POKOK2 PIKIRAN MENATA ULANG SISTEM EKONOMI (WANTANNAS)
REALITAS KONSTITUSI
Sumber hukum tertinggi hanya UUD45 pasal 33. Tanpa penjabaran yang lebi rinci mengenai tata cara pengelolaannya sehingga dalam praktek terjadi pemaknaan tanpa rujukan yang jelas. Tiap rezim membuat pembenaran masing2 sehingga terjadi konflik berkepanjangan dan merugikan pemilik kekayaan negara beserta kandungan bumi air, udara yaitu rakyat.
Jaman Orde Lama: menganut sistem negara otoriter dimana dibentuk 200 lebih BUMN yang mengurus semua kebutuhan rakyat dari garam sampai pesawat terbang dilakukan oleh negara. Itulah ciri utama negara komunis (otoriter). Kalau konsisten dengan mazhab negara otoriter, seharusnya rakyat dijamin oleh negara mulai dari makan, pakaian, pendidikan, kesehatan, perumahan, pekerjaan. Ini sebagai konsekuensi logis karena negaranya ikut berbisnis.
Jaman Orde Baru: menganut sistem negara liberal dimana sejumlah kroni pengusaha asing dan domestik diberi hak dan/atau lisensi sehingga tambang/hutan/pasar/produksi/dll dikavling, atas nama menerapkan model pembangunan "trickle down effect" (menetes kebawah). Misalnya dari sabang sd merauke makan mie merk sama, minyak goreng merk sama, dst sehingga jutaan usaha kecil pembuat mie, minyak goreng di desa2 mati semua, alhasil terjadi pengangguran di desa2 n akibatnya urbanisasi ke kota dan desa hanya menjadi ajang konsumerisme muntahan perilaku hedonis kota melalui kiriman penghasilan dari kota dan pesta konsumerisme pada saat lebaran.
Jaman Reformasi: Melanjutkan gaya Orla dan Orba tanpa ada perombakan yang mendasar bahkan diperparah oleh munculnya elite politik baru produk UUD Amandemen yang ujug2 berkuasa dan merasa berhak atas kavling2 bisnis untuk sumberdana politik. Lelbih parah lagi, cara tercepat untuk dana politik adalah impor komoditi. Itu sebabnya kini ada sekitar 60 komoditi utama adalah impor dan ini jelas mematikan petani, nelayan dan produsen dalam negeri.
Alhasil, rakyat Indonesia sudah jatuh tertimpa tangga, diinjak-injak lagi. Padahal dalam negara demokrasi, rakyat adalah majikan. Pejabat dan Politisi adalah pelayan rakyat. Bayangkan kalau anda seorang rakyat yang mengadu nasib sebagai kontraktor pembangunan. Mau mencari nafkah harus tender melawan BUMN raksasa spt Adhi Karya, Wijaya Karya, PP, Waskita Karya dll. Proyek pemerintah, modal dari pemerintah, dijamin oleh Bank Pemerintah, kalau rugi yang menanggung pemerintah. Rakyat harus melawannya. Dimana keadilan? Macan dan kambing dalam satu arena. Rakyatnya penyet. Pantas kalau kemudian korupsi merajalela karena "atas nama negara" adalah sesuatu yang tidak jelas ujung pangkalnya, sebagaimana di negara komunis yang akhirnya bubar krn terminologi "negara" mudah disalah artikan oleh kekuasaan yang cenderung korup.
Jadi Indonesia negara apaan? Komunis? Tidak. Krn rakyat dibiarkan mengurus semuanya sendiri dan malah pakai ongkos. Liberal? Tidak juga krn rakyatnya tidak kebagian apa2, semua ladang gemuk sudah dikavling oleh Negara lewat ratusan BUMN dan yang tersisa dikavling oleh sejumlah Kroni asing dan domestik.
Kesimpulannya: NKRI singkatan dari Negara Kesengsaraan Rakyat Indonesia. Untung rakyat baik hati dan murah senyum karena berTuhan dan menunggu keajaiban Tuhan untuk bertindak.
NKRI negara banci. Sampai kapan ini harus terjadi? Karuan kalau negara komunis sekalian jadi rakyatnya dipelihara negara. Atau kapitalis sekalian sehingga pemerintah hanya regulator fasilitator pelindung yang lemah dan tidak ikut berbisnis.
LSL
Justiani <liemsioklan@yahoo.com>
REALITAS KONSTITUSI
Sumber hukum tertinggi hanya UUD45 pasal 33. Tanpa penjabaran yang lebi rinci mengenai tata cara pengelolaannya sehingga dalam praktek terjadi pemaknaan tanpa rujukan yang jelas. Tiap rezim membuat pembenaran masing2 sehingga terjadi konflik berkepanjangan dan merugikan pemilik kekayaan negara beserta kandungan bumi air, udara yaitu rakyat.
Jaman Orde Lama: menganut sistem negara otoriter dimana dibentuk 200 lebih BUMN yang mengurus semua kebutuhan rakyat dari garam sampai pesawat terbang dilakukan oleh negara. Itulah ciri utama negara komunis (otoriter). Kalau konsisten dengan mazhab negara otoriter, seharusnya rakyat dijamin oleh negara mulai dari makan, pakaian, pendidikan, kesehatan, perumahan, pekerjaan. Ini sebagai konsekuensi logis karena negaranya ikut berbisnis.
Jaman Orde Baru: menganut sistem negara liberal dimana sejumlah kroni pengusaha asing dan domestik diberi hak dan/atau lisensi sehingga tambang/hutan/pasar/produksi/dll dikavling, atas nama menerapkan model pembangunan "trickle down effect" (menetes kebawah). Misalnya dari sabang sd merauke makan mie merk sama, minyak goreng merk sama, dst sehingga jutaan usaha kecil pembuat mie, minyak goreng di desa2 mati semua, alhasil terjadi pengangguran di desa2 n akibatnya urbanisasi ke kota dan desa hanya menjadi ajang konsumerisme muntahan perilaku hedonis kota melalui kiriman penghasilan dari kota dan pesta konsumerisme pada saat lebaran.
Jaman Reformasi: Melanjutkan gaya Orla dan Orba tanpa ada perombakan yang mendasar bahkan diperparah oleh munculnya elite politik baru produk UUD Amandemen yang ujug2 berkuasa dan merasa berhak atas kavling2 bisnis untuk sumberdana politik. Lelbih parah lagi, cara tercepat untuk dana politik adalah impor komoditi. Itu sebabnya kini ada sekitar 60 komoditi utama adalah impor dan ini jelas mematikan petani, nelayan dan produsen dalam negeri.
Alhasil, rakyat Indonesia sudah jatuh tertimpa tangga, diinjak-injak lagi. Padahal dalam negara demokrasi, rakyat adalah majikan. Pejabat dan Politisi adalah pelayan rakyat. Bayangkan kalau anda seorang rakyat yang mengadu nasib sebagai kontraktor pembangunan. Mau mencari nafkah harus tender melawan BUMN raksasa spt Adhi Karya, Wijaya Karya, PP, Waskita Karya dll. Proyek pemerintah, modal dari pemerintah, dijamin oleh Bank Pemerintah, kalau rugi yang menanggung pemerintah. Rakyat harus melawannya. Dimana keadilan? Macan dan kambing dalam satu arena. Rakyatnya penyet. Pantas kalau kemudian korupsi merajalela karena "atas nama negara" adalah sesuatu yang tidak jelas ujung pangkalnya, sebagaimana di negara komunis yang akhirnya bubar krn terminologi "negara" mudah disalah artikan oleh kekuasaan yang cenderung korup.
Jadi Indonesia negara apaan? Komunis? Tidak. Krn rakyat dibiarkan mengurus semuanya sendiri dan malah pakai ongkos. Liberal? Tidak juga krn rakyatnya tidak kebagian apa2, semua ladang gemuk sudah dikavling oleh Negara lewat ratusan BUMN dan yang tersisa dikavling oleh sejumlah Kroni asing dan domestik.
Kesimpulannya: NKRI singkatan dari Negara Kesengsaraan Rakyat Indonesia. Untung rakyat baik hati dan murah senyum karena berTuhan dan menunggu keajaiban Tuhan untuk bertindak.
NKRI negara banci. Sampai kapan ini harus terjadi? Karuan kalau negara komunis sekalian jadi rakyatnya dipelihara negara. Atau kapitalis sekalian sehingga pemerintah hanya regulator fasilitator pelindung yang lemah dan tidak ikut berbisnis.
LSL
Justiani <liemsioklan@yahoo.com>
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar