Minggu, 01 April 2012

[Media_Nusantara] SISI POLITIS NAIK TURUNNYA BBM DAN KOMPENSASI KENAIKAN BAGI RAKYAT KECIL

 

SISI POLITIS NAIK TURUNNYA BBM DAN KOMPENSASI KENAIKAN BAGI RAKYAT KECIL
by Yusril Ihza Mahendra
Partai Demokrat (PD) dan Pemerintah mulanya berkeras agar Pasal 7 ayat 6a yang diusulkan untuk ditambahkan dalam UU APBN-P, yang berisi ketentuan apabila terjadi lonjakan harga minyak produksi Indonesia (ICP) rata-rata 10 persen dalam 3 bulan, maka Pemerintah berwenang menaikkan harga bbm untuk menekan subsidi. Sementara Golkar mengusulkan lonjakan rata-rata 15 persen dalam 6 bulan.

Usul PD ini akan kalah dengan usul Golkar yang memang beda. Apalagi jika ditambah dengan usul PDIP, PKS dan Gerindra serta yang lain, yang samasekali tidak mau menambah bunyi Pasal 7 ayat (6) itu dengan ayat (6a) UU APBN-P itu. Kalau ada 3 opsi, maka DPR akan gagal ambil keputusan, karena tidak satu usulpun akan mencapai dukungan mayoritas. Dalam menit terakhir menjelang voting, PD rubah haluan ikut Golkar, sehingga mayoritas anggota DPR memilih opsi Golkar yang didukung PD, PPP, PAN dan PKB. Dengan demikian mereka mampu mengalahkan keinginan PDIP, PKS dan Gerindra yang tidak mau menaikkan BBM. Harga BBM bisa dinaikkan, tapi bukan usul versi PD, melainkan versi Golkar.

Kalau usul PD itu yang menang, maka 1 April pastilah harga BBM naik. Sebab lonjakan harga ICP sudah rata-rata di atas 10 persen. Tapi karena ikut versi Golkar, maka kenaikan tak terjadi, sebab lonjakan harus dihitung rata-rata 15 persen dalam 6 bulan, dan prosentase itu belum tercapai. Tapi, dengan versi Golkar itu, Pemerintah menjadi leluasa untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM, jika dalam waktu 6 bulan ke depan ini lonjakan ICP telah mencapai angka rata-rata 15 persen, tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi.

Kalau kemauan PD yang menang, harga BBM naik 1 April, atau suatu ketika naik jika telah sesuai dengan bunyia Pasal 7 ayat (6a), maka program kompensasi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM, sejenis BLT dulu) segera berjalan. Masyarakat miskin yang dapat kompensasi itu jumlahnya 18,5 juta kepala keluarga. Besarnya bantuan telah dianggarkan dalam APBN yakni sebesar Rp 150 ribu untuk setiap kepala keluarga setiap bulan selama 6 bulan. Kalau satu keluarga rata-rata terdiri atas 4 orang, maka jumlah rakyat yang menikmati BLSM ini berjumlah 74 juta orang. Angka ini potensial untuk mendukung PD dalam Pemilu mendatang, termasuk mendukung pasangan Capres-Cawapres yang mereka usung. Iklan-iklan nanti akan bermunculan di televisi, berisi ucapan terima kasih rakyat kecil kepada Pak SBY dan PD yang telah bermurah hati memberikan bantuan BLSM. Orang kecil akan mengira, dan akhirnya bukan mustahil akan percaya, bantuan ini memang benar-benar datang dari Pak SBY dan PD sebagai partai berkuasa. Padahal asal uang itu, uang rakyat juga, yang dianggarkan melalui APBN.

Menjelang Pemilu 2014, dengan melihat trend yang terjadi setahun belakangan ini, ada kemungkinan harga minyak dunia akan turun. Bukan mustahil pula, Pak SBY akan muncul di televisi mengumumkan harga BBM turun. Rakyatpun senang. Simpati kian bertambah, citra akan naik, dan berkahpun akan datang. Opini rakyat kecil dengan mudah dapat dipermainkan dan dibentuk melalui iklan-iklan. Semua ini akan membawa berkah yang luar biasa bagi PD untuk meraup suara dalam Pemilu 2014, sama halnya dengan Pemilu 2009, melalui cara yang hampir sama. Maklumlah orang kecil dan miskin, opininya mudah dibentuk untuk kemudian digiring ke satu arah sesuai kemauan orang yang punya hajat, melalui iklan-iklan di televisi dan radio-radio, yang selalu ditonton dan didengar rakyat kecil di seantero negeri.

Analisis saya di atas, mungkin saja didasari su'udzdzan. Namun apa yang saya tulis didasarkan pada pengalaman naik-turunnya harga BBM dalam kurun waktu 2004-2009 dan munculnya iklan-iklan di televisi dan radio berisi ucapan terima kasih rakyat kecil kepada Pak SBY. Banyak di antara kita yang sudah lupa dengan kejadian itu. Bisa saja terulang, tapi bisa juga tidak, tentunya. Namanya saja analisis sosial dan politik, tidaklah bersifat matematis tentunya...
BBM TIDAK NAIK 1 APRIL TIDAK MENYURUTKAN LANGKAH YUSRIL UNTUK MENGUJI UNDANG-UNDANG APBN-P KE MAHKAMAH KONSTITUSI

Keterangan pers Presiden malam ini yang menyatakan bahwa menaikkan harga BBM bersubsidi adalah langkah terakhir, tidaklah menyurutkan langkah Yusril Ihza Mahendra untuk melakukan uji formil dan materil UU APBN Perubahan yang baru disahkan tanggal 31 Maret dinihari kemarin. Karena besarnya penolakan masyarakat dan juga penolakan sebagian anggota DPR, Pemerintah akhirnya tidak menaikkan harga BBM bersubsidi tanggal 1 April sebagaimana direncanakan semula.

"Walaupun tidak jadi naik tanggal 1 April, namun Pasal 7 ayat 6a UU APBN Perubahan telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga eceren BBM bersubsidi kapan saja dalam kurun waktu enam bulan, kalau kenaikan rata-rata harga produksi minyak Indonesia mencapai angka 15 persen" kata Yusril. Pasal UU APBN Perubahan ini dinilainya tidak mengandung kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Lagipula, pasal itu memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menaikkan harga BBM tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi. "Ini juga menabrak Pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan Mahkamah Konstitusi (MK)" tegasnya.

Sebagaimana diketahui di tahun 2003, MK pernah membatalkan salah satu pasal UU No 22 Tahun 2001 tentang MInyak dam Gas Bumi menyerahkan harga jual BBM kepada mekanisme pasar, sehingga harganya naik-turun mengikuti fluktuasi harga minyak dunia. MK menganggap pasal itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, mengingat minyak dan gas adalah kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan berada dalam penguasaan negara. "Jadi harga jualnya harus berada di bawah kendali Pemerintah dengan persetujuan DPR sebagai wakil rakyat" kata Yusril.

Selain menabrak UUD 1945, Yusril juga mengatakan bahwa Pasal 7 ayat 6 dan 6a setelah perubahan, tidaklah memenuhi syarat-syarat formil pembentukan sebuah undang-undang sebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. "Kedua ayat itu saling bertabrakan satu sama lain" kata Yusril. Prosedur perubahan UU APBN tersebut, menurut Yusril, juga melanggar ketentuan, sehingga secara formil maupun materil dapat dibatalkan oleh MK
TENTANG PASAL 7 AYAT 6A TABRAK UUD 1945

Saya sudah telaah bahwa Pasal 7 ayat 6a RUU APBN-P yang telah disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan siap disahkan dan diundangkan oleh Pemerintah, menabrak Pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Saya sedang mempersiapkan draf Uji Formil dan Materil ke MK. Tetapi, belum bisa langsung dilakukan dalam waktu dekat. Belum bisa didaftarkan ke MK karena harus menunggu Perubahan Undang-Undang APBN tersebut disahkan dan diundangkan lebih dulu oleh Presiden.

Pengujian tidak hanya materil, karena bertentangan dengan pasal 33 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, tapi juga formil karena menabrak syarat-syarat formil pembentukkan UU sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2011.

Norma Pasal 7 ayat 6a yang menyebutkan bahwa, "Dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya", selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan, sehingga potensial dibatalkan oleh MK.

Mohon dukungan doa.


Sumber : https://www.facebook.com/profile.php?id=100002470798411&sk=wall



__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar