Minggu, 29 Juli 2012

[Media_Nusantara] Press Release IRESS. Gas Donggi-Senoro untuk Siapa?

 

Press Release IRESS. Gas Donggi-Senoro untuk Siapa?

Jakarta, Kamis(26/7), Indonesia Resources Studies (IRESS) bekerjasama dengan Tambangnews.com dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Sulawawesi Tengah, Nurmawanti Dewi Bantilan, SE, mengadakan seminar bertema "Gas Donggi Senoro Untuk Siapa?" pada jam 1000-1300 WIB, bertempat di Gedung DPD RI Jakarta, Senayan, Jakarta. Yang bertindak sebagai pembicara seminar adalah Anggota DPD RI Nurmawati Bantilan, Dr Kurtubi (CPPES), Rikrik Reskiana (Antitrust Lawfirm), Suparman Chandra (Yamaland) dan Marwan Batubara (IRESS).

Marwan Batubara menguraikan latar belakang penyelenggaraan seminar antara lain karena adanya masalah alokasi gas, pengadaan kilang, harga gas yang rendah, pelanggaran hukum menurut KPPU, dll. Terkait aloaksi gas, Menteri ESDM melalui SK No.4186/2010 bulan Juni 2010, telah menetetapkan 70% untuk ekspor dan hanya 30% untuk domestik. Padahal pada 2009 Wapres Jusuf Kalla, dan disetujui Presiden SBY, telah menetetapkan gas Donggi Senoro akan dialokasikan 100% untuk domestik. Marwan mengatakan bahwa dengan kondisi PLN dan industri nasional yang masih sangat kekurangan gas saat ini dan beberapa tahun ke depan, maka seandainya pun gas Donggi-Senoro 100% dialokasikan untuk domestik, kebutuhan tersebut masih tetap kekurangan. Apalagi jika alokasi tersebut hanya 30%.

Dalam hal pengadaan kilang LNG, JK pernah memerintahkan dilakukannya tender ulang. Hal ini pun tidak digubris. Proyek kilang LNG dengan nilai US$ 2,1 miliar tetap dilanjutkan. Berdasarkan progres hingga saat ini, nilai proyek bisa saja mencapai USD 4 miliar, dan berpotensi terjadi penggelembungan harga. Memang dengan pola hulu, pembangunan kilang tidak masuk cost recovery, sehingga negara mungkin tidak dirugikan secara langsung. Namun jika ini tetap dilanjutkan dengan potensi kemungkinan terjadinya mark-up, maka Pertamina dan Medco sebagai perusahaan nasional berpotensi dirugikan oleh Mitsubishi dan kontraktor asing.

Dalam aspek legal, Kebijakan Pertamina yang memenangkan Mitsubishi Corporation (MC) dalam Beauty Contest sebagai pengelola proyek Donggi Senoro, dianggap oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999) dalam proses Tender/Pemilihan Mitra/ Proyek LNG Donggi-Senoro. Kurtubi, Rikrik Reskiana dan Marwan enuntut agar pelanggaran ini mendapat sanksi yang tegas.

Dalam hal harga jual, ketetapan harga gas Donggi-Senoro US$ 4,01/mmbtu, hanya selisih US$ 0,5/mmbtu dibanding harga murah gas Tangguh, perlu dipertanyakan. Padahal PLN sanggup membeli gas hingga US$ 11/mmbtu. Harga ini tentunya sangat rendah dan sebagaimana kerugian pada kontrak gas Tangguh, harga murah gas Donggi-Senoro ini pun berpotensi merugikan negara triliunan Rp. Oleh sebab itu, Marwan, Kurtubi dan Suparman meminta agar harga gas dinegosiasikan kembali untuk mencapai harga yang wajar, dan hasilnya dipublikasikan secara transparan.

Suparman Chandra mengingatkan tentang besarnya pengeluaran negara hingga Rp 700 triliun/tahun jika tetap mengkonsumsi BBM seperti saat ini (hingga sekitar 74 juta kl/tahun), tanpa upaya untuk beralih bertahap menggunakan gas. Potensi penghematan dapat mencapai Rp 400 triliun/tahun jika konsumsi BBM tersebut diganti dengan gas. Suparman menyatakan bahwa tidak hanya 100% gas Donggi-Senoro, tetapi justru pemerintah pun harus mencari pasokan gas dari ladang-ladang lain untuk keperluan pengalihan dari BBM ke gas tersebut.

Nurmawati Dewi Bantilan yang merupakan Anggota DPD RI dari Sulawesi tengah mengatakan, sejak gas Donggi Senoro di kelola oleh MC, kesejahtaraan masyarakat terabaikan, CSR yang dikeluarkan MC tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang telah diakibatkan oleh pembangunan kilang tersebut. Bahkan menurutnya, kini masyarakat sudah mulai bergerak untuk melakukan penolakan dengan menghentikan truk-truk pembangunan kilang, jika hak-hak mereka tidak kunjung diperhatikan. Nurmawati mengingatkan agar kontraktor memperhatikan kepentingan rakyat di sekitar tamabang, termasuk untuk memperoleh kesempatan kerja.

Kurtubi mengatakan bahwa kerugian negara dari migas terjadi karena hubungan Kontrak dengan Perusahaan Migas, yang awalnya menggunakan pola B to B (Pertamina dengan Perusahaan Migas Asing/Swasta) menjadi pola B to G (Pemerintah c/q BP Migas dengan Perusahaan Migas Asing/Swasta). Begitupun dalam Pengembangan LNG Donggi Senoro, menurut Kurtubi pendapatan Pertamina dan negara menjadi tidak optimal karena justru lapangan gas yang dioperasikan oleh Pertamina (dan Medco), diserahkan ke Pihak lain (Mitsubishi/PT DSLNG). Dan disini yang mendapat untung besar adalah Mitsubishi/PT DSLNG.

Menurut Kurtubi, yang juga perlu diklarifikasi adalah, mengapa Pertamina tidak mau belajar dari pengalamannya sendiri membangun kilang LNG Badak dan Arun dan telah terbukti dengan sukses tanpa menggunakan dana APBN. Pertamina berhasil menjual LNG dengan formula harga yang menguntungkan Negara dimana pendapatan negara dari LNG sangat besar, dan perhasil mengoperasikan LNG Plant selama lebih dari 30 tahun dengan tanpa ada cacat/kebakaran/bencana.

Selain itu, Beauty contest yang dilakukan Pertamina, menurut Kurtubi juga telah menimbulkan perseturuan bisnis. Lewat Putusan KPPU No.35/KPPU-I/2010 tanggal 5 Januari 2011 menyatakan bahwa Pertamina-Medco-Mitsubishi telah melanggar Pasal 22 dan 23 UU No.5/1999 dama Proses Tender/Pemilihan Mitra atas Proyek LNG Donggi Senoro. Hal ini perlu ditindakanjuti secara adil dan memihak kepentingan nasional.

Jakarta, 26 Juli 2012

Indonesian Resources Studies, IRESS
Ttd
Marwan Batubara, CP: 0811 177 1911

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar