KPK: Anas Banyak Tahu soal Hambalang
Diamanty Meiliana | Kamis, 05 Juli 2012 - 16:13:35 WIB JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum dianggap mengetahui adanya tindak pidana korupsi di proyek pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (SP3ON) di Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar). Itu sebabnya Anas diperiksa hingga dua kali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Semua yang dimintai keterangan oleh KPK dianggap mengetahui, melihat, atau mendengar soal kasus itu. Bukan cuma Pak Anas tetapi ada banyak pihak yang diperiksa juga," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Kamis (5/7).
Ia menyatakan, gelar perkara kasus Hambalang yang akan dilaksanakan pekan depan mengindikasikan bahwa KPK sudah memiliki sejumlah alat bukti. Namun menurut Johan, syarat dua alat bukti yang cukup untuk menjadikan seseorang tersangka belum ada.
Johan menuturkan bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya pihak lain yang dimintai keterangan lebih dari sekali seperti yang dilakukan penyelidik kepada Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum.
Menurutnya, gelar perkara pekan depan itu bukan berarti KPK akan mengumumkan adanya tersangka. "Gelar perkara ini akan melihat hasil apakah sudah dianggap cukup atau belum permintaan keterangan dan alat bukti," kata dia. Johan menyatakan, sejauh ini keterangan yang disampaikan Anas masih dianggap cukup untuk melengkapi kebutuhan alat bukti. Namun begitu, ia menambahkan, bukan berarti alat bukti sudah cukup untuk meningkatkan kasus ke penyidikan. Hingga kini KPK sudah memeriksa hingga 70 pihak terkait kasus proyek Hambalang. Keterangan yang diperoleh SH menyebutkan bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng akan diperiksa juga pekan ini. Menurut Johan, hal tersebut mungkin saja karena hingga pekan ini berakhir, penyelidik masih akan meminta keterangan dari sejumlah pihak.
"Sampai saat ini saya belum dapat informasinya, tapi yang pasti KPK selama sepekan ini akan meminta keterangan ke beberapa pihak," ujar Johan.
Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul yang dihubungi SH di Jakarta, Kamis siang ini mengatakan, harus segera dilakukan gerakan nyata untuk penyelamatan partai bila mengingat terus menurunnya citra PD akibat sejumlah kader diduga terlibat dalam kasus korupsi yang sedang ditangani KPK. "Harus diamputasi," katanya. Kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan petinggi atau kader PD dikatakan Ruhut telah membebani partai secara kelembagaan. Oleh karena itu, ia mengatakan, kader-kader yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus korupsi dan suap harus mengundurkan diri. "Kalau tetap ngotot akan rugi," Ruhut mengingatkan. Ia melanjutkan, hal ini tidak hanya akan merugikan kader tersebut, tapi PD juga bakal karam sebelum Pemilu 2014 digelar, jika tidak segera diambil langkah-langkah penyelamatan partai.
Irit Bicara
Sikap berbeda tiba-tiba diperlihatkan Anas Urbaningrum. Usai diperiksa selama tujuh jam oleh tim penyelidik KPK, Rabu, Anas menolak untuk menjelaskan proses pemeriksaannya. Sikap Anas itu bertolak belakang dengan sikapnya pada 27 Juni 2012 ketika diperiksa KPK. Saat itu Anas memberikan penjelasan cukup lengkap soal hal-hal apa saja yang ditanyakan kepadanya.
"Hal-hal lain kalau teman-teman sekalian ingin mendapatkan info tambahan bisa mendapat dari penyelidik KPK," kata Anas.
Anas hanya mengatakan bahwa ia ditanyakan apakah pernah bertemu dengan pihak PT Adhi Karya. Jawabannya kepada penyelidik adalah tidak pernah melakukan pertemuan tersebut.
Di hari yang sama, KPK juga memeriksa sopir pribadi Anas yang bernama Riyadi serta dua karyawan PT Adhi Karya yang bernama Sutrisno dan Henny untuk dimintai keterangan untuk kasus proyek pembangunan Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (SP3ON) di Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar).
Pengacara Anas, Firman Wijaya menjelaskan bahwa kliennya juga ditanya soal kepemilikan mobil termasuk dokumennya. Namun pihaknya mempertanyakan mengapa dokumen yang ditunjukkan tidak sesuai dengan identitas Anas. "Alamatnya saja sudah beda. Di situ tertera Jakarta Selatan, sedangkan rumah Anas di Duren Sawit, Jakarta Timur," tegasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Anas disebut menerima mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya dan Wijaya Karya terkait pemenangan mereka sebagai kontraktor utama di proyek Hambalang. KPK memiliki bukti berupa berita pembelian Toyota Harrier pada November 2009 di diler mobil Duta Motor, Pacenongan, Jakarta Pusat. Mobil mewah itu berpelat nomor polisi B-15-AUD.
Menurut mantan Bendahara Umum PD M Nazaruddin, ia hadir ketika uang dari PT Adhi Karya tersebut diserahkan ke Anas. Uang cash sebesar Rp 750 juta itu dibawa ke Pacific Place, tempat pertemuan mereka dan kemudian digunakan untuk membeli mobil yang dilakukan dengan menggunakan cek.Tidak hanya itu, Anas juga menjadi penentu jumlah commitment fee dalam proyek Hambalang.
Disebutkan Nazaruddin bahwa Anas menyepakati keputusan Direktur PT Dutasari Citalaras Mahfud Suroso dengan PT Adhi Karya. Ada kesepakatan commitment fee sebanyak Rp 1,1 triliun atau 18 persen dari total nilai proyek. Selain mendapat mobil, Anas mendapat bagian dari fee tersebut. Menurut Nazaruddin, Anas mendapat Rp 100 miliar. Dari uang inilah Anas memakai Rp 50 miliar untuk memenangkan dirinya sebagai Ketua Umum PD saat kongres di Bandung, Jawa Barat, sedangkan sisanya dibagi-bagikan.
"Dari Rp 100 miliar itu, sekitar Rp 50 miliar untuk memenangkan Mas Anas untuk dibawa ke kongres di Bandung. Uang itu dijadikan uang dolar. Itu yang dibawa ke Bandung. Sebanyak Rp 20 miliar untuk teman-teman di Komisi X DPR, Rp 10 miliar untuk pemimpin Banggar, sekitar Rp 20 miliar untuk Andi Mallarangeng yang diterima oleh Choel Malarangeng," ungkapnya.
Sebelumnya, usai diperiksa di KPK, Rabu (27/6) lalu, Anas membantah kepemilikan mobil tersebut. Dia juga membantah memiliki mobil bermerek Toyota Alphard yang diduga didapat dari Permai Grup. Mobil itu beralih nama dari milik Permai Grup menjadi milik Anas Urbaningrum.
Anas juga membantah keterlibatannya dalam proyek Hambalang. Meski pernah menjadi anggota Komisi X DPR, komisi yang bermitra dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Anas mengaku tidak tahu soal proyek Hambalang. "Tidak ada itu, (tudingan) itu cerita mati, halusinasi," bantahnya.
Demokrat Bertanggung Jawab
Anggota Dewan Pembina PD, Ignatius Mulyono di gedung DPR Senayan Jakarta, Rabu siang, mengatakan pemimpin dan anggota PD yang terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan pusat olahraga di Bukit Hambalang harus bertanggung jawab. "Mari bertanggung jawab supaya apa yang menimpa Partai Demokrat segera berakhir, agar badai cepat berakhir," katanya. Ignatius mengatakan, kasus korupsi Bukit Hambalang akan terus menggerus citra PD.
Ignatius mengatakan, persoalan dalam korupsi di Hambalang tidak hanya sekadar masalah pembebasan lahan dan sertifikasi tanah. Namun, persoalan juga terjadi dalam proses pengadaan alat-alat yang mencapai Rp 1,4 triliun, ditambah anggaran pembangunan Bukit Hambalang yang melonjak hingga Rp 1,175 triliun Padahal, dalam APBN 2010, pemerintah bersama DPR telah menyepakati penggunaan dana penyelesaian gedung senilai Rp 125 miliar. "Yang jadi masalah adalah anggaran (awal) Rp 125 miliar dibintangi, sehingga (belakangan) menjadi Rp 2,5 triliun," ujarnya. (Ruhut Ambarita)
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar