Selasa, 17 April 2012

[Media_Nusantara] [JATAM] Berita : JATAM Surati Menhut Hentikan Operasi dan Penggusuran Rumah Ibadah oleh PT. DPM

 

Eksplorasi tambang PT DPM ancam ekosistem dan rumah ibadah


Sabtu, 14-April-2012 (11:11:06 WIB) | Bowo Santoso

Jakarta - Eksplorasi timah hitam PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Hutan Lindung Register 66 Batu Ardan, Sopokomil, Dairi, Sumatera Utara mengancam ekosistem dan menggusur tempat ibadah (Gereja HKBP) yang akan dijadikan lahan pembuangan limbah beracun (tailing).

Juru kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Hendrik Siregar mengatakan, meski aktivitas perusahaan telah berlangsung 10 tahun sejak meraih kontrak karya (KK) pada 1998, eksplorasi PT DPM tetap ditolak warga, karena akan menghilangkan sumber-sumber kehidupan masyarakat. Lokasi rencana penambangan akan merampas wilayah kelola sumber pangan warga dan ekonomi warga, seperti sawah, kayu damar, kemenyan dan gambir.

Menurut Hendrik, sumber mata air yang paling dikhawatirkan oleh warga karena air adalah sumber kehidupan yang paling penting. Jika PT DPM dibiarkan menambang, tidak hanya masyarakat di Sopo Komil yang akan menderita. Hutan Lindung Register 66 Batu Ardan merupakan kawasan tangkapan air sungai Lae Simbelin yang mengalir hingga ke Aceh. Maka warga sepanjang sungai Lae Simbelin itu yang akan turut menderita.

"Itulah mengapa mereka menolak apa pun yang ditawarkan oleh perusahaan. Daya rusak tambang akan menghancurkan fungsi layanan alam hutan lindung register 66, dengan membiarkan PT. DPM terus beroperasi, maka Menhut bagian dari kejahatan lingkungan," tegas Hendrik Siregar di Jakarta, Sabtu (14/4).

Gereja HKBP
Anward Nababan dari Persekutuan Diakonia Pelangi Kasih (PDPK) Dairi menambahkan, warga juga menolak rencana penggusuran Gereja HKBP Sikhem Sopo Komil Resort Parongil Distrik Dairi.

Pihak HKBP pun telah melayangkan surat tertulis No. 40/004/11/2012, menolak rencana tersebut untuk menjadi tempat pembuangan limbah beracun tambang.

Selain itu, gangguan akibat pertambangan juga memicu konflik antarwarga, konflik antara suku Batak Toba dengan suku Batak Pakpak telah terjadi. Janji besarnya ganti rugi memicu sengketa lahan garapan menimbulkan klaim sepihak di antara warga.

"Menhut harus menghentikan aktivitas PT. DPM di kawasan hutan lindung register 66 dan sekitarnya yang akan menghilangkan sumber-sumber kehidupan warga. Kami juga menolak secara keras segala upaya untuk menggusur Gereja untuk kepentingan perusahaan tambang," pungkas Anward



Gereja HKBP akan dijadikan pembuangan limbah beracun

Sindonews.com - Warga masyarakat di Sopo Komil Dairi Sumatera Utara (Sumut) sejak lama resah. Kondisi ini tak lain karena keberadaan perusahaan tambang timah hitam PT Dairi Prima Mineral (DPM). Tidak saja menimbulkan pencemaran, penggusuran, PT DPM juga pemicu konflik antar warga.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mensinyalir, kehadiran perusahaan tambang timah itulah biang dari segala keresahan dialami warga sampai saat ini.

Pengkampanye Jatam Hendrik Siregar mengatakan, warga merasa resah karena aktivitas penambangan PT DPM di Hutan Lindung Register 66 Batu Ardan merusak keberlangsungan ekosistem di sana.

Apalagi akibat perusahaan tambang itu, Gereja HKBP teracam digusur. Rencananya, akan digunakan sebagai pembuangan limbah beracun (tailing).

"Pihak HKBP telah melayangkan surat tertulis No. 40/004/11/2012, menolak rencana tersebut untuk menjadi tempat pembuangan limbah beracun tambang," tandas Hendrik melalui rilis kepada Sindonews, Sabtu (14/4/2012).

Hal sama disampaikan Persekutuan Diakonia Pelangi Kasih (PDPK) Dairi Anward Nababan. Dia pun meminta agar Menteri Kehutanan (Menhut) segera bertindak, mengambil langkah tegas.

"Menhut harus menghentikan aktivitas PT DPM di kawasan hutan lindung register 66 dan sekitarnya yang akan menghilangkan sumber-sumber kehidupan warga. Kami juga menolak secara keras segala upaya untuk menggusur Gereja untuk kepentingan perusahaan tambang," tandasnya.(lin)



PT DPM picu konflik horisontal

Sindonews.com - Keberadaan perusahaan tambang timah hitam PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Sopo Kamil Dairi Sumatra Utara (Sumut) rawan memicu konflik antar warga.
Pasalnya, besaran ganti rugi sengketa lahan garapan menimbulkan klaim sepihak di antara warga di sana.

Bahkan, belum lama ini konflik antara suku Batak Toba dengan suku Batak Pakpak sudah terjadi. "Ini sangat berbahaya, karena dapat memicu konflik horisontal, antara warga dengan warga," ungkap Pengkampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Hendrik Siregar dalam rilis kepada Sindonews, Sabtu (14/4/2012).

Dipaparkan Hendri, aktivitas perusahaan tersebut telah berlangsung 10 tahun sejak mendapatkan kontrak karya pada 1998. Meski sesungguhnya, eksplorasi PT DPM ini sudah mendapatkan penolakan warga karena menggganggu sumber-sumber kehidupan masyarakat.

"Bagaimana tidak ditolak, penambangan ini merampas wilayah kelola sumber pangan warga dan ekonomi warga, seperti sawah, kayu damar, kemenyan dan gambir. Begitu juga Sumber mata air yang paling dikhawatirkan oleh warga karena air adalah sumber kehidupan yang paling penting," ungkapnya lagi.

Jika PT DPM tetap dibiarkan menambang, tidak hanya masyarakat di Sopo Komil yang akan menderita, tapi juga warga yang hidup mengantungkan dari sungai Lae Sambelin.

Hutan Lindung Register 66 Batu Ardan merupakan kawasan tangkapan air sungai Lae Simbelin yang mengalir hingga ke Aceh. Maka warga sepanjang sungai Lae Simbelin itu tentu saja akan menderita. "Maka itu, hingga kini mengapa mereka menolak apa pun yang ditawarkan oleh perusahaan," jelas Hendrik.

Lebih jauh, dia mendesak agar Menteri Kehutanan (Menhut) segera bertindak. Sebab, daya rusak tambang akan menghancurkan fungsi layanan alam hutan lindung. "Jika Menhut membiarkan PT DPM terus beroperasi, maka Menhut adalah bagian dari kejahatan lingkungan," tegasnya.(lin)

--
Priyo Pamungkas Kustiadi
08561903417

Media Communication and Outreach
Jaringan Advokasi Tambang





--
Priyo Pamungkas Kustiadi
08561903417

Media Communication and Outreach
Jaringan Advokasi Tambang


__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar