Senin, 23 Juli 2012

[Media_Nusantara] Release Media : Festival Ningkam Haumeni Festival untuk Produktivitas Budaya dan Kedaulatan Pangan

 

Kawan-kawan,

 

Festival Ningkam Haumeni kembali diadakan oleh Masyarakat adat Tiga Batu Tungku (Amanatun, Amanuban, Molo) di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur.

Ini merupakan festival ketiga, dan mengangkat tema Menuju Kedaulatan Pangan, Air dan Energi.

 

Release selengkapnya ada di email di bawah ini.

 

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi :

-          Torry Kuswardono, PIKUL, 0811 383 270

-          Danny Wetangterah, PIKUL, 08133 7999 414

-          Herry Naif, Walhi NTT, 08133 193 82 962

 

Terima kasih,

 

Luluk Uliyah

Knowledge Officer

SatuDunia/OneWorld Indonesia

Jl. Tebet Utara II No. 6 Jakarta Selatan, 12820 Indonesia

Telp: +62-21-83705520, Fax: +62-21-83705520

www.satudunia.net, www.satuportal.net

Email: lulukuliyah@gmail.com, luluk@satudunia.net

 

"Mari berbagi informasi dan pengetahuan"

 

-----------------------------------------------------------------------

 

Press Release I

Kupang, 23 Juli 2012

Festival Ningkam Haumeni, Festival untuk Produktivitas Budaya dan Kedaulatan Pangan

 

Kupang – Masyarakat adat Tiga Batu Tungku (Amanatun, Amanuban, Molo) yang berada di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), kembali menggelar Festival Ningkam Haumeni yang ketiga kalinya pada 24-26 Juli 2012, di bukit Keramat Mollo, Anjaf-Nausus, di Desa Naususu, TTS, Provinsi NTT. Festival ketiga ini mengangkat tema Menuju Kedaulatan Pangan, Air dan Energi.

 

“Festival ini bukan hanya sekadar ajang kumpul untuk menari dan menyanyi. Lebih dari itu, Festival ini merupakan suatu kesadaran dalam mengedepankan Produktifitas Budaya dan perayaan terhadap sebuah komitmen adat. Itu jauh lebih penting. Karena itu masyarakat Tiga Batu membangun slogan perjuangan yang didengungkan selalu dalam festival yaitu, Kami tidak menjual apa yang tak bisa kami buat,” ujar Pantoro Tri Kuswardono, Knowledge Management and Public Outreach Director, PIKUL, dalam Media Briefing Festival Ningkam Haumeni, yang dilakukan di kantor PIKUL (Lingkar Belajar Komunitas Bervisi), Senin, 23 Juli 2012. Tampil juga sebagai pembicara Herry Bertus Naif, Direktur Eksekutif Daerah Walhi NTT sebagai wakil dari Panitia Ningkam Haumeni.

 

Lebih jauh Pantoro Tri Kuswardono menjelaskan slogan yang dibangun masyarakat tiga batu bermakna dalam bahwa batu atau bahan tambang tidak dibuat manusia, jadi tidak ada haknya Masyarakat Tiga Batu Tungku menjualnya. Mereka harus membuat sesuatu dahulu baru kemudian bisa menjual, maka itulah yang membuat mereka menjadi manusia.

 

“Festival ini sebuah proses, semacam perayaan peneguhan komitmen Masyarakat Adat Tiga Batu Tungku tentang komitmen orang-orang yang telah gugur berjuang untuk hidup mereka yang harus dihargai, juga perayaan komitmen untuk masa depan atas dasar budaya yang telah merek miliki,” ungkapnya.

 

Festival kali ini membahas tentang tenun dan pangan. Kesadaran itu membuat orang berpikir untuk kembali berproduktifitas tentang pertanian dan tenun sebagai potensi yang memang mereka bisa buat terkait dengan pengelolaan alam. Tenun bukan hanya sekadar menjadi nilai komersil lebih dari itu mempunyai nilai filosofi yang dalam.

 

“Menenun bukan hanya sekadar menenun dari benang, tapi menenun dengan menggunakan kapas itu jauh lebih penting, kembali memintal itu penting, mencari pewarna-warni alami itu penting. Karena itu bagian dari ekosistem, ketika pewarna alam itu berasal dari hutan dan hutan tidak ada, maka tidak ada tenun ikat yang indah dan mahal. Lebih dari itu sejarah identitas dari masyarakat juga punah,” tandas Torry.

 

Ditambahkan Festival juga sebagai ajang membangun solidaritas antar tiga wilayah untuk bertukar pengalaman dalam pertanian.  Misalnya mereka saling bertukar bibit, bertukar pengalaman tentang panganan yang khas, makanan pokok yang khas, serta bagaimana mereka bisa memilikinya dengan rasa bangga.

 

“Contoh saja di Fatumnasi para orang tua sudah mengeringkan susu untuk sarapan anak-anaknya. Ini jauh lebih hebat dibandingkan yang didapat para anak yang ada di kota dengan keju pabriknya. Di Amanatun ada utak yang mereka bangga memakannya dan dianggap sebagai bagian dari kehidupannya. Bahkan mereka juga tidak memperkenankan biji jagung jatuh begitu saja dengan sia-sia”.

 

Sementara Herry Herbetus menambahkan bahwa Festival ini merupakan bagian dari integrasi kekuatan Masyarakat Tiga Batu Tungku. Ningkam Haumeni itu sendiri menjelaskan bagaimana Ningkam (madu) Haumeni (cendana) adalah sesuatu yang sudah nyaris punah di Timor adalah sesuatu yang harus sering diingatkan.

 

“Mengulas hal-hal bernilai yang nyaris hilang dari peradaban akan terungkap di Festival ini. Juga sebagai pengingat bahwa di NTT yang merupakan gugusan pulau kecil jelas tidak cocok untuk dieksplore melalui sector tambang, masyarakat ini akan menunjukkan pertanian dan yang mereka bisa buat bisa menghidupkan,” jelasnya.

 

Dalam festival diajarkan juga soal keswadayaan dan kemandirian petani sebagai sebuah kesadaran yang kritis.  Panganan local akan dipamerkan. Orang Kolbano akan membawa ikan, Molo akan membawa pisang, dan sebagainya.

 

“Ini semacam kritik kepada Negara, yang hingga sekarang tidak pernah punya daftar pangan lokal dan masih mengendepankan beras sentries sebagai kebijakan pertaniannya. Selalu ada pilihan di atas permukaan bumi ini. Jika di permukaan saja mereka tidak bisa urus bagaimana mereka akan mengurus yang ada di dalam bumi. Masyarakat Tiga Batu Tungku akan menunjukkannya,” jelasnya. (*)

 

Kontak Media :

-         Torry Kuswardono, PIKUL, 0811 383 270

-         Danny Wetangterah, PIKUL, 08133 7999 414

-         Herry Naif, Walhi NTT, 08133 193 82 962

 

 

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar