Ambisi Pertamina sebagai trader LNG berkelas dunia.
by. Erizeli Jely Bandaro
Syarat untuk jadi trader LNG, harus ada tiga. Pertama, adanya storage dan logistik. Adanya off take market. Ketiga, Adanya uang untuk buka LC. Sejak tahun 2013 Pertamina memang sudah berambisi menjadi trader LNG berkelas dunia. Untuk memasok dalam negeri mereka menggandeng mitra untuk penyediaan infrastruktur. Pertamina bersama Marubeni punya PLTGU Jawa-1 berkapasitas 1260 MW. Untuk pasar luar negeri, Pertamina punya proyek pembangkit listrik bersama Marubeni di Bangladesh.
Tahun 2013, PT. Bumi Sarana Migas (BSM) yang dipimpin oleh Solihin Kallah mengajuka proposal membangun proyek infrastruktur terminal regasifikasi LNG dengan kapasitas 500 juta kaki kubik per hari (mmscfd) di Bojonegara, Banten. BSM bekerja sama dengan asing. Komposisi saham BSM 50%, Tokyo Gas dan Mitsui sebesar 35%. Nah, nah sisanya 15 % diharapkan Pertamina atau PLN bisa ambil.
Namun dalam perjalanannya ada kisruh berkaitan dengan saham. Entah siapa yang bocori, publik jadi gaduh. Apa pasal ? bocornya rekaman pembicaraan antara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dengan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir terkait soal saham. Maklum Ari Soemarno, adik Rini Soemarno sebagai Kalla Group Senior LNG Project Coordinator.
Setelah perundingan yang panjang, akhirnya PT Pertamina (Persero) secara resmi menghentikan proyek pembangunan terminal regasifikasi LNG di Bojonegara. Alasannya, tidak layak. Rendahnya permintaan gas menjadi penyebab utama ketidaklayakan proyek. Hal itu disampaikan setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Migas Komisi VII DPR yang berlangsung tertutup dengan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dirut PT PLN (Persero), dan Plt. Dirut PT Pertamina (Persero) pada Senin (9/7/2018). Jadi kandaslah bisnis yang diusulkan oleh BSM.
Tapi anehnya pembatalan proyek terminal regasifikasi LNG di Bojonegara tidak menghalangi Pertamina untuk melanjutkan ambisinya sebagai trader LNG berkelas dunia. Di dalam negeri, PLN sebagai pembeli akhir atau end buyer, menolak membangun storage. Jangankan storage, logistikpun PLN engga mau keluar duit. Saat sekarang PLN merasa aman beli batubara daripda gas. Engga repot soal infrastruktur logistik dan storage.
Pada saat sekarang dan kedepan trading gas tidak bagus. Terutama dengan kehadiran Qatar LNG yang mempunyai kapasitas terbesar di dunia. Saat ini mereka mampu menjual LNG dibawah US$2 per MMBTU. Hampir semua kompetitor LNG sulit bersaing dengan kemampuan Qatar. Pertamina mau jual ke negara lain jelas tidak mudah.
Tetapi anehnya februari 2019, Pertamina tetap teken kontrak jangka panjang impor LNG dengan Anadarko Petroleum Corporation. Padahal mereka tahu untuk pasar domestik ketersediaan infrastruktur tidak memadai. Pemerintah pasti utamakan LNG Bontang untuk mengamankan neraca pembayaran. Mereka juga tahu, trend harga GAS terus turun sejak tahun 2013. Sepertinya, Kotrak SPA dengan ini diatur oleh trader. Kemungkinan melibatkan mafia MIGAS. Maju rugi, mundur lebih rugi. Benar benar Pertamina masuk dalam jebakan badman.
by. Erizeli Jely Bandaro
Tahun 2013, PT. Bumi Sarana Migas (BSM) yang dipimpin oleh Solihin Kallah mengajuka proposal membangun proyek infrastruktur terminal regasifikasi LNG dengan kapasitas 500 juta kaki kubik per hari (mmscfd) di Bojonegara, Banten. BSM bekerja sama dengan asing. Komposisi saham BSM 50%, Tokyo Gas dan Mitsui sebesar 35%. Nah, nah sisanya 15 % diharapkan Pertamina atau PLN bisa ambil.
Namun dalam perjalanannya ada kisruh berkaitan dengan saham. Entah siapa yang bocori, publik jadi gaduh. Apa pasal ? bocornya rekaman pembicaraan antara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dengan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir terkait soal saham. Maklum Ari Soemarno, adik Rini Soemarno sebagai Kalla Group Senior LNG Project Coordinator.
Setelah perundingan yang panjang, akhirnya PT Pertamina (Persero) secara resmi menghentikan proyek pembangunan terminal regasifikasi LNG di Bojonegara. Alasannya, tidak layak. Rendahnya permintaan gas menjadi penyebab utama ketidaklayakan proyek. Hal itu disampaikan setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Migas Komisi VII DPR yang berlangsung tertutup dengan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dirut PT PLN (Persero), dan Plt. Dirut PT Pertamina (Persero) pada Senin (9/7/2018). Jadi kandaslah bisnis yang diusulkan oleh BSM.
Tapi anehnya pembatalan proyek terminal regasifikasi LNG di Bojonegara tidak menghalangi Pertamina untuk melanjutkan ambisinya sebagai trader LNG berkelas dunia. Di dalam negeri, PLN sebagai pembeli akhir atau end buyer, menolak membangun storage. Jangankan storage, logistikpun PLN engga mau keluar duit. Saat sekarang PLN merasa aman beli batubara daripda gas. Engga repot soal infrastruktur logistik dan storage.
Pada saat sekarang dan kedepan trading gas tidak bagus. Terutama dengan kehadiran Qatar LNG yang mempunyai kapasitas terbesar di dunia. Saat ini mereka mampu menjual LNG dibawah US$2 per MMBTU. Hampir semua kompetitor LNG sulit bersaing dengan kemampuan Qatar. Pertamina mau jual ke negara lain jelas tidak mudah.
Tetapi anehnya februari 2019, Pertamina tetap teken kontrak jangka panjang impor LNG dengan Anadarko Petroleum Corporation. Padahal mereka tahu untuk pasar domestik ketersediaan infrastruktur tidak memadai. Pemerintah pasti utamakan LNG Bontang untuk mengamankan neraca pembayaran. Mereka juga tahu, trend harga GAS terus turun sejak tahun 2013. Sepertinya, Kotrak SPA dengan ini diatur oleh trader. Kemungkinan melibatkan mafia MIGAS. Maju rugi, mundur lebih rugi. Benar benar Pertamina masuk dalam jebakan badman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar