Minggu, 08 April 2012

[Media_Nusantara] Re: -:: Milist NB::- Perusahaan Bakrie Ajukan Kredit Rp. 600 Milyar ke Bank Jatim, Untuk Bayar Korban Lumpur Lapindo

 

Lumpur dan Bailout Lapindo.

Selama tidak ada solusi pemberhentian luapan lumpur, bisa dipastikan alokasi APBN untuk Lapindo akan tetap ada sampai entah kapan, kiamat?

Dana bailout Lapindo Rp 7,2 triliun sekedar di alokasi untuk dana "sosial" ganti rugi tanah dan sewa rumah. Belum menghitung alokasi lain. Alokasi lain ini, misalnya, dana untuk mengganti jalan tol Porong yang rusak, yang dianggarkan Rp 1,2 triliun dari APBN. Estimasi Bappenas dari penelitian di lapangan, dampak kerugian tidak langsung ditanggung pemerintah sebesar Rp16,5 triliun (NK&APBN 2008). Catatannya Rp 16,5 triliun bailout itu dgn peta dampak tahun 2007. Peta dampak 2012 lebih luas (+ 3 kecamatan),dus bailout akan lebih besar.

Kalau ada NGO bilang tanah ganti rugi Lapindo dikuasai negara, NGO ini patut dipertanyakan saudara-saudara. Dalam praktik ganti rugi diambil alih seluruhnya oleh PT Minarak Lapindo, sehingga praktis dimiliki mereka. Baca ini http://t.co/0X0Un9Ak

Kerugian langsung akibat lumpur Lapindo ini sendiri dari catatan Bappenas (NK&APBN 2008) sebesar Rp 11,2 triliun. Terus bertambah tentunya.

Masalah Lapindo ini sudah saatnya dibicarakan secara transparan dan dicarikan solusi politik, teknis, keuangan. Jangan terus bebani APBN. Secara politik harus ada pengakuan dan niat baik untuk menyelesaikan masalah Lumpur Lapindo. Tanpa ini solusi teknis dan finansial mustahil. Dari sisi teknis, semua potensi bangsa harus dikerahkan untuk bisa MEMBERHENTIKAN luapan lumpur. Jangan stop sebatas wacana tanpa eksekusi. Indonesia punya banyak ahli geologi, teknis pertambangan dan lainnya. Kalau mereka malas, bisa dari luar. Apapun perlu distop luapan lumpur.

Dari sisi keuangan negara, soal Lumpur Lapindo juga perlu dicarikan solusi jangka panjang. Jangan sekedar anggarkan dari APBN tiap tahun. Catatan Kemenkeu dan Bappenas tunjukkan salah penyebab defisit APBN kerap adalah bailout Lapindo, seperti misalnya di 2007. (NK&APPBN 2008). Dari sisi keuangan, bila politik menyetujui, saya usul ada "DANA ABADI" untuk Lumpur Lapindo. Supaya APBN tidak berdarah setiap tahun. Pembayaran dampak sosial akibat lumpur Lapindo bisa diambil dari bunga dana abadi ini setiap tahun, tanpa utak atik dan ribut2 lagi APBN.

Dari mana dana abadi itu didapat, pemerintah bisa terbitkan obligasi, yah hutang, yang cicilan dibayar juga hasil kelola dana abadi ini.

Demikian sekilas info dan opini saya soal Lumpur dan Bailout Lapindo. Semoga ada solusi waktu dekat, jangan tunggu sampai Sidoarjo tenggelam.


From: Simpati MMS <simpati_mms@yahoo.com>
To: media_nusantara@yahoogroups.com; media-indonesia@yahoogroups.com; media-jatim@yahoogroups.com; pakguruonline@yahoogroups.com
Sent: Saturday, April 7, 2012 9:21 PM
Subject: -:: Milist NB::- Perusahaan Bakrie Ajukan Kredit Rp. 600 Milyar ke Bank Jatim, Untuk Bayar Korban Lumpur Lapindo

 
http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962c3c5e817dc3dc7f898cbffc35d23f20a
Surabaya Pagi, Sabtu 24 Maret 2012
Perusahaan Aburizal Bakrie Ajukan Kredit Rp. 600 Milyar ke Bank Jatim
Untuk membayar Korban Lumpur lapindo
(Bakal Muncul Kasus Bank Century ke 2 di Jatim)

SURABAYA- Setelah terungkap adanya sejumlah kasus di Bank Jatim, masih ada lagi persoalan serius di bank yang dipimpin Hadi Sukrianto ini. Diam-diam BUMD milik Pemprov Jatim ini tengah memproses kredit Rp 600 miliar yang diajukan PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), perseroan milik Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Kredit PT Minarak diajukan bukan untuk kegiatan produktif atau bisnis, melainkan untuk pelunasan korban lumpur Lapindo.

Beberapa pejabat di Bank Jatim, mengatakan, pengajuan itu menyalahi SOP Bank. Mengingat, PT Minarak Lapindo Jaya, bukan perusahaan produksi, melainkan jasa. Meski permohonan kredit semacam ini aneh, beberapa direksi memproses. Diduga ada persekongkolan yang dapat merugikan keuangan Negara, karena mayoritas saham Bank Jatim adalah Pemprov Jatim dan 38 pemerintah kabupaten/kota se Jatim.

Sumber Surabaya Pagi di Bank Jatim, Jumat (23/3), mengungkapkan ada makelar yang mencoba menghubungkan PT MLJ ke Bank Jatim. PT MLJ merupakan anak perusahaan PT Lapindo (Bakrie Group). Sementara Bakrie Group memiliki akses luas, baik di politik maupun bisnis, mengingat Aburizal Bakrie juga menjadi Ketua Umum Partai Golkar. "Kabarnya sudah diproses (Bank Jatim, red). Bagaimana follow upnya, Pak Hadi yang paling tahu!" ungkapnya.

Meski begitu, ada yang janggal dalam pengajuan kredit tersebut. Selain dana tersebut untuk pembayaran korban Lapindo, jaminan yang disampaikan PT MLJ, disintalir tidak jelas. Kabarnya, jaminan yang dipakai adalah ribuan sertifikat tanah korban lumpur yang belum diambil di PT MLJ. "Ini kan aneh. Sertifikat ada. Tapi bangunan sudah diterjam lumpur Lapindo. Dimana nilai ekonominya. Kalau Perusahaan Bakrie itu nunggak, apanya yang disita, wong lahannya dikuasai lumpur" kata sumber sambil ngakak, karena pengajuan dinilai akal-akalan.

PT MLJ sebenarnya masih memiliki dana, tapi hanya sekitar Rp500 miliar. Padahal, kebutuhan dana untuk pelunasan korban lumpur sekitar Rp1,2 triliun. Untuk melunasi pembayaran jual beli aset lumpur asal empat desa, Renokenongo, Siring, Jatirejo dan Kedungbendo, PT MLJ butuh tambahan Rp 600 miliar. "Kalau sampai di-acc, bisa menjadi kasus Century kedua," bebernya.

Bos PT Minarak Lapindo Jaya, Andi Darussalam Tabusala, tak menampik kebenaran pengajuan kredit Rp 600 miliar itu ke Bank Jatim. Hanya saja dia berkilah, bukan PT MLJ yang mengajukan, tetapi perusahaan di grup Bakrie. "Memang benar uangnya nanti akan dipergunakan untuk pembayaran warga. Tapi yang mengajukan salah satu perusahaan grup," kata Andi saat di konfirmasi Surabaya Pagi.

Sayangnya, Andi mengaku lupa, ketika ditanya lebih jauh tentang nama perusahaan tersebut. Begitu juga ketika ditanya soal jaminan atau agunan yang diapakai untuk pengajuan kredit ke Bank Jatim. "Saya lupa," kilah Andi.

Sementara itu, warga Renokenongo, Kecamatan Porong yang tergabung dalam Paguyuban Warga Renokenongo Menolak Kontrak (Pagarekontrak), berharap sisa ganti rugi itu bisa dilunasi hingga Juni 2012 mendatang. Dalam ganti rugi ini, Sunarto tidak mau tahu bagaimana Lapindo mendapatkan uang untuk membayar korban lumpur. Entah itu mengajukan dana di bank atau mendapat dana talangan dari pemerintah. "Yang penting korban lumpur terbayar," tandasnya.

Terpisah, Direktur Bank Jatim bidang kredit ritail, Partono, yang juga penanggung jawab kredit Bank Jatim juga mengakui, PT Minarak Lapindo Jaya pernah mengajukan kredit. "Iya seingat saya tahun lalu (PT Minarak Lapindo) pernah ada pengajuan kredit," ujar Partono.

Menurutnya, pengajuan kredit kepada Bank Jatim untuk korporasi atau perusahaan ada syarat tersendiri. "Syaratnya harus untuk tujuan produktif," kata Partono. Apakah pengajuan dari PT MLJ produktif? Partono mengaku tidak ingat. "Kalau (kredit) untuk membayar ganti rugi korban lumpur ya nggak bisa," sahutnya.

Untuk diketahui, PT Bank Jatim pada tahun 2011 lalu telah menyalurkan kredit kepada masyarakat senilai Rp 16,13 triliun. Dengan rincian Rp14,23 triliun disalurkan pada bidang usaha mikro dan kecil. Sedangkan sisanya Rp 1,9 triliun disalurkan pada bidang usaha menengah dan korporasi (perusahaan besar). Sedang target tahun 2012 ini, kredit yang disalurkan sebesar 20 triliun.

Soal Selisih Laba

Dalam kesempatan lain, Direksi Bank Jatim mengklarifikasi berita yang menyebut adanya selisih laba bersih tahun 2011. Selisih yang ditemukan ada perbedaan antara data Bank Indonesia dengan hasil RUPS itu mencapai Rp 20 miliar. "Data yang ada di Bank Indonesia itu laba yang belum diaudit atau unaudited," jelas Eko Partono, Direktur Operasional Bank Jatim.

Ditambahkannya, laporan ke BI itu selalu belum diaudit karena dilakukan secara berkala setiap tanggal 10. "Setelah diaudit, maka ketemulah laba bersih di angka Rp 860,23 miliar seperti yang kita jelaskan dalam release hasil RUPS," tambah Eko. Untuk diketahui, dari data neraca keuangan Bank Jatim resmi yang tercantum di Bank Indonesia, tercatat keuntungan Bank Jatim atau laba bersih Rp 881,1 miliar. Sehingga muncul selisih Rp 20 miliar lebih.

Meski begitu, Bank Jatim juga mengakui ada kelalaian dalam menuliskan keseluruhan laba bersih Bank Jatim tahun 2011. Sebab, ada sisa laba tahun 2010 sebesar Rp 20,3 miliar yang belum dimasukkan. "Jadi tahun 2011 ini total laba bersih Bank Jatim adalah Rp 880,58 miliar," pungkas Eko yang berjanji akan segera memperbaiki laporan laba bersih yang dilengkapi sisa laba tahun 2010. n tim


__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar