Minggu, 29 Juli 2012

[Media_Nusantara] Kliping Lumpur Lapindo 25 Juli 2012: Uang Rakyat Rp 1,5 Triliun untuk Lapindo Bakrie

 


Daftar Isi:
  1. Uang Rakyat Rp 1,5 Triliun untuk Lapindo Bakrie
  2. Keluarga Penulis 'Lumpur Lapindo File' Diduga Turut Menghilang
  3. Pengarang Buku Lumpur Lapindo Diteror?
  4. Penulis Buku Soal Lumpur Lapindo Diduga Hilang
  5. MK: Mengapa Negara Harus Menanggulangi Biaya Lapindo?
  6. Korban Lapindo: Percuma Ketemu dengan Bakrie
  7. Merasa Dipingpong, Korban Lapindo Susah Bertemu Presiden
  8. Jalan Kaki dari Sidoarjo, Suwandi Tiba di Wisma Bakrie II
  9. Lapindo Masih Bakal Jadi Sandungan Ical Menuju RI 1
  10. Ical Janji Akan Selesaikan Lapindo Tahun Ini
  11. Harapan Suwandi, Korban Lapindo, pada Presiden
  12. Para Korban Peringati 6 Tahun Semburan Panas Lapindo
  13. Korban Lapindo Minta Ganti Rugi 'Cash', Bukan Diangsur!
  14. Warga Tiga Desa Tuntut Ganti Rugi
  15. Anak-anak Korban Lumpur Butuh Bantuan
  16. Anggota Korban Lapindo Menggugat Ditangkap Polisi
  17. Ical Mengaku Kucurkan Rp 9 Triliun untuk Korban Lapindo
=================================

Uang Rakyat Rp 1,5 Triliun untuk Lapindo Bakrie
Penulis : Aditya Revianur | Rabu, 25 Juli 2012 | 05:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Indonesia mengucurkan dana sebesar Rp 1,5 triliun untuk mengatasi dampak semburan lumpur Lapindo yang telah menenggelamkan beberapa desa di Porong, Sidoarjo.

Dana milik rakyat itu digunakan untuk membiayai operasional Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). "BPLS merupakan badan yang dibentuk pemerintah yang bertugas menangani upaya penanggulangan semburan lumpur, luapan lumpur, serta menangani masalah sosial dan infrastruktur akibat luapan lumpur di Sidoarjo. Untuk melaksanakan tugasnya, BPLS dibiayai APBN, di mana untuk Tahun Anggaran 2012 ditetapkan sebesar Rp 1,5 triliun," ujar Dirjen Anggaran Kemenkeu Harry Purnomo di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (24/7/2012).

Herry menuturkan, dana Rp 1,5 triliun tersebut akan digunakan untuk membayar ganti rugi korban semburan lumpur di luar peta area terdampak dengan cara pembelian tanah. Menurutnya, di dalam Pasal 18 UU APBN-P 2012 ditetapkan bahwa alokasi dana pada BPLS dapat digunakan untuk pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa, yakni Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan.

Di bagian lain, saat dihubungi seusai persidangan, kuasa hukum pemohon uji materi Pasal 18 UU APBNP Tahun 2012, Taufik Budiman, menilai bahwa semburan lumpur Lapindo merupakan peristiwa yang disebabkan oleh kelalaian perusahaan keluarga Bakrie dalam melakukan pengeboran. Dirinya menuturkan bahwa persoalan lumpur Lapindo bukan termasuk dalam persoalan yang disebabkan bencana alam.

Menurut analisis Taufik, kerugian yang diakibatkan oleh semburan lumpur Lapindo seharusnya ditanggung secara personal oleh PT Lapindo Brantas yang dimiliki Aburizal Bakrie.

"Lapindo atau keluarga Bakrie harus merogoh koceknya sendiri. Jadi, mereka tidak bisa menggunakan uang rakyat. Itu kan tidak adil jika uang rakyat Rp 1 triliun lebih dipakai untuk menyubsidi Lapindo atau Bakrie sehingga tanggung jawab mereka dalam membayar ganti rugi untuk warga korban Lapindo diringankan," tegasnya.

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/05212418/Uang.Rakyat.1.5.Triliun.untuk.Lapindo.Bakrie


Keluarga Penulis 'Lumpur Lapindo File' Diduga Turut Menghilang
Penulis : Aditya Revianur | Rabu, 25 Juli 2012 | 04:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ali Azhar Akbar, penulis buku Lumpur Lapindo File: Konspirasi SBY-Bakrie, hingga saat ini masih dinyatakan hilang. Bahkan, diduga keluarga penulis buku kontroversial tersebut juga turut menghilang mengingat Ali Azhar dan keluarga tidak dapat dihubungi oleh kuasa hukumnya, Taufik Budiman.

"Sampai saat ini klien kami (Ali Azhar Akbar) belum dapat dihubungi. Keluarga yang bersangkutan juga turut tidak pernah menghubungi (Taufik Budiman) lagi. Ada kemungkinan keluarga yang bersangkutan juga turut menghilang. Ini baru sebatas dugaan," ujar Taufik Budiman ketika dihubungi wartawan, Jakarta, Selasa (24/7/2012).

Taufik mengaku kontak terakhir dengan Akbar terjadi pada pertengahan Juni ketika keduanya sedang berkonsentrasi pada sidang uji materi UU APBN-P tahun 2012 di Mahkamah Konstitusi.

"Terakhir kami bertemu ya pertengahan Juni. Saat itu kami masih berkonsentrasi pada sidang di MK," terangnya.

Sebelumnya, sejak 19 Juni 2012, Ali Azhar Akbar, penulis buku Lumpur Lapindo File: Konspirasi SBY-Bakrie, dinyatakan menghilang. Tidak ada yang tahu keberadaan aktivis dan penulis buku Lapindo File tersebut.

Ada dugaan, Akbar sengaja menghilangkan diri atau justru dihilangkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh tulisan Akbar sendiri.

Namun, seperti yang telah diberitakan oleh beberapa media, Ali Azhar Akbar sering mendapatkan teror via SMS dan telepon setelah bukunya diterbitkan dan upayanya menggugat penggunaan uang rakyat di APBN untuk mengatasi kasus Lapindo didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

http://assets.kompas.com/data/photo/2012/06/22/1619023620X310.jpg

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/04525649/Keluarga.Penulis.Lumpur.Lapindo.File.Diduga.Turut.Menghilang


Pengarang Buku Lumpur Lapindo Diteror?
Penulis : Vitalis Yogi Trisna | Senin, 25 Juni 2012 | 18:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum ada kejelasan mengenai keberadaan pengarang buku "Lumpur Lapindo File: Konspirasi SBY-Bakrie" Ali Azhar Akbar setelah hilang kontak pada Kamis (21/6/2012). Kuasa hukum Ali mengatakan, Ali sempat mendapat SMS dan telepon bernama ancaman sebelum ia menghilang.

Kuasa hukum Ali, Taufik Budiman, mengatakan, timnya terakhir kali berkomunikasi dengan Ali pada Kamis (21/6/2012). Sejak itu, Ali tak dapat dihubungi kembali. "Terakhir kali saat kami hubungi, beliau mengaku dalam keadaan sehat," ujar Taufik dalam jumpa pers di Pondok Penus, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Senin (25/6/2012).

Taufik mengatakan, saat komuniasi terakhir itu, Ali mengaku sempat mendapat ancaman melalui SMS dan telpon. Hal serupa juga disampaikan oleh rekan dekat Ali, Zulkifli S Ekomei. "Waktu itu Ali bercerita bahwa ada seseorang yang mengajak bertemu, katanya ditunggu di Bandung dan ajakan itu bernada seperti teror," ujar Zulkifli.

"Jadi melalui jumpa pers ini, kami ingin mengabarkan, jika ada yang mengetahui keadaan Ali, kami sangat membutuhkan informasi itu," kata tim kuasa hukum Ali.

Kuasa hukum Ali menyesalkan jika ada tindakan di luar koridor hukum yang menimpa kliennya itu karena hal tersebut akan merugikan terkait proses pengajuan uji materi di Mahkamah Konstitusi. Rencananya, besok tim kuasa hukum akan meminta kepada polisi untuk memberi perlindungan hukum serta jaminan keselamatan kepada Ali. "Kapasitas Ali sebagai peneliti dan penulis buku sangat penting karena ia memiliki data-data otentik terkait kasus lumpur Lapindo.

Ali diketahui sedang mengajukan permohonan judical review terhadap Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang APBN Perubahan 2012. Uji materi itu dimaksudkan untuk membuka masalah penggunaan anggaran pembiayaan pemerintah kepada korban lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Buku karangan Ali yang diterbitkan oleh Indopetro Publishing sejak bulan Mei lalu ini dilengkapi oleh transkrip rekaman eksklusif di "Istana" Cikeas.

http://nasional.kompas.com/read/2012/06/25/18282631/Pengarang.Buku.Lumpur.Lapindo.Diteror.


Lumpur Lapindo
Penulis Buku Soal Lumpur Lapindo Diduga Hilang
Penulis : Didit Putra Erlangga Rahardjo | Jumat, 22 Juni 2012 | 16:22 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com -- Ali Azhar Akbar, penulis buku Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo, diduga menghilang. Kontak terakhir yang pernah dia lakukan terjadi tiga hari lalu.

Sedianya, Ali datang sebagai pembicara dalam acara bedah buku tersebut di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat (22/6/2012). Namun, saat para pembicara diskusi naik ke atas panggung, Ali tidak nampak.

Direktur Indopetro Publishing yang menerbitkan buku itu, Kusairi, akhirnya angkat bicara. "Kami tidak bisa menghubungi Ali Azhar sejak tiga hari yang lalu. Mohon maaf dia tidak bisa datang," kata Kusairi.

Dia pun bercerita bahwa pertemuan terakhir kali dengan Ali Azhar adalah pada Jumat pekan lalu di Mahkamah Konstitusi. Saat itu mereka tengah mengajukan permohonan judicial review atas pasal 18 UU APBNP mengenai lumpur Lapindo. Ali Azhar mengatakan, bahwa dia sudah berada di Bandung pada hari Selasa (19/6/2012).

Pada hari Selasa, Kusairi mengirim pesan singkat (SMS) meminta kepastian pada Ali mengenai acara diskusi tapi tidak ada balasan. Keesokan harinya, dia kembali mengirim pesan singkat tapi hasilnya juga sama. Begitu ditelepon ternyata telepon selulernya tidak aktif.

Kusairi pun mulai menyadari ada yang tidak beres. Sewaktu bertanya kepada keluarganya maupun temannya, jawabannya juga tidak tahu.

Kejadian ini membuat Kusairi mengkhawatirkan keselamatan penulis buku mengenai Lumpur Lapindo. Dia pun mengungkapkan bahwa sepanjang penyusunan hingga peluncuran buku, penulis kerap diteror.

Dua bedah buku yang dilakukan di Jakarta maupun Yogyakarta berjalan dengan lancar dan Ali Azhar bisa hadir. Menurut rencana, diskusi berikutnya digelar di Surabaya atau Medan.

Namun demikian, menurut Kusairi, belum ada yang melaporkan ke polisi perihal hilangnya Ali Azhar. Pihaknya masih menunggu perkembangan terakhir sebelum memutuskan untuk melapor pada polisi.

http://nasional.kompas.com/read/2012/06/22/1622042/Penulis.Buku.Soal.Lumpur.Lapindo.Diduga.Hilang


Judicial Review
MK: Mengapa Negara Harus Menanggulangi Biaya Lapindo?
Penulis : Aditya Revianur | Selasa, 24 Juli 2012 | 19:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang uji materi (judicial review) terhadap Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012. Dalam persidangan itu, majelis hakim konstitusi mempertanyakan dasar dan kegiatan pemerintah mengucurkan dana penanganan lumpur Lapindo.
Mengapa negara harus ikut menanggulangi biaya di luar area terdampak?.
-- Hamdan Zoelva

"Mengapa negara harus ikut menanggulangi biaya di luar area terdampak?" tanya anggota Majelis Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva, dalam persidangan di MK, Jakarta, Selasa (24/7/2012).

Tak sampai di situ, Hamdan juga mempertanyakan pembagian tanggung jawab dengan perusahaan.

"Atas dasar rasio apa sehingga pemerintah ikut membiayai korban di samping PT Lapindo Brantas?" tanyanya lagi.

Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Mahfud MD, mempertanyakan soal adanya perubahan angka di APBN.

"Pasal 18 itu tiba-tiba ada perubahan angka tanpa proses pembahasan kepada publik. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Mahfud.

Sekadar catatan, Pasal 18 UU No 4/2012 menjadi dasar alokasi dana ganti rugi korban semburan Lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo.

Menanggapi pertanyaan itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Herry Purnomo, yang datang mewakili pemerintah tak dapat memberikan jawaban kepada hakim konstitusi. Dia mengaku harus membuka kembali catatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Sebelumnya, sidang mengagendakan keterangan sejumlah pihak terkait, seperti pemerintah, DPR, dan saksi ahli dari pihak termohon, yakni masyarakat yang mengatasnamakan Tim Penyelamat APBN Korban Lapindo. Saat itu, Herry memberikan keterangan pemerintah, menerangkan bahwa luapan lumpur di Sidoarjo merupakan bencana alam dan bukan kesalahan manusia.

Pemerintah sendiri, melalui Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), telah menetapkan dana Rp 1,5 triliun untuk tahun anggaran 2012. Namun, pemerintah tidak bisa menjelaskan perihal sejak kapan bantuan tersebut diberikan dan berapa besarannya.

"Yang pasti, kegiatan (ganti rugi) tersebut memang sudah tepat," ujar Herry.

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/19251127/MK.Mengapa.Negara.Harus.Menanggulangi.Biaya.Lapindo.


Korban Lapindo: Percuma Ketemu dengan Bakrie
Penulis : Aditya Revianur | Senin, 23 Juli 2012 | 12:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Hari Suwandi, korban lumpur Sidoarjo yang berjalan kaki dari Porong menuju Jakarta, menyatakan bahwa dirinya tidak mau bertemu dengan Aburizal Bakrie atau Ical jika Bakrie hanya mengemukakan pernyataan berupa janji tanpa ada penyelesaian dalam bentuk ganti rugi. Menurutnya, PT Lapindo Brantas kerap kali membuat pernyataan yang selalu diingkari oleh pihak Bakrie sendiri.

"Yang jelas, percuma kalau bertemu dengan Aburizal Bakrie. Mereka bikin pernyataan, tetapi diingkari oleh mereka sendiri," ujar Hari Suwandi dalam aksi jalan mengelilingi Istana Kepresidenan di Jakarta, Senin (23/07/2012).

Suwandi memberikan contoh pengingkaran Ical terhadap korban Lapindo, yakni pernyataan dari pihak perusahaan Lapindo Brantas yang dikepalai oleh Andi Darussalam. Ia mengatakan, pihak perusahaan menyatakan akan menyelesaikan penggantian sisa aset jual beli sebesar 80 persen pada pertengahan tahun 2012. Namun, pada pertengahan April 2012, PT Lapindo Brantas menyatakan tidak mampu menyelesaikan permasalahan korban Lapindo.

Menurut Suwandi, PT Lapindo Brantas bahkan telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Ia berpendapat bahwa pemerintah telah melakukan pembiaran dengan tidak segera menindak Bakrie. Ia menilai bahwa Ical sudah melanggar pernyataan Presiden bahwa korban lumpur Lapindo akan mendapatkan ganti rugi yang layak dan sebagaimana mestinya.

"Jangankan peryataan dengan warga, Perpres 14 Tahun 2007 saja, sudah diludahi dan dilanggar Bakrie. Pemerintah tidak bisa berbuat banyak terhadapnya, pernyataan dari presiden saja dilanggar Bakrie," ungkapnya.

Suwandi mengimbau, jika Aburizal Bakrie benar-benar serius menyelesaikan ganti rugi korban lumpur Lapindo, perusahaan harus berkomitmen untuk melakukan penyelesaian, bukan hanya melempar pernyataan berupa janji. Ia mengakui bahwa hingga Senin hari ini, perusahaan Lapindo belum menghubungi dirinya.

Suwandi bertekad akan terus bertahan di Jakarta hingga penyelesaian kerugian korban lumpur Sidoarjo dapat diselesaikan dengan adil. "Kalau ketemu dengan Bakrie, saya maunya ada penyelesaian. Kalau pernyataan saja seperti yang sudah-sudah, saya tidak mau ketemu mereka. Percuma saja. Yang jelas sampai hari ini tidak ada niat baik dari pihak perusahaan (Lapindo Brantas) yang menghubungi saya," katanya.

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/23/12392543/Korban.Lapindo.Percuma.Ketemu.dengan.Bakrie


Lumpur Lapindo
Merasa Dipingpong, Korban Lapindo Susah Bertemu Presiden
Penulis : Icha Rastika | Selasa, 17 Juli 2012 | 13:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Sidoarjo, Hari Suwandi, yang menggelar aksi jalan kaki Porong-Jakarta merasa dipersulit untuk beraudiensi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelumnya, Hari telah mengirimkan surat permintaan audiensi ke Sekretariat Negara pada pekan lalu, namun belum juga mendapat respon dari pihak Sekretariat Negara.
Tapi, sampai sekarang belum ada pernyataan audiensi kurang lebih sudah seminggu, yang intinya kami dipingpong.
-- Hari Suwandi

"Kemarin, saat sebelum kita masuk ke DPR, jujur, presiden sudah menjanjikan ada permintaan dari Pak Hari Suwandi, dan kami siap menerima Pak Hari Suwandi. Tapi, sampai sekarang belum ada pernyataan audiensi kurang lebih sudah seminggu, yang intinya kami dipingpong," kata Hari saat menggelar aksi di depan gedung Wisma Bakrie II, Kuningan, Jakarta, Selasa (17/7/2012).

Hari sengaja berjalan kaki menempuh jarak 827 Kilometer dari Porong, Sidoarjo, hingga Jakarta. Pada 12 Juli 2012 lalu, dia menggelar aksi di depan Istana Presiden, Jakarta. Dia menuntut pemerintah segera menyelesaikan persoalan korban Lapindo.

"Yang jelas, aksi ini akan saya lakukan sampai ada kejelasan atau penyelesain total, bukan janji atau apapun. Kalau saya sudah dapat informasi dari warga, bahwa semua sudah selesai, baru saya akan pulang," ungkapnya.

Menurut Hari, pihak PT Lapindo Brantas belum membayar semua ganti rugi warga yang terkena lumpur Lapindo sejak enam tahun lalu.

"Dari 13 ribu berkas yang sudah dibayar perusahaan Bakrie, mereka cuma menyelesaiakn sekitar 4 ribu berkas dengan jumlah sekitar Rp 71 miliar," katanya.

Sebelumnya, Hari juga menemui pimpinan DPR, Pramono Anung. Menurutnya, DPR akan mendesak PT Lapindo Brantas segera menyelesaikan masalah lumpur Lapindo.

"Yang jelas, mereka (DPR), akan bawa persoalan ini ke dalam rapat," ucap Hari.

http://assets.kompas.com/data/photo/2012/07/13/1700256620X310.JPG

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/17/13500574/Merasa.Dipingpong.Korban.Lapindo.Susah.Bertemu.Presiden


Jalan Kaki dari Sidoarjo, Suwandi Tiba di Wisma Bakrie II
Penulis : Icha Rastika | Selasa, 17 Juli 2012 | 12:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Berjalan kaki dari Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 14 Juni 2012, Hari Suwandi akhirnya tiba di Jakarta pada 8 Juli 2012. Selasa (17/7/2012) siang ini, warga Sidoarjo itu mendatangi gedung Wisma Bakrie II, Kuningan, Jakarta, milik pengusaha Aburizal Bakrie.

Di depan gedung Wisma Bakrie II, Suwandi menggelar aksi menuntut penyelesaian hak-hak warga Sidoarjo yang menjadi korban lumpur Lapindo. Menurutnya, Aburizal Bakrie yang juga pemilik PT Lapindo Brantas itu bertanggung jawab menanggung semua kerugian para korban lumpur Lapindo. "Aksi ini akan saya lakukan sampai ada kejelasan atau penyelesaian total, bukan janji atau apa pun," katanya.

Suwandi telah berjalan kaki dari Porong hingga sampai di Jakarta dengan menempuh jarak sejauh 827 kilometer. Pada Kamis (12/7/2012) pekan lalu, Suwandi mendatangi Istana Presiden untuk meminta audiensi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Hari ini ia tampak bertelanjang dada dan melumuri tubuhnya dengan lumpur berwarna keabuan. Tanpa sepatu dan tutup kepala, Suwandi berdiri di depan Wisma Bakrie II dengan membawa poster bertuliskan "Korban Lapindo Tuntut Penyelesaian Hak-haknya, Jalan Kaki 14 Juni 2012". Ia mengatakan, aksi jalan kaki ini akan terus dilakukan sampai semua korban Lapindo mendapat ganti rugi.

"Dari 13.000 berkas yang sudah dibayar perusahaan Bakrie, mereka cuma menyelesaikan sekitar 4.000 berkas dengan jumlah sekitar Rp 71 miliar," ujar Suwandi.

Bulan lalu Aburizal Bakrie menanggapi santai aksi jalan kaki Porong-Jakarta ini. "Tidak ada korban Lapindo, korban lumpur Lapindo. Kan Lapindo dinyatakan tidak bersalah oleh MA (Mahkamah Agung)," kata Aburizal di Jakarta, 18 Juni lalu.

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/17/12395096/Jalan.Kaki.dari.Sidoarjo.Suwandi.Tiba.di.Wisma.Bakrie.II


Lapindo Masih Bakal Jadi Sandungan Ical Menuju RI 1
Penulis : Hindra Liauw | Minggu, 8 Juli 2012 | 16:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kendati Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal "Ical" Bakrie telah mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden pada Pemilu 2014, serta mulai melakukan sosialisasi dan membangun simpati, elektabilitasnya diperkirakan belum akan melambung.

Tak terlihat pula kekuatan afeksi positif terhadap dirinya. Kasus luapan lumpur Lapindo ditengarai menjadi batu sandungan Ical menuju ajang perebutan kursi presiden.

Hal ini berdasarkan hasil temuan survei nasional "Tantangan Calon Presiden Populer" yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terhadap 1.230 responden di seluruh Indonesia pada 20-30 Juni 2012. Survei ini dilakukan dengan metode wawancara tatap muka dengan tingkat kesalahan sekitar 3 persen.

Pada survei tersebut, sebanyak 80 responden mengaku mengetahui bencana luapan lumpur Lapindo. Sebanyak 65,9 persen responden yang mengaku tahu mengatakan, penyebab luapan lumpur Lapindo adalah akibat pengeboran.

Lebih lanjut, 43,7 persen responden tersebut juga mengatakan, pemilik Lapindo adalah keluarga Ical. Sebanyak 89,4 persen responden mengatakan bahwa keluarga Ical harus bertanggung jawab atas luapan yang melanda wilayah Porong dan sekitarnya.

"Sebanyak 83,9 persen mengatakan, keluarga Bakrie belum memenuhi tanggung jawab tersebut. Hanya 11,8 persen yang mengatakan bahwa keluarga Bakrie telah memenuhi tanggung jawabnya. Sementara itu, 4,7 responden mengaku tidak tahu," demikian salah satu petikan hasil survei tersebut.

Sebanyak 43,2 persen responden itu berpendapat, keluarga Ical tak memiliki niat baik untuk menyelesaikannya. Sementara itu, 37,8 mengatakan bahwa keluarga Bakrie memiliki niat baik untuk menyelesaikannya, dan 19 persen responden menjawab tidak tahu.

Menurut peneliti SMRC Grace Natalie, kontender Ical pada ajang perebutan pemilu presiden 2014 dapat mengambil keuntungan dari opini negatif tentang Ical dalam hubungannya dengan masalah Lapindo.

Berdasarkan survei tersebut, tingkat popularitas Ical mencapai 70,1 persen. Namun, hanya 4,4 persen saja yang mengatakan akan memilih Ical jika pemilu presiden dilakukan hari ini.

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/08/1621377/Lapindo.Masih.Bakal.Jadi.Sandungan.Ical.Menuju.RI.1


Ical Janji Akan Selesaikan Lapindo Tahun Ini
Penulis : Sandro Gatra | Jumat, 29 Juni 2012 | 23:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie atau akrab disapa Ical mengakui bahwa kasus lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, bakal berdampak negatif bagi Partai Golkar dalam menghadapi Pemilu 2014. Pasalnya, hingga saat ini proses jual-beli tanah belum selesai.

"Saya kira Lapindo sebagai sesuatu yang menurunkan elektabilitas partai," kata Ical seusai penetapan dirinya sebagai calon presiden di Pemilu 2014 dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar di Bogor, Jumat (29/6/2012) malam.

Ical mengklaim bahwa secara hukum tidak ada pelanggaran yang dilakukan Lapindo. Meski demikian, secara perasaan warga setempat belum selesai. Untuk itu, kata dia, proses jual-beli tanah dan bangunan perlu segera diselesaikan.

"Proses jual-beli tanah harus bisa diselesaikan pada  2012," kata Ical.

Seperti diberitakan, PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) menyatakan tidak sanggup melunasi ganti rugi pada Juni 2012. PT MLJ minta waktu untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi pada akhir Desember 2012.

PT MLJ mengaku butuh pinjaman dana. Saat ini, sumber dana PT MLJ berasal dari keluarga Bakrie. Ical mengaku telah mengeluarkan uang ganti rugi hingga Rp 9 triliun kepada hampir 12.000 keluarga yang rumahnya terendam lumpur.

http://nasional.kompas.com/read/2012/06/29/23460353/Ical.Janji.Akan.Selesaikan.Lapindo.Tahun.Ini


Harapan Suwandi, Korban Lapindo, pada Presiden
Penulis : Aditya Revianur | Kamis, 12 Juli 2012 | 13:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari Suwandi, korban Lumpur Lapindo yang berjalan kaki dari Porong menuju Jakarta, Kamis(12/07/2012) ini sampai di Istana Presiden. Ia ditemui Sukadi, staf Sekretariat Negara. Suwandi menyambangi Istana untuk menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memperhatikan korban Lumpur Lapindo. Tuntutan Suwandi tersusun rapi dalam surat audiensi yang disampaikan ke Istana.

"Saya perwakilan dari korban Lapindo berharap pada SBY untuk menemui saya dan menuntut dirinya menyelesaikan masalah Lapindo," ujar Hari Suwandi ditemani istrinya, Sri Bati, di depan Istana Merdeka, di Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (12/07/2012). Suwandi mengenakan tutup kepala caping, baju surjan, dan celana pendek serta sandal gunung.  Sedangkan, istrinya memakai kebaya merah.

Hari mengisahkan, ia berangkat dari Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis, 14 juni 2012 lalu pukul 10 pagi dan sampai di Jakarta Minggu 8 Juli 2012 pagi. Ia menempuh perjalanan sejauh 827 kilometer dari titik berangkat di tanggul lumpur Lapindo Kecamatan Porong ke Jakarta. Hari menempuh jalur pantai utara Pulau Jawa dengan melewati 17 kota/kabupaten.

Ia menyatakan, jika belum ada solusi antara pemerintah dengan korban Lapindo maka dirinya akan bertahan di Jakarta. Ia akan tinggal di Kantor Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) . Ia juga menyatakan akan datang terus datang ke depan Istana demi mendapatkan kesempatan beraudiensi dengan Presiden Yudhoyono.

"Di dalam audiensi yang saya lampirkan berisi mengenai harapan agar SBY mau menerima kami dan juga berisi tuntutan agar SBY bisa menyelesaikan masalah lumpur Lapindo dengan menekan PT Lapindo Brantas yang punya Bakrie itu untuk memberikan kompensasi yang layak," tambahnya.

Dalam peristiwa Lapindo, kata dia, ganti rugi yang diterima masyarakat tidak adil. Total bantuan jika dibandingkan dengan jumlah kerugian tidak setimpal. Efek terburuk dari kasus lumpur Lapindo adalah pengangguran. Ia mengaku mendapat ganti rugi rumah, namun tidak mendapat ganti rugi sawah. Ia kini menganggur. Pemerintah dan pihak Lapindo, lanjutnya, tidak memikirkan soal mereka yang kehilangan pekerjaan akibat peristiwa ini.

"Efek dari lumpur Lapindo itu adalah pengangguran dan pihak Lapindo tidak pernah menyelesaikan masalah itu. Tanah Porong yang difungsikan sebagai lahan pertanian juga tidak masuk dalam kompensasi Lapindo. Karena tidak punya lahan jadi sekarang warga Porong banyak yang menganggur," tuturnya.

http://assets.kompas.com/data/photo/2012/07/09/1720369620X310.jpg

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/12/13271682/Harapan.Suwandi.Korban.Lapindo.pada.Presiden


Lumpur Lapindo
Para Korban Peringati 6 Tahun Semburan Panas Lapindo
Penulis : Idha Saraswati W Sejati | Selasa, 29 Mei 2012 | 12:42 WIB

SIDOARJO, KOMPAS.com — Ribuan korban lumpur Lapindo memperingati enam tahun semburan lumpur panas Lapindo, Selasa (29/5/2012), di tanggul lumpur Lapindo yang terik di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Mereka memperingati tragedi itu dengan berbagai cara.

Korban lumpur Lapindo dari dalam peta area terdampak menurut Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 melakukan istiqasah di titik 25 tanggul lumpur. "Kami melakukan istiqasah untuk peringati enam tahun lumpur karena sampai sekarang ganti rugi kami belum dilunasi," ujar Pitanto, salah satu koordinator warga.

Warga dari kelompok tersebut sudah menduduki tanggul di titik 25 sejak 16 April silam. Mereka mengaku akan terus bertahan di tanggul sampai ada kejelasan mengenai realisasi pelunasan pembayaran ganti rugi. "Sampai sekarang tidak ada wakil pemerintah yang mengunjungi kami di sini. Padahal  pemerintah harusnya yang turun tangan. Kami ini kan korban, jangan dibenturkan dengan korporat yang sifatnya seperti itu," katanya.

Kelompok warga lainnya dari Sanggar Al Faz menggelar ruwatan lumpur di tanggul Desa Siring. Mereka memasang berbagai spanduk dan poster yang mengungkapkan kejengkelan mereka terhadap Lapindo dan pemerintah.

Korban Lapindo Menggugat (KLM) juga peringati enam tahun lumpur Lapindo. Tiga  warga masuk ke dalam kolam lumpur dan melumuri tubuhnya dengan lumpur untuk menggambarkan penderitaan warga akibat lumpur.

Mereka juga menggelar upacara bendera dengan mengangkat tema "Begonya Negeriku" di tanggul lumpur Desa Ketapang. Upacara ini menggambarkan ketidaktegasan presiden dalam menyeret penyebab semburan lumpur Lapindo.

Dodo Putra Bangsa pendamping Korban Lapindo Menggugat menggelar aksi untuk menolak desanya dimasukkan dalam peta terdampak lumpur Lapindo. Mereka juga menolak rencana pengeboran Lapindo Brantas Inc di desa mereka.

http://assets.kompas.com/data/photo/2012/05/29/1232317620X310.jpg

http://nasional.kompas.com/read/2012/05/29/12420865/Para.Korban.Peringati.6.Tahun.Semburan.Panas.Lapindo


Korban Lapindo Minta Ganti Rugi 'Cash', Bukan Diangsur!
Penulis : Aditya Revianur | Senin, 23 Juli 2012 | 13:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari Suwandi, Korban Lumpur Lapindo yang berjalan kaki dari Porong ke Jakarta dengan menempuh jarak sekitar 800 km meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menekan pihak Lapindo Brantas untuk membayar ganti rugi korban lapindo dalam bentuk tunai. Ganti rugi untuk korban lumpur yang selama ini dibayarkan dengan cara diangsur terbukti tidak efektif karena korban tidak memiliki tanah.

"Tujuan kami (korban lumpur lapindo) datang ke Jakarta ya salah satunya meminta presiden untuk mendesak Bakrie membayar ganti rugi korban lapindo yang dibayarkan cash (tunai) jangan dicicil lagi,"ujar Hari Suwandi, korban Lapindo dalam aksi jalan kaki mengelilingi istana kepresidenan di Jakarta, Senin (23/07/2012).

Menurutnya, persoalan Lumpur Lapindo yang terjadi sejak 2006 hingga kini belum juga selesai. Masih banyak korban yang belum menerima ganti rugi. Kalaupun ada yang sudah menerima ganti rugi, banyak yang belum menerimanya secara penuh karena pembayaran dilakukan dengan cara dicicil.

Ia mengaku istrinya sudah mendapatkan ganti rugi namun orang tuanya belum. Ganti rugi terhadap isterinya sudah dibayar lunas pihak Lapindo Brantas. Namun, ia mengeluh, tidak ada ganti rugi terhadap lahan yang dulu digunakannya untuk bercocok tanam.

"Asset istri saya kecil yaitu sebesar Rp 150 juta. Saya minta dibayar cash. Korban Lapindo seperti istri saya sudah memiliki rumah, tapi kalau melihat korban lain yang kalau diangsur hanya sebesar 5 juta ya kami tidak akan memiliki rumah dan tanah," tambahnya.

Suwandi berharap dapat segera bertemu dengan Presiden Yudhoyono untuk menyampaikan masalah ini.

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/23/13543970/Korban.Lapindo.Minta.Ganti.Rugi.Cash.Bukan.Diangsur.


KRISIS LUMPUR LAPINDO
Warga Tiga Desa Tuntut Ganti Rugi
Selasa, 4 Oktober 2011 | 05:19 WIB

SIDOARJO, KOMPAS - Warga korban lumpur Lapindo dari tiga desa, yakni Besuki, Pajarakan, dan Kedung Cangkring, di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menghentikan aktivitas pekerja tanggul penahan lumpur di desa mereka, Senin (3/10). Warga menuntut kejelasan sisa pembayaran ganti rugi tanah mereka.

Aksi sekitar 150 warga dari tiga desa tersebut dimulai sekitar pukul 09.00. Salah seorang warga Desa Besuki, Mudiharto, menuturkan, aksi kali ini masih berskala kecil karena warga masih menunggu keterangan dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). "Ini aksi kecil-kecilan karena baru awal. Tapi aktivitas pekerja akan kami hentikan sampai ada kejelasan soal tuntutan kami," ujar Mudiharto.

Dalam aksinya, warga menuntut kejelasan pembayaran sisa ganti rugi tanah mereka. Sampai saat ini, tanah warga baru dibayar 70 persen. Berdasarkan kabar yang didengar warga, akhir tahun ini BPLS berencana membayar sisa ganti rugi itu 5 persen. Sisanya, 25 persen akan dibayar awal tahun depan.

Mudiharto mengatakan, warga sebenarnya tidak keberatan jika sisa ganti rugi dicicil 5 persen. Namun mereka meminta agar BPLS memberi kepastian mengenai waktu pembayaran sisa ganti rugi 25 persen. "Kami minta ada kepastian waktu pembayaran secara tertulis."

Wakil Kepala Humas BPLS Akhmad Kusairi mengatakan, berdasar Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2009 tentang BPLS, pembayaran ganti rugi oleh BPLS mengikuti pola tahapan pembayaran PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ). Saat ini PT MLJ telah membayar 75 persen, sedangkan BPLS 70 persen. Karena itu, BPLS hanya bisa membayar 5 persen tahun ini. "Dengan ketentuan itu, BPLS tidak mungkin membayar lebih dari 5 persen. Kami mau melakukan sosialisasi tapi warga menolak."

Macetnya ganti rugi membuat proyek pembuatan sudetan pembuangan lumpur ke Kali Porong melalui tiga desa di atas terganggu. Kepala BPLS Sunarso di Surabaya mengatakan, warga setempat mengizinkan BPLS mengerjakan proyek itu jika kekurangan ganti rugi 30 persen dibayarkan. (ARA/ETA)

http://nasional.kompas.com/read/2011/10/04/05190770/Warga.Tiga.Desa.Tuntut.Ganti.Rugi


Lapindo
Anak-anak Korban Lumpur Butuh Bantuan
Penulis : Idha Saraswati W Sejati | Jumat, 14 Oktober 2011 | 14:12 WIB

SIDOARJO, KOMPAS.com — Anak-anak korban lumpur Lapindo di Sidoarjo membutuhkan bantuan. Saat ini banyak anak yang pendidikannya telantar karena orangtua mereka kesulitan membayar biaya sekolah.

Pendiri Sanggar Anak dan Perpustakaan Al-Faz di Desa Besuki Timur, Jabon, Sidoarjo Muhammad Irsyad, menuturkan, semburan lumpur memutus mata pencarian warga yang bertani.

Warga yang bekerja di pabrik juga jadi pengangguran karena pabrik sudah terendam lumpur. "Kehidupan tercerai berai sehingga banyak yang tidak bisa mengurus pendidikan anak-anaknya," jelasnya, Jumat (14/10/2011).

Direktur Walhi Jawa Timur Bambang Catur Nusantara menambahkan, semburan lumpur juga berdampak ke 33 gedung sekolah di sekitar tanggul. Namun, pemerintah daerah sepertinya kebingungan mengatasi hal itu karena masalah lumpur ditangani oleh badan khusus, yakni Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

"Masalah pendidikan anak-anak korban lumpur belum mendapat perhatian," ujarnya.

Untuk membantu kelanjutan pendidikan anak-anak korban lumpur, sejak Juli lalu Walhi bersama komunitas warga korban lumpur meluncurkan gerakan donasi Seribu Rupiah untuk pendidikan anak-anak korban lumpur Lapindo. Walhi menggandeng sejumlah musisi, antara lain Fadly 'Padi' untuk membantu gerakan tersebut.  

http://nasional.kompas.com/read/2011/10/14/14122982/Anak-anak.Korban.Lumpur.Butuh.Bantuan.


Lumpur Lapindo
Anggota Korban Lapindo Menggugat Ditangkap Polisi
Penulis : Idha Saraswati W Sejati | Rabu, 26 Oktober 2011 | 20:11 WIB

SIDOARJO, KOMPAS.com - Seorang warga anggota Korban Lumpur Menggugat di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur ditangkap polisi, Kamis (26/10/2011). Warga tersebut akhirnya dibebaskan setelah puluhan warga mendatangi kantor polisi untuk menanyakan penangkapan rekannya.
Mereka membawa Suanta dengan paksa tanpa menunjukkan surat penangkapan. Tanpa surat penangkapan, polisi sama saja telah menculik Suanta. Kami khawatir penangkapan ini dilakukan untuk melemahkan tuntutan warga

Salah seorang warga Kusnanto Efendi mengatakan, warga yang ditangkap polisi itu bernama Suanta, warga Desa Sentul Kecamatan Tanggulangin. "Ia ditangkap saat tengah bekerja sebagai buruh bangunan di desanya. Kami khawatir dia ditangkap gara-gara ikut demo memblokir jalan kemarin," ujarnya.

Suanta bersama ratusan warga dari empat desa yakni Sentul, Glagaharum, Gempolsari dan Penatarsewu memblokir jalan alternatif Surabaya Malang selama dua hari, Senin (24/10/2011) dan Selasa (25/10/2011).

Hal itu dilakukan untuk mendesak Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) membayar ganti rugi untuk rumah dan harta benda mereka yang rusak akibat jebolnya tanggul penahan lumpur Desember 2010 silam.

Khawatir pada nasib Suanta, puluhan warga pun mendatangi kantor Polisi Resor Sidoarjo. Mereka ditemui oleh Wakil Kepala Polres Sidoarjo Komisaris Polisi Leo Simarmata.

Leo menjelaskan, Suanta ditangkap karena ada laporan dari warga Desa Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, yang merasa dianiaya olehnya. Penganiayaan itu terjadi saat korban hendak melintas di jalan yang tengah diblokir. Penangkapan itu sudah sesuai prosedur. Jadi warga yang menjadi korban melaporkan kejadian itu kepada kami, katanya.

Namun dalam pertemuan itu, korban yakni Ainur Rofiq yang melaporkan Suanta kepada polisi memilih menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Oleh karena itu, polisi akhirnya membebaskan Suanta. Karena dari pihak korban sudah memaafkan, jadi (pelaku) akan kami kembalikan, tambah Leo.

Gugun, pendamping warga dari lembaga Urban Poor Consortium mengatakan, berdasarkan keterangan warga yang menjadi saksi penangkapan itu, Suanta didatangi lima orang polisi berpakaian preman di tempat kerjanya sekitar pukul 08.30.

"Mereka membawa Suanta dengan paksa tanpa menunjukkan surat penangkapan. Tanpa surat penangkapan, polisi sama saja telah menculik Suanta . Kami khawatir penangkapan ini dilakukan untuk melemahkan tuntutan warga," ujarnya.

http://nasional.kompas.com/read/2011/10/26/20111499/Anggota.Korban.Lapindo.Menggugat.Ditangkap.Polisi.


Ical Mengaku Kucurkan Rp 9 Triliun untuk Korban Lapindo
Jumat, 28 Oktober 2011 | 05:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Di sela-sela pembacaan kesimpulan Rapimnas Partai Golkar sesi kedua, Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie mengungkapkan kepada semua peserta bahwa keluarga Bakrie bertanggung jawab atas korban lumpur Lapindo, Sidoarjo, dengan mengucurkan dana sebesar Rp 9 triliun.
Sebanyak 12.000 korban lumpur Lapindo setuju, tinggal 80 warga yang belum setuju.

"Segenap keluarga Bakrie telah mengucurkan dana untuk korban Lapindo sebesar Rp 9 triliun," ujar Aburizal Bakrie yang akrab dengan sapaan Ical di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Kamis (27/10/2011).

Ia menjelaskan, dana sebesar Rp 9 triliun tersebut merupakan bentuk ganti rugi yang dilakukan keluarga Bakrie dengan membeli tanah korban lumpur Lapindo 20 kali lipat dari harga tanah sebelumnya.

"Rp 9 triliun itu untuk mengganti tanah-tanah korban lumpur Lapindo 20 kali lipat dari harga tanah semula," jelas Ical.

Selain itu, Ical juga telah menyosialisasikan ke penduduk korban Lapindo untuk melakukan relokasi dengan membangun perumahan untuk mengganti rumah-rumah yang sudah terendam.

"Sebanyak 12.000 korban lumpur Lapindo setuju, tinggal 80 warga yang belum setuju," ungkapnya.

http://nasional.kompas.com/read/2011/10/28/05405266/Ical.Mengaku.Kucurkan.Rp.9.Triliun.untuk.Korban.Lapindo


Berbagi berita untuk semua

http://goo.gl/KKHti

http://goo.gl/fIWzb

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar