Mbok..., kayo-kayo jagate soyo lungkrah, Pang lan godhong pada semplah merga ketigane dawa, Oyot pepes merga udan selapan, Tanduran alum sakdurunge metu hasile, Salah mongso ora mung crito ning wis nyata Mbok..., kayo-kayo ndonyane saya lara Tegal lan sawah angel garapane, Yen rendeng beno, yen ketigo bero, lenah gampang nelo, arepo nembe sepasar ora udan, Wereng lan walang tambak ngremboko, Tandur angel thukul, ngrabuk angel subur, tetanen ora panen Mbok..., kayo-kayo kadang tani saya nalangsa Unen-unen Nggendong genthong, kesandung petung dudu mung trawangan ning kasunyatan. Tanine talilali ati ning yen tetanen takon laku. Ilmu titen kanggo angon masa kala wis ora ono. Njaluke sarwa cepet, saguh gagah ning malak wegah Mbok. . ., iki sing salah sapa? Opo menungso wis lali dadi titah sing nindake dawuhing gusti, Memayu bumi sedyayu sinambung akaryo arjaning tani.
Memayu Bumi Sedayu, Akarya Anjaning Tani
"Geguritan Pang Semplah" adalah bentuk protes "prawan kencur" (anak perawan) pada ibunya setelah melihat kondisi alam. Rangkaian katanya mengandung makna mendalam tentang kemerosotan potensi alam pertanian yang adalah sebuah akibat dari perlakuan salah yang dilakukan dalam tiga dasa warsa. Kebanggaan akan peningkatan produksi yang spektakuler hasil teknologi barn, sekarang harus dibayar mahal dengan ongkos lingkungan pertanian dan sosial ekonomi petani. Kemandegan produktivitas dan petani tidak mandiri menjadi persoalan pertanian yang mesti dijawab dengan arif. Gerakan pertanian yang menjalankan kaidah alam dan nilai-nilai luhur lokal, diharapkan menjadi salah satu pematik untuk mencari solusi dan patembayan wulen pari menjadi batu penjuru terbangunnya pertanian lestari.
Dasar Pemikiran
"Nggendong Genthong, Kesandung Petung" filsofat Jawa yang menerawang kondisi petani di masa mendatang, sepertinya menjadi kenyataan. Bahwa petani tidak lagi mempunyai pegangan dalam bertani dan jatuh dalam hitungan ekonomi. Usaha tani padi cenderung semakin gamang dan tidak ada kepastian dalam penerimaan hasil. Kegagalan panen akibat bencana alam dan serangan hama dan penyakit tanaman semakin sering terjadi. Di samping itu, kapital usaha meningkat secara drastis seiring peningkatan volume dan harga masukan usaha tani dari luar serta ongkos tenaga kerja yang semakin mahal. Kondisi petani dan dunia pertanian yang seperti ini menjadi dasar untuk menggali dan menjalankan kembali nilai-nilai luhur dalam bertani yang menerapkan prinsip"Kridho Tani Darmo Bumi". Beras Delanggu" (Pulen Pethak Wangi Wetah) merupakan branding sosial, di masa Citra Produk dibangun oleh masyarakat tanpa ada penguasaan lembaga usaha tertentu. Beras Delanggu yang awalnya dicirikan sebagai beras pulen aromatik yang bersumber dari padi varietas Rojolele, berkembang menjadi beras yang diproduksi di wilayah Delanggu. Saat ini, citra beras Delanggu semakin memudar sebagai akibat tidak adanya upaya pengendalian. Para pengusaha lebih tertarik pada usaha pembuatan karung kemasan ketimbang menjaga kualitas produk. Persoalan tersebut menjadi dasar pertimbangan untuk mencerahkan kembali citra beras Delanggu yang berciri "Pulen Pethak Wangi Wetah"
Dasar Pengertian
Patembayan pada dasarnya adalah kumpulan orang yang menyatukan tekad untuk melakukan sesuatu atau dalam nilai-nilai Jawa, disebut " Nali Ati Ngudor Laku". Tradisi Jawa seperti "Kenduri" sering menjadi awal terbangunya patembayan. Kenduri yang dalam kirata basa mengandung makna "kekandhelon kang diudari" (keinginan yang diungkapkan), merupakan ritual syukurdan permintaon pada Sang Pencipto yang dilakukan secara bersama-sama. Meski pun Perm intcan berosal dari seseorang secara pribadi, akan tetapi diamini oleh masyarakat. Meskipun patembayan bukan bentuk organisasi dengan ikatan dan aturan, tetapi mempunycai lima fungsi yaitu;
Wahana Komunikasi bagi masyarakat pertanian dan pemerharti nilai-nilai luhur Jawa untuk mengelola inspirasi dan aspirasi, Wadah Belajar untuk semua orang pada kearifan trandisi Jawa dalam olah tetanen dan nilai-nilai luhur dalam tata kehidupan masyarakat, Sarana Kerjasama semua pihak untuk bergerak melakukan perubahan yang lebih baik khususnya memperbaiki perikehidupan keluarga tani. Unit Usaha-bersama. dalam memproduksi dan memasarkan beras Delanggu yang menjaga citra beras "Pulen Pethak Wangi Wetah", Perangkat Keswadayaan dalam menenggakan kemandirian petani dan memperluas peran petani.
Pari yang dalam Kirata Basa mengandung makna Paitane Nguri-uri (Modalnya konservasi), mengingatkan kita pada nilai-nilai yang menjadi pegangan dalam bercocok tanam padi. Istilah Nguri-uri dalam tutur orang Jawa dimaknai dengan ajaran Mangasah mingising bumi, memasuh malaning bumi, memayu hayuning bumi artinya ada tiga hal yang terkandung dalam upaya konservasi yaitu; (1) mendaya-gunakan potensi secara sepadan, (2) mengantisipasi adanya bencana alam, dan (3) menjaga kelestarian bumi. Aktivitas nguri-nguri ini salah satunya adalah menerapkan "Ilmu Titer" dalam Tetanen yang mengandung makna Niteni tandor nganti panen pengambil keputusan(mengamati dan sesuai kondisi pertumbuhan tanaman). Pegangan bercocok tanam padi yang menjalankan kaidah-kaidah konservasi, dirumuskan dalan istilah Papat Kiblat - Lima Pancer. Empat hal yang harus dilakukan dalam bertani adalah: Gemi Lemi; Menjaga kelestarian tata kehidupan tanah dan memperbaiki kual itas tanah, Tanggon Banyu; Mengatur kondisi air di lahan sesuai dengan sifat dan kebutuhan tanaman. Argon Mongso: Menetapkan saat tanam dengan menyesuaikan perubahan musim. Tanggap Surya: Mengelola tanaman sesuai kondisi/posisi matahari. Ke empat hal itu dijalankan dengan satu (kiblat), yaitu Ngudi Winih/mengelola seperti melakukan seleksi berdasarkan "Bibit,Bebet, Bobot".
Rumusan nali ati atau menyatukan tekad adalah "Memayu Bumi Sedyayu, Akarya Arjaning Tani" yang upaya mensejahterakan bumi (Memayu bumi Sedyayu) dan berkarya untuk kemakmuran petani (Akarya arjaning tani) seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Bertani yang sepadan dan dilandasi dengan ketangguhan petani menjadi modal untuk meraih kesejahteraan dan menjaga keberlanjutan (Talesing Sedyayu tinulad ing Wignya lan sembada).
Patembayan Wulen Pari merumuskan visi, yaitu; Talesing Sedyayu tinulad ing Wignya lan Sembado (Mewujudkan harapan kesejahteraan yang diraih dengan kecerdasan dan ketangguhan). Nilai luhur budaya Jawa ini mengandung makna hubungan vertikal dan horisantal, antara petani dengan Tuhan dan dalam ciptaannya serta dengan masyarakat tani lain. Manusia yang mendapat mandat mengelola alam, dituntut untuk tetap menjaga kesejahteraan bersama sekaligus menciptakan kemakmurannya sendiri. Untuk mewujudkan Visi tersebut, patembayan wulen Pari menjalankan misi yaitu' Memayu Bumi Sedyayu, Akarya Arjaning Tani (Berusaha untuk Kesejahteraan Alam, Berkarya untuk Kemakmuran Petani). Sedangkan prinsip-prinsip yang menjadi jiwa dalam menjalankan misi didesarkan pada kesatuan jati diri "Cipta, Rasa, Karsa" yaitu; Prasetya ing Pambudi mungguh Lestarining Bumi (Berupaya untuk Kelestarian Alam) Prasetya ing Pongroso mungguh Gambuhing Gesong (Berpikir untuk Kesatuan Kehidupan) Prasetya ing Pakarti mungguh Sedyayuning Sedayo (Berkaryo untuk Kesejahteraan Bersoma)
Aktivitas Utama
Patembayan Wulen Pori merancang berbagai aktivitas yang dikelompokkan dalam empat komponen (Saka Guru Omah Joglo),yaitu: Saka Lor; Mengembangkon "Pertanian Organik" melalui praktek- praktek petanian yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan potensi lokal secara optimal dan menghindari masukan dari luar (external input) yang dapat mengganggu keseimbangan alam (ekosistem Pertanian). Saka Wetan; menjalankan Aksi Organik melolui kegiatan yang melibatkan masyarakat secara partisipatif, di mana masyarakat lokal diposisikan sebagai subyek (bukan obyek) dan mengusung nilai-nilai budaya lokal. Saka Kidul; Menciptakan Intelektual Organik melalui proses pembelajaran partisipatif yang menerapkan pendekatan siklus belajar dari pengalaman dan kaidah pendidikan orang dewasa, dengan tahapan membangun sikap, merangsang pemahaman, mengasah ketrampilan, dan membangun kapasitas manajerial. Saka Kulon; Membangun Kerjasama Organik melalui jejaring kemitraan antar petani dan dengan pihak lain yang menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman, keseimbangan, kesepadanan, dan keberlanjutan.
Perangkat Teknis
Dalam menjalankan aktivitasnya, patembayan wulen pari melakukan pendekatan secara utuh dan terpadu dalam pengembangan usaha tani yang mencakup sektor hulu, sektor tengah dan sektor hilir. Konsep "Griya Srana" menjadi jiwanya pengelolaan sektor hulu. Sedangkan konsep "Krido Tani Darma Bumi" menjadi jiwanya pengelolaan sektor tengah (budidaya). Untuk sektor hilir dirumuskan konsep "Kumandang Pasar Beras Delanggu". Pendekatan ini mempunyai 10 perangkat teknis (Dasa Manunggal), yaitu: *Bank Benih ; Penguasaan benih oleh petani merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam menjalankan perangkat tujuan ingin dicapai dalam menjalankan perangkat bank benih. Kegiatan utama perangkat adalah 1) menyimpan benih hasil panen yang telah terseleksi, 2) mengkoleksi beraneka varites unggul lokal (aromatik) dengan pengaturan tanam untuk menjaga daya tumbuh benih, dan 3) menjalankan pergiliran varietas serta jalur benih antar lapang. * Pabrik rabuk; kekayaan biomassa di sekitar pedesaan termasuk limbah pertanian dan industri rumah tangga adalah potensi bahan baku untuk memproduksi pupuk organik sendiri. Ketersediaan pupuk organisk dengan standar kualitas yang tinggi (Kandungan unsur hara dan bakteri perakaran) sebagai pupuk tambahan untuk pupuk organik bentuk lain yang dapat disediakan petani sendiri. *Klinik Tanaman; Pengendalian hama dijalankan dengan memadukan berbagai teknik secara terpadu dengan tetap menjaga hubungan yang harmonis komponen ekosistem pertanian. Meskipun pestisida digunakan sebagai pilihan terakhir dalam pengendalian hama, akan tetap ketersediaannya perlu dipersiapakan. Pitutur "Suket godong dari rewang" menjadi pedoman dalam pembuatan pestisida nabati dengan tetap mengacu pada standar kesehatan sawah dan manusia. *Mbaleke Dami, Nelesi Leri; Gerakan mengembalikan jerami ke dalam tanah yang diikuti dengan penyiraman air cucian beras adalah kegiatan praktis yang terus didorong untuk dilakukan sehingga jadi budaya. *Tetanen (Niteni Tandur nganti Panen); Ilmu titen yang menjadi pedoman petani zaman dulu akan dihidupkan kembali dengan menjalankan aktivitas pengamatan pertumbuhan padi dan kondisi sawah dari fase ke fase. Pengamatan secara berkala yang diikuti dengan metode analisa sederhana merupakan cara mencerdaskan petani untuk mengambil keputusan sendiri. *Jaluk teles, nolak megung; pada dasarnya tanaman padi memerlukan air untuk pertumbuhannya tetapi kondisi air yang megung akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan padi dan perkembangan mahkluk hidup lainnya. Oleh karena itu, tehnik pengaturan air sesuai kebutuhan tanaman disetiap fase pertumbuhan harus dilakukan secara konsisten. *Citra beras Delanggu; Beras Delanggu yang sudah diterima masyarakat akan dicerahkan kembali karena pada aat ini mulai terjadi pergeseran profil produknya. Ciri beras Delanggu yang "Pulen Pethak Wangi Wetah" diproduksi kembali secara konsisten. *Warung Organik; perangkat ini berfungsi sebagai pusat promosi sekaligus transaksi penjualan beras untuk tetap menjaga standar kualitas sesuai citra beras Delanggu. Warung organik menjual berbagai macam beras aromatik organik dengan variasi varietas padi. *Pasar Beras; kerja sama pemasaran beras dengan pihak lain dilakukan untuk membangun image yang lebih luas sekaligus mengembangkan usaha dengan peningkatan omset. Mitra usaha pemasaran yang mempunyai segmen pelanggan tingkat menengah menjadi pilihan karena harga produknya lebih tinggi. Kesepuluh perangkat teknis tersebut diatas bersifat "praktis-dinamis" dalam pengertian dijalankan sesuai kemampuan dengan tetap mengikuti dinamika kondisi dan perubahan yang terjadi di lahan setempat ("Anatapi Kabisane, Tinulad ing Sapatese").
Sumber: Kelompok Patembyan Wulen Pari Delanggu Klaten. |
Minggu, 01 Juli 2012
[Media_Nusantara] Patembayan Wulen Pari Geguritan Pang Semplah
__._,_.___
.
__,_._,___
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar