikan akan mengusut semua petinggi Kepolisian yang terlibat. "Kalau ada keterangan saksi dan bukti yang mendukung, akan kami telusuri," ujarnya.
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/13/063423116/Kasus-Simulator-SIM-Pemimpin-KPK-Disadap-Polisi
Pemimpin KPK Tahu Disadap Polisi
TEMPO.CO, Jakarta: Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi telah menduga mereka disadap Markas Besar Kepolisian. Sumber Tempo di KPK mengungkapkan, para pemimpin KPK telah melakukan antisipasi agar penyidikan kasus tidak bocor dalam penyadapan tersebut. "Sejak awal mereka sudah mendapat informasi intelijen soal itu," kata sumber tersebut di KPK, Senin 13 Agustus 2012.
Namun sumber itu menolak menjelaskan secara detail antisipasi yang dimaksud. Dia menegaskan, para pemimpin KPK memiliki cara mengantisipasi hal tersebut, dan itu sengaja ditutupi agar tidak bocor pula.
Laporan utama majalah Tempo edisi 13 Agustus 2012 berjudul "Mengapa Polisi Bertahan" memuat pengakuan seorang perwira tinggi polisi. Ia menyebutkan, operasi-operasi gelap diduga telah dilakukan Mabes Polri setelah KPK mengusut kasus simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Di antaranya dengan melakukan penyadapan komunikasi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Selengkapnya baca di sini.
Dari penyadapan itu, ia mengungkapkan, bisa diketahui siapa pemimpin KPK yang paling getol mendorong pengusutan perkara di kepolisian. Penguntitan terhadap beberapa petugas KPK juga dilakukan. "Peluru" untuk membidik pemimpin KPK juga disiapkan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan mereka pada masa lalu ditelisik kembali.
Sumber di KPK kemarin membenarkan cerita perwira polisi itu. Dia juga mengatakan mereka yang disadap itu di antaranya Ketua KPK Abraham Samad dan wakilnya, Bambang Widjojanto. Menurut sumber itu, penyadapan yang diduga dilakukan Mabes Polri didasari informasi-informasi tertentu. Informasi itu bisa digunakan sebagai alat penawar bila kasus simulator ujian SIM menjadi bola liar di kalangan polisi.
Hingga berita ini ditulis, Abraham dan Bambang belum bisa dimintai konfirmasi. Telepon mereka tidak diangkat saat dihubungi. Pesan singkat yang dikirim juga belum dibalas. Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., juga menolak menanggapi isu penyadapan itu. "Saya tak mau menanggapi informasi yang belum jelas, kecuali Polri menyatakan begitu," kata Johan kemarin.
Kepala Biro Penerangan Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar membantah adanya operasi gelap tersebut. "Tidak benar ada penyadapan itu," kata Boy. Kepolisian, dia melanjutkan, justru mendukung KPK mengusut kasus simulator ujian mengemudi.
Kemarin sepuluh mantan pemimpin KPK menemui empat pemimpin komisi antikorupsi itu. Mereka adalah Mas Achmad Santosa, Bibit Samad Rianto, M. Jasin, Taufiequrachman Ruki, Haryono Umar, Eri Riyana Hardjapamekas, Waluyo, Sjahruddin Rasul, dan Amin Sunaryadi. Mereka diterima Ketua KPK Abraham Samad dan tiga wakilnya: Bambang Widjojanto, Zulkarnain, serta Busyro Muqoddas.
Dalam kesempatan itu, mereka mendukung KPK agar tak surut mengusut kasus korupsi SIM. Mas Achmad Santosa mengatakan pengusutan kasus simulator ujian mengemudi harus mengacu pada Undang-Undang KPK. "Pengusutan kasus itu merupakan kewenangan KPK," kata Mas Ahmad.
Namun sumber itu menolak menjelaskan secara detail antisipasi yang dimaksud. Dia menegaskan, para pemimpin KPK memiliki cara mengantisipasi hal tersebut, dan itu sengaja ditutupi agar tidak bocor pula.
Laporan utama majalah Tempo edisi 13 Agustus 2012 berjudul "Mengapa Polisi Bertahan" memuat pengakuan seorang perwira tinggi polisi. Ia menyebutkan, operasi-operasi gelap diduga telah dilakukan Mabes Polri setelah KPK mengusut kasus simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Di antaranya dengan melakukan penyadapan komunikasi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Selengkapnya baca di sini.
Dari penyadapan itu, ia mengungkapkan, bisa diketahui siapa pemimpin KPK yang paling getol mendorong pengusutan perkara di kepolisian. Penguntitan terhadap beberapa petugas KPK juga dilakukan. "Peluru" untuk membidik pemimpin KPK juga disiapkan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan mereka pada masa lalu ditelisik kembali.
Sumber di KPK kemarin membenarkan cerita perwira polisi itu. Dia juga mengatakan mereka yang disadap itu di antaranya Ketua KPK Abraham Samad dan wakilnya, Bambang Widjojanto. Menurut sumber itu, penyadapan yang diduga dilakukan Mabes Polri didasari informasi-informasi tertentu. Informasi itu bisa digunakan sebagai alat penawar bila kasus simulator ujian SIM menjadi bola liar di kalangan polisi.
Hingga berita ini ditulis, Abraham dan Bambang belum bisa dimintai konfirmasi. Telepon mereka tidak diangkat saat dihubungi. Pesan singkat yang dikirim juga belum dibalas. Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., juga menolak menanggapi isu penyadapan itu. "Saya tak mau menanggapi informasi yang belum jelas, kecuali Polri menyatakan begitu," kata Johan kemarin.
Kepala Biro Penerangan Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar membantah adanya operasi gelap tersebut. "Tidak benar ada penyadapan itu," kata Boy. Kepolisian, dia melanjutkan, justru mendukung KPK mengusut kasus simulator ujian mengemudi.
Kemarin sepuluh mantan pemimpin KPK menemui empat pemimpin komisi antikorupsi itu. Mereka adalah Mas Achmad Santosa, Bibit Samad Rianto, M. Jasin, Taufiequrachman Ruki, Haryono Umar, Eri Riyana Hardjapamekas, Waluyo, Sjahruddin Rasul, dan Amin Sunaryadi. Mereka diterima Ketua KPK Abraham Samad dan tiga wakilnya: Bambang Widjojanto, Zulkarnain, serta Busyro Muqoddas.
Dalam kesempatan itu, mereka mendukung KPK agar tak surut mengusut kasus korupsi SIM. Mas Achmad Santosa mengatakan pengusutan kasus simulator ujian mengemudi harus mengacu pada Undang-Undang KPK. "Pengusutan kasus itu merupakan kewenangan KPK," kata Mas Ahmad.
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/14/063423336/Pemimpin-KPK-Tahu-Disadap-Polisi
Pukat UGM: Penyadapan KPK Bentuk Arogansi Polisi
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti pada Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, mendesak kepolisian segera menghentikan penyadapan terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Dalam tindak pidana korupsi, kepolisian sama sekali tidak punya kewenangan menyadap," ujar Hifdzil saat dihubungi, Selasa, 14 Agustus 2012. Sedangkan polisi kata Hifdzil, kalau pun bisa menyadap hanya boleh untuk tindak pidana terorisme atau narkoba.
Menurut Hifdzil, penyadapan terhadap pimpinan KPK seperti diceritakan seorang perwira polisi kepada Tempo merupakan tindakan yang keliru. Semua tindakan pemberantasan korupsi seperti diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi hanya dilakukan oleh KPK, termasuk untuk melakukan penyadapan. Sesuai undang-undang ini, Hifdzil mempertanyakan kapasitas yang menjadi dasar Polri untuk menyadap. "Apalagi yang disadap adalah pimpinan KPK. Ini salah alamat."
Dia mengatakan, kalau pun undang undang memberi kewenangan Polri melakukan penyadapan, seharusnya yang disadap adalah tersangka pelaku tindak pidana korupsi simulator surat izin mengemudi yang sudah ditetapkan KPK maupun kepolisian. Penyadapan terhadap pimpinan KPK justru menunjukkan arogansi polisi dalam menyelesaian masalah hukum yang menyeret institusinya.
Sikap janggal kepolisian ini dinilai juga akan semakin memperuncing kisruh penyelesaian kasus korupsi simulator SIM oleh polisi dan KPK. Polisi juga akan semakin mendapat sorotan negatif publik karena jelas bersikap protektif terhadap lembaganya. "Penyadapan itu menunjukkan tidak ada keinginan kepolisian untuk menuntaskan pnyidikan simulator SIM."
Laporan utama majalah Tempo edisi 13 Agustus 2012 berjudul "Mengapa Polisi Bertahan" memuat pengakuan seorang perwira tinggi polisi. Ia menyebutkan operasi-operasi gelap diduga telah dilakukan Mabes Polri setelah KPK mengusut kasus simulator SIM. Di antaranya dengan melakukan penyadapan komunikasi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dari penyadapan itu, ia mengungkapkan, bisa diketahui siapa pemimpin KPK yang paling getol mendorong pengusutan perkara di kepolisian. Penguntitan terhadap beberapa petugas KPK juga dilakukan. "Peluru" untuk membidik pemimpin KPK juga disiapkan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan mereka pada masa lalu ditelisik kembali.
Menurut Hifdzil, penyadapan terhadap pimpinan KPK seperti diceritakan seorang perwira polisi kepada Tempo merupakan tindakan yang keliru. Semua tindakan pemberantasan korupsi seperti diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi hanya dilakukan oleh KPK, termasuk untuk melakukan penyadapan. Sesuai undang-undang ini, Hifdzil mempertanyakan kapasitas yang menjadi dasar Polri untuk menyadap. "Apalagi yang disadap adalah pimpinan KPK. Ini salah alamat."
Dia mengatakan, kalau pun undang undang memberi kewenangan Polri melakukan penyadapan, seharusnya yang disadap adalah tersangka pelaku tindak pidana korupsi simulator surat izin mengemudi yang sudah ditetapkan KPK maupun kepolisian. Penyadapan terhadap pimpinan KPK justru menunjukkan arogansi polisi dalam menyelesaian masalah hukum yang menyeret institusinya.
Sikap janggal kepolisian ini dinilai juga akan semakin memperuncing kisruh penyelesaian kasus korupsi simulator SIM oleh polisi dan KPK. Polisi juga akan semakin mendapat sorotan negatif publik karena jelas bersikap protektif terhadap lembaganya. "Penyadapan itu menunjukkan tidak ada keinginan kepolisian untuk menuntaskan pnyidikan simulator SIM."
Laporan utama majalah Tempo edisi 13 Agustus 2012 berjudul "Mengapa Polisi Bertahan" memuat pengakuan seorang perwira tinggi polisi. Ia menyebutkan operasi-operasi gelap diduga telah dilakukan Mabes Polri setelah KPK mengusut kasus simulator SIM. Di antaranya dengan melakukan penyadapan komunikasi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dari penyadapan itu, ia mengungkapkan, bisa diketahui siapa pemimpin KPK yang paling getol mendorong pengusutan perkara di kepolisian. Penguntitan terhadap beberapa petugas KPK juga dilakukan. "Peluru" untuk membidik pemimpin KPK juga disiapkan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan mereka pada masa lalu ditelisik kembali.
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/14/063423353/Pukat-UGM-Penyadapan-KPK-Bentuk-Arogansi-Polisi
Penyadapan Polisi terhadap KPK Dinilai Ilegal
Menurut Andi, gagasan aturan penyadapan sudah ada dalam Rancangan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Dalam rancangan KUHP diatur ihwal dasar hukum aturan penyadapan. Sedangkan dalam rancangan KUHAP diatur soal teknis penyadapan.
Dalam rancangan itu tertulis hanya hakim yang bisa menghentikan proses penyadapan. "Rancangan ini juga nanti mengatur kalau penyadapan hanya boleh dilakukan dengan batas waktu tertentu," kata dia. Andi menegaskan, penyadapan hanya boleh dilakukan untuk tindak pidana khusus, seperti terorisme, korupsi, pelanggaran HAM berat, perdagangan perempuan, dan penculikan.
Dosen hukum pidana Universitas Trisakti ini menyayangkan rancangan KUHP dan KUHAP tersebut sampai sekarang belum disahkan. Dengan demikian, aturan soal penyadapan pun belum ada. Ketua tim perumus KUHAP ini akan meminta Kementerian Hukum dan HAM segera menggiring rancangan tersebut ke DPR. "Agar aturan penyadapan itu jelas dan tidak disalahgunakan," kata Andi.
Informasi dugaan penyadapan ini berawal dari pengakuan seorang perwira polisi yang diungkap dalam laporan utama majalah Tempo edisi 13 Agustus 2012 berjudul "Mengapa Polisi Bertahan". Perwira itu mengakui ada upaya operasi gelap Polri untuk menghalangi KPK mengusut kasus simulator ujian SIM, antara lain melalui penyadapan. Di samping itu, polisi diduga menguntit kegiatan para pemimpin KPK. Berita selengkapnya di sini.
Kepala Biro Penerangan Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar membantah adanya operasi gelap tersebut. Kepolisian, kata dia, justru mendukung KPK mengusut kasus simulator ujian mengemudi.
Indonesia Corruption Watch, pegiat antikorupsi, menilai audit perlu dilakukan terhadap kewenangan penyadapan. Febridiansyah, Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, mengatakan tujuan audit terhadap kewenangan penyadapan tersebut tak lain agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Menurut dia, potensi penyalahgunaan tersebut bisa terjadi karena polisi dan jaksa juga memiliki alat penyadapan. "Tanpa izin pengadilan, mereka bisa menyadap. Itu tindakan ilegal," katanya kemarin.
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/14/063423338/Penyadapan-Polisi-terhadap-KPK-Dinilai-Ilegal
__._,_.___
.
__,_._,___
Ayo semua dukung KPK dalam upaya memberantas korupsi di tubuh Polri, please kunjungan baliknya! -KPK vs Polri
BalasHapus