Kamis, 18 Desember 2014

[Media_Nusantara] Setelah Fuad Amin, KPK Didesak Ungkap Korupsi Bupati Kediri, Probolinggo dan Kota Pasuruan

 

Bongkar, Korupsi Dinasti di Jatim - Setelah Fuad Amin, KPK Didesak Ungkap Korupsi Bupati Kediri, Probolinggo dan Kota Pasuruan

SURABAYA (Surabaya Pagi) – Setelah Ketua DPRD Bangkalan RKH Fuad Amin Imron ditangkap, aktivis anti-korupsi mendesak agar KPK menangkap koruptor kakap lainnya di Jatim. Pasalnya, ada sejumlah kepala daerah yang menjalankan politik dinasti seperti Fuad Amin. Seperti di Pasuruan, Probolinggo, dan Kediri. Sementara KPK sendiri saat ini masih mendalami korupsi jual beli migas di Bangkalan dan Gresik, yang diduga melibatkan juga anak Fuad, yakni Bupati Bangkalan Makmun Ibnu Fuad alias Ra Momon.

"Penangkapan Fuad Amin dapat dijadikan pintu masuk bagi KPK dalam menemukan dan menangkap koruptor kelas wahid di Jatim," kata Fathorrasjid, mantan Ketua DPRD Jatim di sela-sela aksi unjuk rasa depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (16/12) kemarin.

Data yang dihimpun, selain Fuad Amin dan Makmun Ibnu Fuad yang membangun dinasti politik di Bangkalan, Madura, ada daerah lain yang mirip dan melibatkan ayah dan anak. Yakni, di Kota Pasuruan. Sang ayah menjadi Walikota Pasuruan adalah H. Hasani. Sedang anaknya, Ismail Marzuki, dua periode menjabat Ketua DPRD Kota Pasuruan. 

Sedang di Kediri dan Probolinggo, melibatkan suami dan istri. Bupati Kediri, Haryanti Sutrisno, merupakan istri Ir. Sutrisno, Bupati Kediri periode sebelumnya. Sementara Bupati Probolinggo, Puput Tantriana, merupakan istri mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminudin. 

Hingga kini, mereka belum tersentuh aparat hukum, meski sejumlah laporan telah masuk ke Kejaksaan dan Polda Jatim. Seperti kasus dugaan korupsi di Kediri. Kasus dugaan korupsi pembangunan Simpang Lima Gumul (SLG) Kediri senilai Rp 300 miliar, misalnya. Polda Jatim telah menghentikan penyidikan (SP3) kasus ini, tahun 2011 silam. Padahal, penyidik sebelumnya telah menetapkan 3 tersangka. Yakni, Sony Sandra (bos PT Triple S) dan 3 pejabat Pemkab Kediri, Kartika (Pimpinan Proyek), Yanu (Ketua Panitia Lelang), dan Haryo (Konsultan Pengawas). Bahkan, dalam penyidikan lanjutan Ir. Sutrisno yang kala itu menjabat Bupati Kediri juga disebut-sebut calon tersangka.

Penyidik KPK juga telah turun tangan dan menemukan indikasi penyimpangan proyek. Tapi Kapolda Jatim yang kala itu dijabat Irjen Pol Dr Untung S Rajab menyatakan KPK tidak menemukan bukti/unsur korupsi dalam kasus SLG. Karena itu, kasus ini dihentikan atau diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Karena itulah, Fathorrasjid mengatakan aksi unjuk rasa yang dilakukannya ini untuk memberikan dorongan bagi KPK. "Setidaknya ada lima politik dinasti di Jatim, saat ini baru Bangkalan yang terungkap," kata mantan terpidana korupsi P2SEM ini. 

Dalam aksinya kemarin, Fathor mengerahkan puluhan massa dengan membawa beberapa poster. Diantaranya bertuliskan "Rakyat Jatim Mendukung KPK Menangkap Koruptor, Dinasti Gerbang Menuju Korupsi, Tangkap Skandal Fuad Amin dan Tangkap Oknum BPK yang jual beli WTP di Jatim."

Hal sama juga diungkapkan Ketua Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman. Menurutnya, saat ini masih ada koruptor besar yang masih berkeliaran di Jawa Timur. "Fuad Amin hanya pemain kecil di kabupaten, walaupun dia besar di dinasti Madura. Masih ada yang lebih besar di Provinsi Jawa Timur," tandas Bonyamin.

Menurut Bonyamin, KPK sudah mengantongi nama koruptor tersebut. Penyidik tinggal menunggu waktu untuk menangkapnya. Kendati demikian, dia mengapresiasi KPK yang membongkar korupsi di Bangkalan. "Samad (Ketua KPK) sudah mengantongi namanya. Ada catatannya juga di sana. Kita mendesak KPK untuk menangkapnya segera," desak dia.

Periksa Direksi Pertamina EP

Selasa (16/12) kemarin, KPK memeriksa Presiden Direktur PT Pertamina EP, Tri Siwindono, dan Direktur Pertamina EP, Haposan Napitupulu. Keduanya diperiksa untuk tersangka Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko, terkait gratifikasi yang diterima Fuad Amin dengan barang bukti uang 3 koper senilai Rp 4,7 miliar. "Diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap jual beli gas alam di Bangkalan, Madura," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha.

Selain Tri dan Haposan, kata dia, penyidik memeriksa Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali Samiudin, Manager Keuangan PT Pembangkitan Jawa-Bali Andiani Rinsia, Kepala BP Migas Tahun 2007 Kardaya Warnika, dan Kepala Divisi Pemasaran BP Migas Tahun 2007 Budi Indianto. "Mereka juga diperiksa untuk tersangka ABD (Antonio)," tambah Priharsa.

Dia menambahkan, KPK juga akan memeriksa para tersangka dalam kasus tersebut yakni Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan, Fuad Amin Imron (FAI) dan Antonio Bambang Djatmiko. "ABD diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FAI," tandasnya.

Antonio telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan menyuap Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron, terkait jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan. KPK mencokok Bambang, Kopral Satu Darmono, dan Ra'uf, --ajudan Fuad-- di Bangka, Jakarta Selatan. Petugas KPK menemukan duit Rp 700 di mobil Ra'uf. Fuad dan Ra'uf juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan Darmono dikembalikan ke satuannya karena KPK tidak mempunyai kewenangan menyidik anggota TNI.

Adapun Fuad ditangkap di kediamannya di Bangkalan pada keesokan harinya. Saat menangkap Fuad, penyidik juga mengamankan duit Rp 4,7 miliar. Antonio sebagai pemberi hadiah dikenakan sangkaan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan huruf b serta Pasal 13 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara terhadap Fuad Amin dan Rouf sebagai penerima dan perantara dikenakan sangkaan Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Korupsi di Daerah Berawal dari Penyusunan APBD

Busyro Muqoddas resmi mengakhiri masa jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (16/12). Dia menjabat pimpinan KPK sejak 2011. Menurut Busyro, masih ada sejumlah agenda yang belum selesai dikerjakannya. Ia juga membeberkan penyebab maraknya korupsi di daerah. Apa saja? Berikut analisa Busyro.

Agenda yang belum selesai itu ketika KPK melakukan 'mapping' atau memotret apakah pemerintah daerah (Pemda) se-Indonesia dalam menyusun APBD dan membuat kebijakan di luar APBD itu transparan, akuntabel, dan memenuhi Pasal 1 ayat 2 UUD. Dari hasil pantauan langsung ke daerah-daerah tentang basis dasar yang digunakan Pemda itu, kita diskusikan KPK dengan BPKP untuk tahu hasilnya bersama nanti.

KPK dengan BPKP seluruh Indonesia telah melakukan satu penelitian di 33 provinsi. Ternyata hasilnya ada dalam persoalan intranparansi di sektor energi, pangan, pajak dan infrastruktur. Semuanya banyak masalah, itu real, faktual. Inilah yang kemudian kami analisis.

Mengetahui hasil dari persoalan di daerah, yang pertama adalah proses perencanaan (penyusunan APBD, red) itu tidak berbasis pada riset tentang jenis masalah rakyat. Kedua, kampus-kampus termasuk rumah agama di daerah tidak diperankan dan memerankan diri secara sistemik dalam proses penyusunan anggaran daerah dalam APBD.

Karena persoalan itu muncul, maka akibatnya APBD dan kebijakan daerah banyak dititipkan oleh kepala daerah bersama DPRD setempat. Rakyat betul-betul tertinggal, maka wajar kemudian terjadi korupsi yang masif di daerah

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar