Minggu, 08 April 2012

[Media_Nusantara] Ada Pasal Goib yang Mengatur Biaya Ganti Rugi Korban Lapindo

 

Ada Pasal Goib yang Mengatur Biaya Ganti Rugi Korban Lapindo

WartaNews-Jakarta - Undang-undang Perubahan No. 22 Tahun 2011 tentang APBN khususnya Pasal 18 masih menuai kontraversi. Sebab, tambahan dalam ayat c penjelasannya soal wilayah yang terdampak lumpur Sidoarjo di luar peta menjadi tanggung jawab negara.

Padahal jika dilihat pada Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2009 soal wilayah yang terdampak akibat lumpur Sidoarjo di luar peta adalah tanggung jawab PT Lapindo Brantas.

Dalam Pasal 15B ayat 5 berbunyi:

pembayaran penanganan masalah sosial kemasyarakatan di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap dengan skema:

a. Sebesar 20 persen pada Tahun Anggaran 2008;
b. Sebesar 30 persen pada Tahun Anggaran 2009; dan
c. Sisanya disesuaikan dengan tahapan pelunasan yang dilaukan oleh PT Lapindo Brantas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2.

Sebetulnya anggaran negara yang digelontorkan untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo memang bukan hal baru. Anggaran itu sudah ada sejak tahun 2007 silam.

Menurut anggota Badan Anggaran dari fraksi PDI Perjuangan, Dolfie O.F. Palit, pada tahun 2007 anggaran yang dikucurkan ke BPLS sebesar Rp 600 miliar. Lalu 2008 sebesar Rp 1,1 triliun. Hal itu terus berlanjut pada 2009 sebesar Rp 1,15 triliun tapi terlaksana sebsar Rp 529 miliar.

"Pada 2010 Rp 1,2 triliun. Sedangkan 2011 Rp 1,3 triliun dan 2012 Rp 1,53 triliun. Totalnya sudah mencapai Rp 6,2 triliun," kata Dolfie sasat ditanya lewat pesan singkat, Kamis (5/4).

Melalui dokumen yang didapat sesuai dengan UU No. 47 Tahun 2009 tentang APBN 2010 Pasal 13 ayat 1 angka yang dianggarkan untuk BPLS hanya sebesar Rp 130 miliar lebih. Tetapi pada UU No. 10 Tahun 2010 tentang perubahan APBN 2010 pasal tersebut hilang. Entah diumpetin dikantong siapa pasal itu atau jangan-jangan pasal itu adalah pasal Goib yang dapat hilang dengan sendirinya dan muncul saat dibutuhkan.

Sementara itu, pada UU No. 10 Tahun 2010 tentang APBN 2011 Pasal 18 ayat 1 dan 2 juga mengatur hal yang sama. Pasal 19 dalam UU itu mengatur soal pagu sebesar Rp 155 miliar. Lalu dalam UU No. 11 Tahun 2011 tentang APBN Perubahan 2010 pasal yang mengatur pagu BPLS lagi-lagi hilang.

Selanjutnya, dalam UU No. 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 Pasal 18 ayat a dan b juga mengatur hal yang sama. Sedangkan Pasal 19 mengatur pagu anggaran BPLS sebesar Rp 155 miliar. Pada saat perubahan yang dibahas di paripurna 31 Maret lalu, ada tambahan ayat c pada Pasal 18. Sedangkan Pasal 19 ikut menghilang.

Menurut rekan Dolfie, Daryatmo Mardiyanto saat ditemui di DPR mengatakan, biasanya pasal yang hilang itu berarti tidak disetujui. Karena itulah, maka pasal itu menjadi hilang.

"Nanti kita lihat saja setelah diundangkan dan dimasukkan dalam lembaran negara, apakah hilang atau tidak?" kata Daryatmo.

Hal ini benar-benar ngeri, pemerintah dan DPR seakan-akan bermain hati soal pasal-pasalan. Bagaimana tidak. Kasus yang seharusnya ditanggung oleh PT Lapindo Brantas justru menjadi beban buat pemerintah. (ipk)

Hilangnya Pasal 19 UU APBN 2012 terkait besaran anggaran maksimal soal penanganan lumpur Lapindo, Akibat Otak Anggota DPR Terbatas

WartaNews-Jakarta - Hilangnya pasal 19 APBN 2012 terkait besaran anggaran maksimal soal penanganan lumpur Lapindo, ternyata diakui Ketua DPR Marzuki Alie bahwa sebagai pimpinan DPR, dirinya tidak mengetahui detail isi undang-undang.

"Nggak mungkin kita ngecek satu-satu pasal, kan ada sembilan fraksi, kan mereka yang membahas," kata Marzuki di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/4).

Marzuki menegaskan bahwa dirinya hanya menerima laporan dari Badan Anggaran (Banggar) DPR, yang sebelumnya membahas UU APBN-P 2012. Hasil pembahasan dari Banggar itulah yang kemudian diputuskan di dalam rapat paripurna DPR.

"Di rapat paripurna itu, yang lain tak dibahas. Jangan tanya paripurna, saya hanya ketok palu," ujarnya.

Wakil ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu menambahkan bahwa pimpinan DPR adalah juru bicara parlemen (the speaker of the house) yang tidak harus menguasai semua substansi. Oleh sebab itu, DPR dibagi oleh sejumlah alat kelengkapan.

"Otak kita kan terbatas, makanya dibagi dalam alat kelengkapan, salah satunya pimpinan seperti saya,"ungkap Marzuki.

Seperti diketahui, pasal 19 APBN 2012 soal besaran anggaran maksimal penanganan lumpur Lapindo diatur sebesar Rp 155 miliar yang disahkan tanggal 28 Oktober 2011. Namun, dalam UU APBN-P 2012 yang disahkan 31 Maret lalu, pasal tersebut hilang.

Di dalamnya hanya ada pasal 18 yang tidak mengatur alokasi penggunaan dana penanganan lumpur Lapindo, tanpa besaran anggaran maksimal. Dengan demikian diasumsikan negara akan menanggung berapapun biaya penanganan lumpur Lapindo. (*/mako)

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar