[Attachment(s) from Al Faqir Ilmi included below]
Sebenarnya, kepengurusan PSSI Johar Arifin Husin dengan sendirinya telah selesai, dan tidak ada lagi. Upaya mereka merayu, mengundang, tetapi sekaligus mengancam dan memberi sanksi kepada klub-klub ISL, justru mengganggu kosentrasi klub dalam menjalani kompetisi.
Seharusnya Johar Arifin Husin dan koleganya segera membubarkan diri dan meninggalkan kantor PSSI demi masa depan sepakbola Indonesia. Seperti dilakukan Nurdin Halid setelah KLB di Solo 9 Juli 2012, yang memilih Johar Arifin Husin.
Sebab, perlu digarisbawahi, bahwa kepemimpinan Johar Arifin Husin di mata anggota PSSI sudah loss credibility.
Demikian Ringkasan Materi Mengapa Terjadi KLB PSSI, semoga dapat menjelaskan dan membantu memahami situasi yang terjadi di tubuh organisasi PSSI.
Jakarta, 25 Maret 2012
PERSATUAN SEPAKBOLA SELURUH INDONESIA
Kronologis Mengapa Terjadi KLB PSSI 18 Maret 2012
PENGANTAR
Sebelum berbicara mengenai Mengapa Terjadi Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI pada 18 Maret 2012 di Jakarta, sebaiknya kita membaca Statuta PSSI Pasal 31 ayat 2, yang berbunyi:
Pasal 31 Statuta PSSI Ayat 2 ; Komite Eksekutif akan mengadakan Kongres Luar Biasa apabila diminta secara tertulis oleh 2/3 (dua per tiga) anggota PSSI. Permintaan tersebut harus mencantumkan agenda yang akan dibicarakan. Kongres Luar Biasa harus diadakan dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan tersebut. Apabila Kongres Luar Biasa tidak diadakan, Anggota yang memintanya dapat mengadakan Kongres sendiri. Sebagai usaha terakhir, Anggota bisa meminta bantuan dari FIFA.
Artinya sangat jelas, bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) yang diminta oleh Anggota PSSI adalah sah dan dapat dilaksanakan.
Anggota PSSI, bahkan dapat menggelar KLB sendiri, apabila Komite Eksekutif PSSI tidak melaksanakan permintaan KLB oleh Anggota PSSI.
Di sini terbaca dengan jelas, bahwa KLB, selain merupakan proses yang biasa di dalam organisasi manapun, termasuk PSSI, juga sangat dijamin oleh Statuta PSSI.
KLB PSSI juga harus dibaca sebagai proses organisasi dalam mencari jalan keluar apabila terjadi kebuntuan organisasi akibat keinginan Anggota PSSI untuk mengganti Ketua Umum atau Komite Eksekutif PSSI.
Sehingga sangat tidak beralasan apabila ada pihak, terutama pengurus PSSI yang mengatakan bahwa KLB hanya sah apabila dilaksanakan oleh Eksekutif Komite PSSI. Sebab, pandangan itu sangat bertentangan dengan Statuta PSSI (yang menjamin kedaulatan Anggota) di Pasal 31 Ayat 2.
Berikut ringkasan materi tentang Mengapa Terjadi KLB PSSI yang kami susun sesuai dengan fakta yang terjadi di kepengurusan PSSI.
KLB Solo 9 Juli 2012
Seperti kita ketahui bersama, pada 9 Juli 2011, di Kota Solo, telah digelar Kongres Luar Biasa (KLB) Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) oleh Komite Normalisasi (KN) PSSI, dengan agenda memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan sembilan Anggota Komite Eksekutif.
KLB PSSI di Solo akhirnya memilih Saudara Djohar Arifin Husin sebagai Ketua Umum, Saudara Farid Rahman sebagai Wakil Ketua Umum, dan sembilan Anggota Komite Eksekutif PSSI, yakni Saudara Sihar Sitorus; Mawardi Nurdin; Widodo Santoso; Bob Hippy; Tonny Aprilani; Erwin Dwi Budiman; Roberto Rouw; La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Saudari Tutty Dau.
Perlu diketahui, KLB PSSI di Solo tidak membahas dan menetapkan program kerja PSSI. Karena program kerja PSSI telah dibahas dan ditetapkan dalam Kongres II PSSI Tahun 2010, yang diselenggarakan di Bali pada 21-22 Januari 2011.
Dengan demikian, kepengurusan baru hasil KLB PSSI di Solo berkewajiban menjalankan amanat Kongres II PSSI di Bali seperti diatur dalam Pasal 40 Statuta PSSI. Dimana Kongres adalah forum tertinggi organisasi, yang keputusannya bersifat mengikat dan harus dijalankan oleh pengurus, seperti diatur dalam Pasal 21, 22 dan 34 Statuta PSSI.
Pasal 40 Statuta PSSI
(2).Tanggungjawab utama Ketua Umum adalah untuk;
a.melaksanakan keputusan yang dikeluarkan Kongres dan Komite Eksekutif melalui Sekretaris Jenderal;
Pasal 21 Statuta PSSI
(1).Kongres merupakan badan tertinggi dan legislatif;
Pasal 22 Statuta PSSI
(1).Kongres merupakan forum pertemuan Anggota PSSI yang dilaksanakan secara rutin. Kongres merupakan badan supremasi dan legislatif tertinggi PSSI. Hanya Kongres yang dilaksanakan secara rutin yang mempunyai kewenangan mengambil keputusan-keputusan;
Pasal 34 Statuta PSSI
Keputusan yang dikeluarkan oleh Kongres berlaku efektif bagi Anggota dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah ditutupnya Kongres, kecuali Kongres memutuskan tanggal lain yang pasti untuk berlakunya suatu keputusan Kongres.
Mencopot Riedl 13 Juli 2012
Belum genap sepekan setelah terpilih, tepatnya tanggal 13 Juli, Komite Eksekutif PSSI telah membuat keputusan kontroversial dengan memecat Pelatih Tim Nasional (Timnas) Alfred Riedl. Riedl dicopot dan diganti dengan pelatih asal Belanda Wim Risjbergen.
Pencopotan Riedl menimbulkan tanda tanya di kalangan Anggota PSSI dan insan sepakbola tanah air. Apalagi pengganti Riedl, Wim diketahui sebagai pelatih Klub PSM yang didatangkan oleh konsorsium Liga Primer Indonesia (LPI) saat itu.
Aroma politis dibalik pencopotan Riedl makin tercium di kalangan Anggota PSSI. Sejumlah media pun mulai memberitakan bahwa penggatian tersebut sebagai langkah sapu bersih terhadap semua warisan kebijakan pengurus lama.
Babak awal kontroversi kepengurusan Johar Arifin Husin pun dimulai.
Rapat Exco 16 September 2011
Kepengurusan Johar Arifin Husin kembali membuat keputusan-keputusan kontroversial melalui rapat Komite Eksekutif.
Keputusan pertama adalah melakukan evaluasi jumlah klub profesional dan peserta liga profesional kasta tertinggi, melalui verifikasi klub.
Keputusan ini menegasikan jenjang kompetisi dan hasil klasemen akhir. Menurut Johar Arifin Husin, kompetisi akan ditata ulang, dan di-reset dari nol. Posisi klub juga dikembalikan ke nol, dan harus melewati verifikasi.
Anggota Komite Eksekutif PSSI bidang Kompetisi, Sihar Sitorus saat itu mensyaratkan setiap Klub harus menyetor dana jaminan sebesar Rp. 5 miliar, untuk dapat mengikuti kompetisi profesional.
(Keputusan ini akhirnya dikoreksi menjadi Rp. 2 miliar, setelah mendapat penolakan dari klub. Belakangan, setelah kompetisi IPL akan digelar, dikoreksi lagi tanpa uang jaminan).
Keputusan lain yang dihasilkan dalam rapat Komite Eksekutif tersebut adalah mengubah format kompetisi profesional kasta tertinggi menjadi: dua wilayah, dan diikuti oleh 32 klub.
32 klub ini, sebagian terdiri dari klub-klub baru, yang pada musim kompetisi PSSI tahun sebelumnya tidak pernah mengikuti kompetisi PSSI. Klub-klub ini sebelumnya mengikuti kompetisi yang digelar LPI. Kompetisi di luar PSSI, atau yang lazim disebut breakaway league.
Sebagian lainnya berasal dari klub yang berada di kompetisi kasta kedua, yakni Divisi Utama. Dan sebagian lagi adalah klub-klub asli yang mengikuti kompetisi Liga Super di PSSI pada musim kompetisi sebelumnya.
Keputusan kontroversial lainnya yang dihasilkan dalam rapat Komite Eksekutif saat itu adalah menunjuk PT. Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) sebagai pelaksana kompetisi liga profesional PSSI, menggantikan PT. Liga Indonesia.
Selain itu, PSSI Johar Arifin Husin juga mengubah nama kompetisi profesional, dari Liga Super Indonesia (LSI) atau Indonesia Super League (ISL) menjadi Liga Prima Indonesia (LPI) atau Indonesia Primier League (IPL).
Keputusan mengganti pelaksana liga dari PT. Liga Indonesia ke PT. LPIS membawa konsekuensi terhadap klub Super Liga, yang memiliki saham di PT. Liga Indonesia.
Perlu diketahui bahwa saham PT. Liga Indonesia terdiri dari: 99 persen milik klub Super Liga, dan 1 persen milik PSSI. Sedangkan komposisi saham PT. LPIS, yang tercatat di dalam Akta Notaris adalah 70% dimiliki Saudara Johar Arifin Husin (belakangan dikatakan milik Klub) dan 30% dimiliki Saudara Farid Rahman (belakangan dikatakan milik PSSI).
Keputusan mengubah format kompetisi kasta tertinggi menjadi dua wilayah dan mengisi dengan peserta-peserta yang sama sekali tidak pernah berlaga di jenjang sebelumnya, melalui proses promosi-degradasi (seperti lazimnya kompetisi di seluruh dunia) tentu menciderai azas utama dalam olahraga, yakni: sportifitas dan fairplay.
Belum lagi apabila ditinjau dari Statuta PSSI dan program kerja PSSI yang telah diputuskan dalam Kongres PSSI sebelumnya, yang dilaksanakan di Bali.
Statuta PSSI dan Keputusan Kongres Bali telah mengatur dengan sangat jelas mengenai kompetisi.
Kongres II PSSI di Bali Januari 2011 telah memutuskan; pertama, Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 diikuti 18 klub. Kedua, nama Kompetisi telah diputuskan Kongres dengan nama Indonesia Super League (ISL) atau Liga Super. Bukan Indonesia Premier League (IPL) atau Liga Prima Indonesia.
Selain melanggar/ mengingkari Keputusan Kongres II PSSI di Bali, keputusan menjadikan peserta Kompetisi kasta tertinggi lebih dari 18 klub, jelas melanggar Statuta PSSI.
Seharusnya Komite Kompetisi, Sihar Sitorus membaca Keputusan Kongres II PSSI Bali dan Statuta PSSI dengan cermat.
Pasal 23 ayat (1) huruf a Statuta PSSI telah jelas mengatakan bahwa hanya ada 18 klub Super Liga yang mempunyai suara, yang jumlahnya sudah pasti berdasarkan hasil akhir kompetisi 2010/2011.
Artinya, kompetisi sepakbola profesional strata tertinggi yang disebut Liga Super hanya 18 klub.
Jika dari 18 klub itu ada klub yang memilih tidak mengikuti kompetisi, maka posisi klub itu digantikan oleh klub yang derajatnya berada di bawahnya. Seperti diatur dalam Peraturan Organisasi (PO) PSSI tentang Kompetisi. Tetapi, jumlahnya tetap 18 klub.
Dengan demikian format kompetisi yang menghadirkan kemungkinan lebih dari 18 klub tentulah bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Statuta PSSI.
Pasal 23 ayat (1) huruf a Statuta PSSI
Peserta Kongres
(1) Kongres diikuti 108 (seratus delapan) peserta sebagai berikut:
a.18 (delapan belas) peserta dari Klub-klub Super Liga; (satu suara setiap peserta)
Note: Di pasal tersebut di atas, jelas disebut; Klub-klub Super Liga, bukan Klub-Klub Liga Prima.
(2) Klub-klub teratas sebagaimana dinyatakan pada ayat 1 (satu) huruf b sampai huruf e, harus berdasarkan peringkat akhir dari kompetisi nasional tahun berlangsung.
Note: Jelas dimaksudkan dalam pasal tersebut di atas, bahwa huruf a, yang menyebutkan tentang 18 Klub, adalah jumlah keseluruhan, bukan berdasar peringkat. Karena yang berdasar peringkat hanya huruf b sampai e, yang menyangkut Klub Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua. Jadi, jumlah peserta Kongres untuk Klub kasta tertinggi (Super Liga) mengikuti keseluruhan jumlah peserta Kompetisi, yakni 18 Klub.
Ketua Komite Kompetisi juga seharusnya membaca Statuta PSSI Pasal 37 ayat (1) butir a.
Pasal 37 Statuta PSSI
(1).Komite Eksekutif berwenang:
a.Mengambil keputusan atas seluruh kasus yang bukan merupakan lingkup tanggung jawab Kongres atau yang tidak diberikan kepada badan lain sebagaimana diatur dalam Statuta ini.
Atas bunyi pasal tersebut di atas, jelas dimaksudkan bahwa apa-apa yang sudah diputuskan dan menjadi keputusan Kongres, tidak dapat diubah melalui forum selain (di bawah) Kongres. Keputusan Kongres hanya bisa diubah melalui Kongres.
Kongres II PSSI telah dengan jelas memutuskan dan menetapkan keputusan tersebut dalam lembar Keputusan Kongres, bahwa peserta Kompetisi ISL 2011/2012, diikuti oleh 18 Klub. Bukan 32, 24 atau 12 Klub.
Perlu juga diketauhi, bahwa PSSI, khususnya Komite Kompetisi belum pernah memperbarui Peraturan Organisasi tentang Kompetisi, Peraturan Organisasi mengenai Liga dan lain-lain.
Artinya, Komite Eksekutif PSSI sama sekali belum pernah membuat Peraturan Organisasi yang baru dan sekaligus belum pernah mencabut Peraturan Organisasi PSSI yang sudah ada.
Dengan demikian semua Peraturan Organisasi PSSI yang ada masih berlaku dan menjadi acuan pelaksanaan organisasi.
Artinya bahwa Peraturan Organisasi PSSI yang terkait dengan kompetisi antara lain Peraturan Organisasi PSSI Nomor 07/PO-PSSI/IX/2009 tentang Kompetisi, dan Peraturan Organisasi PSSI Nomor 02/PO-PSSI/III/2008 tentang Pemain: Status, Alih Status dan Perpindahan, serta Peraturan Organisasi PSSI Nomor 05/PO-PSSI/III/2008 tentang Kedudukan, Fungsi dan Wewenang Badan Liga Sepakbola Indonesia masih berlaku hingga saat ini.
Konsekuensi hukumnya; semua hal tentang kompetisi baik format, jumlah klub dan badan atau liga yang mengaturnya masih valid dan berlaku.
Seorang anggota Komite Eksekutif, yang juga ketua Komite Hukum PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti mengingatkan peserta rapat Komite Eksekutif untuk tidak menabrak Statuta PSSI dan untuk menjalankan program kerja yang sudah diputuskan dalam Kongres II PSSI di Bali, Januari 2011.
Rupanya penolakan La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang disertai argumentasi hukum yang mengacu kepada hasil Keputusan Kongres II PSSI di Bali, dan Statuta serta PO PSSI dapat diterima oleh peserta rapat Komite Eksekutif.
Keputusan membuat kompetisi dua wilayah pun berubah menjadi satu wilayah. Jumlah peserta kompetisi kasta tertinggi pun kembali menjadi 18 klub, sesuai Statuta PSSI.
Setelah rapat, Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin menyampaikan langsung keputusan tersebut kepada media massa.
Rapat Exco 21 September 2011
Keputusan rapat Komite Eksekutif pada 16 September 2011 yang telah disampaikan ke media massa tentang format dan jumlah peserta kompetisi kembali diubah dalam rapat Komite Eksekutif pada 21 September 2011.
Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin mendatangkan pengacara Timbul Lubis untuk hadir dan memberi pendapat hukum dalam rapat Komite Eksekutif.
Timbul Lubis didatangkan untuk memberikan justifikasi hukum bahwa kompetisi kasta tertinggi boleh diikuti oleh lebih dari 18 klub. Dan boleh diselenggarkan oleh PT LPIS, dengan nama liga bukan Super Liga, tetapi Indonesia Primier League.
Ketua Komite Hukum PSSI La Nyalla Mahmud Mattalitti yang bertahan dengan pendapat hukumnya yang mengacu kepada keputusan Kongres II PSSI dan Statuta PSSI tetap menolak pendapat hukum Timbul Lubis.
Ketua Umum PSSI Johar Arifin pun memaksa dengan melontarkan opsi voting untuk mengambil keputusan. La Nyalla Mahmud Mattalitti menolak opsi tersebut. Dan memilih untuk tidak bertanggung jawab terhadap hasil keputusan rapat Komite Eksekutif.
La Nyalla Mahmud Mattalitti saat itu dengan tegas mengatakan: Jika Komite Eksekutif memaksakan diri melanggar Statuta PSSI dan tidak menjalankan apa yang sudah diputuskan di Kongres II PSSI di Bali, maka dirinya akan menjadi orang pertama yang akan melontarkan gagasan KLB PSSI untuk mengganti Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin.
La Nyalla Mahmud Mattalitti kepada media massa secara terbuka menyatakan bahwa dirinya sebagai pihak yang menolak terhadap keputusan rapat Komite Eksekutif PSSI tanggal 21-22 September 2011.
Saat itu dikatakan La Nyalla Mahmud Mattalitti bahwa semua Anggota PSSI telah sepakat bahwa aturan organisasi tertinggi di PSSI adalah Statuta PSSI.
Semua yang ada di dalam Statuta harus dijalankan, ditaati, dan dilaksanakan oleh pengurus dan seluruh anggota PSSI.
Semua Anggota PSSI juga sepakat bahwa forum tertinggi organisasi PSSI adalah Kongres.
Kongres pula yang menyusun program kerja PSSI yang kemudian wajib dijalankan oleh Ketua Umum PSSI beserta jajarannya.
Sehingga, apabila kepengurusan melanggar Statuta, maka dapat dipastikan organisasi tidak akan berjalan efektif.
Sejurus dengan itu, apabila kepengurusan tidak menjalankan hasil Kongres, maka dapat dipastikan kepengurusan tersebut melanggar Statuta.
Sehingga dengan demikian, Statuta dan Kongres ibarat dua sisi koin. Dimana satu dengan lainnya saling terkait.
Dengan demikian, apabila ada kepengurusan yang nyata-nyata tidak menjalankan hasil Kongres dan nyata-nyata melanggar Statuta, maka dapat dipastikan bahwa pengurus tersebut bukan saja menciderai sepakbola nasional, tetapi juga secara sistemik merusak organisasi PSSI.
Sejak saat itu, La Nyalla Mahmud Mattalitti memilih berada di jalur prinsip yang berbeda dengan Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin.
Sikap La Nyalla Mahmud Mattalitti mendapat dukungan dari tiga anggota Komite Eksekutif PSSI lainnya, yakni: Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani.
Namun Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin tetap memaksakan keputusan mengubah jumlah peserta dan penyelenggara Kompetisi Profesional.
PSSI menerbitkan Keputusan tentang Jumlah Peserta Kompetisi PSSI 2011/2012 yang dituangkan dalam Lembar Keputusan PSSI Nomor: KEP/27/JAH/IX/2011, tertanggal 25 September 2011.
yang menetapkan:
Pertama Menetapkan Jumlah Peserta Kompetisi PSSI Liga Prima tahun 2011/2012 adalah 24 klub
Kedua Surat Keputusan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam surat Keputusan ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Keputusan menjadikan 24 Klub di atas dilakukan dengan mengakomodasi/ mengikutisertakan ke kasta tertinggi secara cuma-cuma 6 (enam) klub yang tidak layak berada di kasta tertinggi, dikarenakan telah terdegradasi di kompetisi tahun sebelumnya. Bahkan ada klub yang bukan anggota PSSI.
Klub-klub tersebut adalah:
1. Persebaya Surabaya; versi Persebaya 1927, yang sebelumnya tidak mengikuti kompetisi PSSI. Persebaya yang mengikuti kompetisi PSSI, seharusnya berlaga di Divisi Utama, bukan kasta tertinggi.
2. Persema Malang; yang oleh Kongres II PSSI telah diberhentikan sebagai anggota PSSI. Sehingga bukan lagi anggota PSSI.
3. Persibo Bojonegoro; yang oleh Kongres II PSSI telah diberhentikan sebagai anggota PSSI. Sehingga bukan lagi anggota PSSI.
4. Bontang FC; terdegradasi ke Divisi Utama sesuai hasil akhir kompetisi tahun sebelumnya.
5. PSM Makassar; mendapat sanksi PSSI dan seharusnya bermain di Divisi I. Bukan kompetisi kasta tertinggi.
6. PSMS Medan. Terdegradasi ke Divisi Utama sesuai hasil akhir kompetisi tahun sebelumnya.
Padahal, Kongres II PSSI di Bali dalam keputusan yang tertuang dalam lembar Keputusan Kongres II PSSI tahun 2011, dengan Nomor: 08/KONGRES-II/PSSI/2011, tertanggal 22 Januari 2011.
menetapkan:
Pertama Merubah Format Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 sebagai berikut:
1.LIGA SUPER (ISL) : 18 Klub
2.DIVISI UTAMA : 44 Klub, dibagi empat wilayah
3.DIVISI I : 66 Klub
4.DIVISI II : 100 Klub
5.DIVISI III : Tak Terhingga
Begitu pula dengan pengelola kompetisi. Kongres II PSSI di Bali dalam keputusan yang tertuang dalam lembar Keputusan Kongres II PSSI tahun 2011, dengan Nomor: 10/KONGRES-II/PSSI/2011, tertanggal 22 Januari 2011.
yang menetapkan:
Pertama Melakukan restrukturisasi kepemilikan saham PT. Liga Indonesia dengan komposisi 99% (sembilan puluh sembilan prosen) dimiliki oleh klub anggota PSSI yang mengikuti kompetisi Indonesia Super League dan 1% (satu prosen) dimiliki oleh PSSI
Kedua Struktur kepemilikan saham sebanyak 99% (sembilan puluh sembilan prosen) merupakan saham kolektif yang dimiliki oleh klub peserta Indonesia Super League musim berjalan, dan 1% (satu prosen) merupakan saham khusus (golden share) yang dimiliki oleh PSSI, sekaligus berhak dan harus memberikan perlindungan dari aspek keolahragaan
Ketiga Memerintahkan kepada PT. Liga Indonesia untuk mempersiapkan seluruh proses yang terkait dengan restrukturisasi tersebut termasuk Rapat Umum Pemegang Saham dengan agenda perubahan struktur kepemilikan saham, perubahan anggaran dasar dan rumah tangga, perubahan susunan komisaris dan direksi serta hal-hal lain yang dianggap perlu sehubungan dengan proses restrukturisasi tersebut dengan tenggat waktu sebelum kompetisi Indonesia Super League musim 2011/2012 dimulai
Keempat Menunjuk PT. Liga Indonesia sebagai pengelola kompetisi Profesional (Liga Super Indonesia dan Divisi Utama)
Kelima Untuk musim kompetisi 2011/2012, PT. Liga Indonesia wajib memberikan kontribusi komersial kepada seluruh klub Liga Super Indonesia sebesar Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) setiap klub, yang diberikan sebelum kompetisi dimulai
Keenam Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan Rapat Exco 30 September 2011
Keputusan kontroversi PSSI masih berlanjut dalam rapat Komite Eksekutif PSSI tanggal 30 September 2011, yang membahas dualisme klub. Dengan tiga kasus klub. Masing-masing;
1. Persija Jakarta
2. Arema Indonesia Malang
3. Persebaya Surabaya
Seperti sudah bisa ditebak. PSSI memutuskan memutuskan dan mengesahkan klub yang dikelola oleh manajemen yang pada tahun 2010/2011 mengikuti turnamen Liga Primer Indonesia (LPI).
Hal ini terbukti dalam kasus Klub Persija Jakarta dan Arema Indonesia. Dimana PSSI Djohar memutuskan pengelola Klub yang sah adalah Klub Persija versi Hadi Basalamah dan Arema Indonesia versi Muhammad Nur.
Akibatnya dapat ditebak. Suporter fanatik kedua Klub tersebut menolak keputusan PSSI Djohar. Maka, dualisme Klub tak pernah berakhir. Inilah sumbangan konkret PSSI Djohar Arifin dalam Menciderai Persepakbolaan Nasional dan nyata-nyata bertentangan dengan Tujuan dan Kegiatan PSSI sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Statuta PSSI.
Begitu pula dalam memutuskan Klub Persebaya Surabaya. PSSI seharusnya memutuskan bahwa Persebaya versi Wishnu Wardhana yang sah. Karena yang bermain di kompetisi PSSI pada musim kompetisi sebelumnya adalah Persebaya pimpinan Wishnu Wardhana. Sedangkan Persebaya pimpinan Cholid Goromah, pada kompetisi 2010/2011 tidak bermain di kompetisi PSSI. Melainkan bermain di kompetisi LPI. Tetapi tetap saja, demi mengakomodasi orang-orang LPI, maka PSSI memutuskan Persebaya dengan Ketua Umum Cholid Goromah yang bermain di kasta tertinggi IPL PSSI.
Kini, Persebaya Wishnu Wardhana (sekarang telah berganti pengurus) memilih melanjutkan mengikuti Kompetisi Divisi Utama yang digelar PT Liga Indonesia.
Seperti pada kasus lainnya, PSSI Djohar Arifin tidak pernah bisa menyelesaikan dualisme klub. Arema Malang bahkan kini menjadi tiga Klub. Satu berlaga di ISL. Sedangkan Arema yang berlaga di IPL justru terpecah menjadi dua. Begitu pula dengan Persija Jakarta dan Persebaya Surabaya.
PSSI Djohar Arifin malah dituding "aktif" melahirkan dualisme Klub dengan membentuk Klub-Klub baru yang lahir mendadak menjelang laga kompetisi IPL. Salah satunya adalah PSMS Medan yang berlaga di IPL, yang dibentuk mendadak, karena PSMS 'asli' mengikuti kompetisi di ISL (setelah naik peringkat dari Divisi Utama ke ISL, sesuai PO Kompetisi No.07/PO-PSSI/IX/2009).
Pertemuan Ambara 12 Oktober 2011
Menyusul keputusan PSSI Djohar Arifin yang menetapkan jumlah Peserta Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 sebanyak 24 klub dan menunjuk PT Liga Prima Indonesia Sportindo sebagai pelaksana Kompetisi PSSI, maka PSSI Djohar Arifin menindaklanjuti dengan mengeluarkan Surat Keputusan Daftar Nama Klub dengan Nomor: KEP/34/JAH/X/2011, tertanggal 2 Oktober 2011.
Dalam SK tersebut tertulis Daftar Nama 24 Klub yang diklaim sebagai Peserta Kompetisi Liga Prima tahun 2011/2012. Sebagai berikut:
1.Persipura 13.Deltras Sidoarjo
2.Arema Indonesia 14.Persijap Jepara
3.Persija Jakarta 15.Bontang FC
4.Semen Padang 16.Persema Malang
5.Sriwijaya FC 17.Persibo Bojonegoro
6.Persisam Samarinda 18.PSM Makassar
7.Persib Bandung 19.Mitra Kukar
8.Persiwa Wamena 20.Persiraja
9.Persela Lamongan 21.PSMS Medan
10.Persiba Balikpapan 22.Persiba Bantul
11.PSPS Pekanbaru 23.Persebaya
12.Pelita Jaya 24.Persidafon Dafonsoro
*) bold undeline adalah klub yang tidak layak.
Apa yang terjadi kemudian? Mayoritas dari 24 Klub yang diundang oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo dalam acara Managers Meeting, yang dilaksanakan di Hotel Ambara, Jakarta pada 12 Oktober 2011, menolak format Kompetisi 2011/2012 yang diputuskan oleh PSSI dan sekaligus menolak keberadaan PT Liga Prima Indonesia Sportindo sebagai pengelola Kompetisi.
Klub-klub Super Liga yang menolak tersebut berpedoman kepada dua hal; yakni Statuta PSSI yang jelas menyebutkan bahwa Kompetisi kasta tertinggi disebut Super Liga dan diikuti 18 Klub (Pasal 23 ayat 1 dan 2), serta hasil Kongres II PSSI tentang format dan penyelenggara kompetisi.
Pertemuan yang dipimpin Ketua Komite Kompetisi PSSI Saudara Sihar Sitorus dan CEO PT Liga Prima Indonesia Sportindo Saudara Wijayanto itu pun berakhir deadlock dan bubar.
Selain menolak format dan penyelenggara kompetisi yang ditetapkan tanpa melalui Kongres, mayoritas Klub ISL anggota PSSI juga menolak keberadaan dua Klub yang telah diberhentikan oleh Kongres II PSSI. Yakni, Klub Persema Malang dan Persibo Bojonegoro.
Seperti diketahui, Kongres II PSSI dalam keputusannya butir keempat dengan tegas menyatakan;
Semua Klub Anggota PSSI dilarang untuk melakukan pertandingan walaupun hanya dalam bentuk persahabatan dengan Klub PERSEMA MALANG dan Klub PERSIBO BOJONEGORO, dan apabila ada Klub Anggota PSSI yang melanggar larangan ini, Klub tersebut akan dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Statuta PSSI dan peraturan-peraturan lainnya
Mayoritas Klub ISL Anggota PSSI juga menolak melanggar Statuta PSSI Pasal 15 butir h, tentang Kewajiban Anggota dimana disebutkan;
Pasal 15, butir h, Statuta PSSI : Tidak menjalin hubungan keolahragaan dengan pihak yang tidak dikenal atau dengan anggotayang diskorsing atau dikeluarkan
Mayoritas pemilik Klub mengingatkan PSSI agar menjalankan Keputusan Kongres II PSSI dan Statuta PSSI yang menjadi acuan tertinggi dalam menjalankan roda organisasi, termasuk dalam menjalankan Kompetisi.
Akibat pertemuan yang deadlock tersebut, lahirlah kebulatan tekad Klub Anggota untuk menolak mengikuti Kompetisi PSSI yang dilaksanakan oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo. Karena hal itu adalah pelanggaran terhadap Statuta PSSI dan mengingkari Keputusan Kongres II PSSI. Sehingga Kompetisi tersebut oleh mayoritas Klub Anggota PSSI dinilai illegal.
Dan kompetisi Liga Prima pun akhirnya hanya diikuti oleh 12 Klub. Itu pun diisi oleh sejumlah Klub yang diberi tiket gratis untuk bermain di Kompetisi strata tertinggi itu. Bahkan, ada beberapa Klub yang dibentuk mendadak, hanya agar Kompetisi Liga Prima dapat berjalan.
Sejumlah klub kloning (palsu) akhirnya tidak mendapat respon dari suporter fanatik klub asli. Sangat jelas terlihat dalam kasus klub Persija, Arema dan PSMS.
Kompetisi Liga Prima pun akhirnya diikuti 12 Klub, sebagai berikut:
1.Persebaya Surabaya (Persebaya 27, sebelumnya LPI)
2.Arema Indonesia (versi Muhammad Nur/LPI)
3.Persija Jakarta (versi Hadi Basalamah/LPI)
4.Semen Padang
5.Persiraja Aceh
6.Persiba Bantul
7.Persema Malang (bukan Anggota PSSI)
8.Persibo Bojonegoro (bukan Anggota PSSI)
9.PSM Makkasar (seharusnya bermain di Divisi I)
10.Persijap Jepara
11.Bontang FC (seharusnya bermain di Divisi Utama)
12.PSMS Medan (dibentuk mendadak)
Sementara 18 Klub memilih tetap mengikuti Kompetisi yang legal dan yang sesuai dengan Statuta dan Keputusan Kongres II PSSI yang diselenggarakan PT Liga Indonesia dengan nama kompetisi Indonesia Super League (ISL).
Ke-18 Klub yang mengikuti ISL tersebut adalah:
1.Persipura (Juara Kompetisi ISL 2010/2011)
2.Sriwijaya FC
3.Persib Bandung
4.Deltras Sidoarjo
5.Persela Lamongan
6.Persiwa Wamena
7.Pelita Jaya
8.Persija Jakarta (versi Ferry Paulus, peserta ISL 2010/2011)
9.Arema Indonesia (versi Rendra, peserta ISL 2010/2011)
10.Mitra Kukar
11.Persiba Balikpapan
12.Persisam Samarinda
13.PSPS Pekanbaru
14.Persidafon Dafonsoro
15.PSMS Medan (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
16.Persiram (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
17.PSAP Sigli (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
18.Gresik United (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
Melihat kenyataan itu, PSSI melalui Komisi Disiplin justru memberi sanksi degradasi dan denda kepada Klub-Klub yang mengikuti Kompetisi ISL.
PSSI juga melarang para pemain ISL untuk meperkuat Tim Nasional. Akibatnya, pelatih Tim Nasional U-23 Saudara Rahmad Darmawan mengajukan pengunduran diri.
Satu lagi sumbangan konkret PSSI Djohar Arifin dalam Menciderai Persepakbolaan Nasional kita.
Lapor FIFA/AFC 14 Oktober 2011
Tiga orang Anggota Komite Eksekutif PSSI, masing-masing La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw dan Erwin D. Budiawan, mengambil inisiatif untuk melaporkan penyimpangan dan pelanggaran Statuta PSSI oleh kepengurusan PSSI di bawah Ketua Umum Johar Arifin Husin ke FIFA/AFC.
Dalam suratnya, ketiga anggota Komite Eksekutif tersebut melaporkan setidaknya tiga hal pokok. Yaitu;
1. Keputusan PSSI mengubah jumlah peserta kompetisi Super Liga menjadi 24 Klub dari seharusnya 18 Klub.
2. Memasukkan klub yang bukan anggota PSSI dan klub yang tidak layak mengikuti kompetisi Super Liga.
3. Mengganti pelaksana kompetisi dari PT. Liga Indonesia dengan PT. Liga Prima Indonesia Sportindo.
Sikap ketiga anggota Komite Eksekutif ini juga diikuti oleh 15 Klub ISL. Mereka juga melaporkan tentang perubahan jumlah peserta kompetisi kasta tertinggi yang dilakukan PSSI dengan mengabaikan jenjang dan klasemen akhir kompetisi tahun sebelumnya.
Atas surat tersebut, FIFA/AFC pada tanggal 25 Oktober 2011, mengirim surat kepada Sekjend PSSI Tri Goestoro. Dengan isi sebagai berikut;
Bahwa FIFA/AFC memberikan saran terhadap situasi terkini menyangkut penyelenggaraan kompetisi Indonesia Super League (ISL) dapat diselesaikan melalui Kongres PSSI atau melalui Arbitrase dimana Kongres sebagai badan tertinggi PSSI dapat memutuskan keputusan yang final dan mengikat terhadap masalah tersebut.
Atas surat tersebut, empat anggota Komite Eksekutif PSSI, masing-masing; La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani, pada tanggal 21 November 2011, meminta kepada Sekjend PSSI untuk memasukkan sengketa ISL dan IPL dalam agenda Kongres PSSI terdekat. Keempat Komite Eksekutif PSSI juga meminta respon segera atas surat mereka paling lambat 25 November 2011.
Hingga 25 November 2011, PSSI tidak merespon surat dari empat anggota Komite Eksekutif tersebut.
FPP dengan Exco 16 November 2011
Melihat perkembangan organisasi PSSI yang makin menyimpang, sebanyak 24 Pengurus Provinsi PSSI, yang merupakan anggota PSSI, dalam wadah Forum Pengprov PSSI (FPP), sepakat untuk menemui anggota Komite Eksekutif PSSI.
Pertemuan yang digelar di Surabaya pada tanggal 16 November 2011, menghasilkan kesepahaman bahwa kebijakan organisasi PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin telah melanggar Statuta PSSI dan tidak menjalankan program kerja yang telah diputuskan dalam Kongres PSSI II di Bali.
Selain dihadiri Pengurus Provinsi, pertemuan di Surabaya juga diikuti sejumlah Klub Divisi Utama.
Forum Pengprov ke PSSI 23 November 2011
Pada tanggal 23 November 2011, 24 Pengurus Provinsi yang tergabung dalam Forum Pengprov PSSI (FPP) mendatangi kantor PSSI untuk bertemu dengan Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin.
Kedatangan FPP tersebut meminta agar Pengurus PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin untuk kembali ke Statuta PSSI dan melaksanakan program kerja yang telah diputuskan dalam Kongres II PSSI di Bali.
FPP juga meminta agar PSSI segera menggelar Kongres PSSI untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi, dengan mengacu kepada Statuta PSSI.
Kedatangan FPP ke PSSI hanya ditemui oleh Sekjen PSSI Tri Goestoro. Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin tidak berkenan menemui tanpa alasan. Para pengurus Pengprov PSSI yang merupakan Anggota PSSI mengaku kecewa dengan sikap Johar Arifin Husin.
Lapor FIFA/AFC 5 Desember 2011
Empat anggota Komite Eksekutif, masing-masing; La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani, kembali melaporkan perkembangan organisasi PSSI ke FIFA/AFC.
Dalam suratnya, keempat anggota Komite Eksekutif tersebut melaporkan semua fakta tentang kompetisi PSSI tahun sebelumnya untuk level Super Liga dan Klub-Klub ISL peserta kompetisi.
Menuju Kongres Luar Biasa (KLB)
Puncak dari penyimpangan PSSI melalui beragam kebijakan dan keputusan serta puluhan sanksi yang diberikan PSSI kepada anggota-nya akhirnya menuai reaksi masif.
Anggota PSSI, melalui Forum Pengprov PSSI (FPP) mengundang seluruh anggota PSSI untuk menghadiri Rapat Akbar Sepakbola Nasional (RASN), yang digelar pada 18 Desember 2011.
RASN 18 Desember 2011
FPP PSSI menggelar Rapat Akbar Sepakbola Nasional (RASN) di Jakarta, yang dihadiri sebanyak 452 anggota dari 572 anggota PSSI, sehingga lebih dari 2/3 anggota PSSI.
Rapat Akbar Sepakbola Nasional yang dihadiri lebih dari 2/3 Anggota PSSI tersebut menghasilkan keputusan;
1. Menyatakan mosi tidak percaya kepada Pengurus PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin.
2. Meminta diselenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) selambat-lambatnya 30 Maret 2012, dengan peserta KLB mengacu kepada KLB Solo, 9 Juli 2011.
3. Meminta PSSI untuk memberikan jawaban terhadap permintaan lebih dari 2/3 anggota yang meminta KLB, selambat-lambatnya 23 Desember 2011.
4. Membentuk Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang diketuai Tonny Aprilani, dengan tugas memastikan pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) yang diminta oleh lebih dari 2/3 anggota PSSI sesuai dengan Statuta PSSI Pasal 31 ayat 2.
5. Meminta KPSI menjalankan roda organisasi PSSI sesuai dengan hasil Kongres II PSSi di Bali 2011, termasuk memproteksi kredibilitas dan integritas PSSI dan anggotanya, sampai dengan terpilihnya Komite Eksekutif PSSI yang baru.
PSSI lagi-lagi tidak mengindahkan keinginan lebih dari 2/3 anggotanya yang meminta Kongres Luar Biasa. Permintaan KPSI kepada Komite Eksekutif PSSI agar segera menggelar KLB juga tidak direspon sampai batas waktu yang ditentukan.
Pemecatan Komite Eksekutif 12 Januari 2012
Komite Etik PSSI, yang dibentuk oleh Komite Eksekutif PSSI memecat empat anggota Komite Eksekutif PSSI dengan alasan telah melanggar etika.
Keempat anggota Komite Eksekutif PSSI yang dipecat dan dilarang beraktifitas dalam dunia sepakbola adalah; La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani.
Pemecatan Komite Eksekutif ini juga diikuti dengan sanksi pembekuan terhadap Pengurus Provinsi oleh PSSI. Total tercatat 26 dari 33 Pengurus Provinsi telah dibekukan oleh PSSI dalam kurun waktu Januari hingga Maret 2012.
Sedangkan sanksi untuk klub, selain diberikan kepada 12 Klub ISL, juga diberikan kepada 32 klub yang terdiri dari sebagian klub Divisi Utama dan amatir.
Surat FIFA/AFC 13 Januari 2012
Setelah mendapat laporan adanya lebih dari 2/3 anggota PSSI yang menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin, dan permintaan agar segera digelar Kongres Luar Biasa (KLB), FIFA/AFC meminta PSSI untuk segera menyelesaikan sengketa dengan anggotanya, melalui ajang Kongres tahunan, dengan asumsi semua persoalan akan dibahas di arena Kongres tersebut.
FIFA/AFC juga mengingatkan PSSI, bahwa Kongres tahunan terakhir yang dilaksanakan PSSI adalah Kongres PSSI II di Bali Januari 2011.
Pra-Kongres PSSI-KPSI 21 Januari 2012
Untuk melakukan konsolidasi anggota PSSI yang menghendaki digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB), maka KPSI menggelar pertemuan Pra-Kongres PSSI-KPSI di Jakarta, pada 21 januari 2012.
Sebanyak 524 anggota PSSI yang hadir dalam pertemuan tersebut, sepakat menghasilkan Manifesto PSSI Baru yang akan menjadi pedoman pengurus PSSI yang baru dalam menyusun program kerja ke depan.
Selain itu, Pra-Kongres juga meneguhkan kembali keinginan anggota PSSI untuk menggelar Kongres Luar Biasa dengan agenda memilih Komite Eksekutif PSSI yang baru.
Kongres PSSI-KPSI 5 Februari 2012
Menindaklanjuti proses menuju Kongres Luar Biasa (KLB) dimana sesuai Statuta PSSI, dimana harus dibentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan melalui Kongres, maka KPSI mengundang anggota pemilik suara untuk hadir dalam Kongres PSSI-KPSI yang dilaksanakan di Jakarta, 5 Februari 2012.
Dihadiri 74 dari 101 anggota pemilik suara, Kongres PSSI-KPSI berhasil memilih ketua dan anggota Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan.
Kongres juga memutuskan bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) akan dilaksanakan di Jakarta, pada 21 Maret 2012.
Kongres Luar Biasa 18 Maret 2012
Berdasarkan keputusan rapat KPSI yang memutuskan memajukan jadwal Kongres Luar Biasa dari tanggal 21 Maret 2012 menjadi tanggal 18 Maret 2012, maka sesuai Statuta, perubahan jadwal yang telah diputuskan dalam Kongres, harus diubah dalam Kongres.
Oleh karena itu, KPSI menggelar Kongres PSSI-KPSI sehari sebelum Kongres Luar Biasa. Yaitu tanggal 17 Maret 2012, dengan agenda utama, perubahan jadwal KLB dari semula tanggal 21 Maret 2012, menjadi tanggal 18 Maret 2012.
Dalam Kongres 17 Maret 2012 tersebut juga dibahas agenda tambahan yakni garis program kerja PSSI baru 2012-2016 dan pencanangan program Millenium Football 2022.
Sehari setelah itu, pada pukul 10.15 WIB, tanggal 18 Maret 2012, Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI-KPSI dibuka oleh Ketua KPSI Tonny Aprilani, dengan agenda memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan sembilan anggota Komite Eksekutif PSSI, masa bakti 2012-2016.
Kongres Luar Biasa PSSI-KPSI dihadiri 81 dari 101 anggota pemilik suara. Selain anggota pemilik suara, KLB PSSI-KPSI juga diikuti oleh 416 anggota PSSI non-voter. Hadir pula 347 orang Pengurus Cabang PSSI di kabupaten/kota se Indonesia sebagai undangan.
Pembukaan Kongres Luar Biasa PSSI-KPSI juga dihadiri pimpinan KONI Pusat, yakni Wakil Ketua KONI Pusat Sudirman dan Brigjen Pol. Safruddin.
Kongres Luar Biasa PSSI-KPSI akhirnya berhasil memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan sembilan anggota Komite Eksekutif PSSI, yakni;
Ketua Umum : La Nyalla Mahmud Mattalitti
Wakil Ketua Umum : Rahim Soekasah
Anggota Exco : Tonny Aprilani
: Robertho Rouw
: Erwin D. Budiawan
: La Siya
: Djamal Aziz
: Zulfadhli
: A. Zaki Iskandar
: Hardi Hasan
: Diza Rasyid Ali
Akhirnya, tugas Komite Penyelamatan Sepakbola Indonesia (KPSI) dalam mewujudkan amanat lebih dari 2/3 anggota PSSI untuk menggelar KLB telah terlaksana. Semua proses telah dilalui dengan mengikuti dan tunduk kepada Statuta PSSI.
Analisa dan Dampak Terkini
Sejak 18 Maret 2012, telah terpilih Komite Eksekutif PSSI yang baru masa bakti 2012-2016. Dengan Ketua Umum La Nyalla Mahmud Mattalitti. Menggantikan kepengurusan PSSI yang lama, Johar Arifin Husin.
Dinamika yang biasa ini juga terjadi pada tanggal 9 Juli 2011 silam, dimana Kongres Luar Biasa PSSI yang digelar di Solo telah memilih Komite Eksekutif PSSI yang baru dengan Ketua Umum terpilih Johar Arifin Husin, untuk menggantikan kepengurusan PSSI Nurdin Halid.
KLB di Solo 9 Juli 2011 digelar oleh Komite Normalisasi, yang dibentuk akibat kisruh organisasi. Sedangkan KLB di Jakarta, 18 Maret 2012 digelar oleh Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI), yang dibentuk oleh anggota PSSI juga akibat kisruh organisasi.
Namun apa yang terjadi hari ini? Kepengurusan Johar Arifin Husin masih saja mengaku sebagai pengurus PSSI yang masih eksis, dan tetap berkantor di sekretariat PSSI.
Johar Arifin Husin tetap saja melakukan kebijakan organisasi yang nyata-nyata makin menciderai dan memecah belah persatuan insan sepakbola di Indonesia. Dampaknya adalah prestasi Indonesia di mata internasional semakin terpuruk.
Tim Nasional yang dipaksakan diisi bukan oleh pemain-pemain terbaik terbukti tidak pernah mendulang prestasi. Kalah telak 0-10 dengan Bahrain, kalah 0-2 dengan Brunei Darussalam, dan saat uji coba di dalam negeri kalah 0-1 dengan Persebaya dan kalah 0-3 dengan Persijap Jepara. Sungguh ironis.
Sanksi pembekuan terhadap puluhan Pengurus Provinsi PSSI se Indonesia oleh Johar Arifin Husin juga berdampak serius terhadap persiapan tim sepakbola untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) masing-masing provinsi.
Pengurus Provinsi PSSI yang telah membentuk tim PON sepakbola sejak setahun silam, dan telah mengikuti babak kualifikasi Pra-PON, tiba-tiba diganti oleh caretaker yang juga menyiapkan tim PON. Tentu hal ini menjadi persoalan sangat serius bagi masa depan prestasi tim PON provinsi yang bersangkutan. Dan sangat terkait dengan alokasi dan pertanggugjawaban anggaran yang telah dikucurkan oleh KONI daerah ke Pengurus Provinsi PSSI.
Yang terbaru, Klub-Klub Super Liga (ISL) yang keberadaannya sangat dikenali oleh organisasi sepakbola dunia FIFA, dirayu untuk bergabung dengan kompetisi Liga Prima (IPL) yang dikelola oleh mereka. Tentu hal ini adalah sesuatu yang tidak mungkin, seperti telah dijelaskan di atas. Apalagi, seluruh klub Super Liga (ISL) adalah peserta KLB yang sepakat mencopot Johar Arifin Husin dan telah memilih Ketua Umum PSSI yang baru.
Belakangan, karena tidak mendapat respon dari klub-klub Super Liga, Johar Arifin Husin menyurati semua instansi pemerintahan untuk menghambat perijinan KITAS dan perpanjangan Visa bagi para pemain asing di klub-klub Super Liga. Yang terbaru, Johar Arifin Husin meminta kepada kepolisian untuk tidak memberi ijin pertandingan kompetisi Super Liga.
Dengan alasan bahwa apabila klub-klub Super Liga tersebut tidak kembali ke kelompok Johar Arifin Husin, maka Indonesia akan mendapat sanksi dari organisasi sepakbola dunia FIFA. Sanksi tersebut adalah tim sepakbola Indonesia tidak bisa berlaga di kancah internasional untuk kurun waktu tertentu.
Padahal, keputusan FIFA yang meminta agar klub-klub Super Liga kembali ke PSSI sangat jelas dipahami bahwa klub-klub ISL adalah klub-klub asli anggota PSSI yang ter-recognised di FIFA. Bukan klub-klub kloningan yang sekarang berlaga di kompetisi IPL. Sehingga, harus dipahami bahwa justru yang breakeaway league adalah IPL. Bukan ISL.
Keputusan FIFA tersebut juga membuktikan bahwa selama ini Johar Arifin Husin telah memberikan informasi yang salah dan palsu serta manipulatif kepada FIFA tentang kompetisi yang mereka gelar, dan tentang klub-klub IPL. Bahkan mereka memberi informasi ke FIFA bahwa bahwa IPL adalah commercial brand dari ISL. Sebab, FIFA hanya mengakui Super Liga sebagai kompetisi kasta tertinggi, seperti diatur Statuta PSSI dan Kongres Bali.
PENGANTAR
Sebelum berbicara mengenai Mengapa Terjadi Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI pada 18 Maret 2012 di Jakarta, sebaiknya kita membaca Statuta PSSI Pasal 31 ayat 2, yang berbunyi:
Pasal 31 Statuta PSSI Ayat 2 ; Komite Eksekutif akan mengadakan Kongres Luar Biasa apabila diminta secara tertulis oleh 2/3 (dua per tiga) anggota PSSI. Permintaan tersebut harus mencantumkan agenda yang akan dibicarakan. Kongres Luar Biasa harus diadakan dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan tersebut. Apabila Kongres Luar Biasa tidak diadakan, Anggota yang memintanya dapat mengadakan Kongres sendiri. Sebagai usaha terakhir, Anggota bisa meminta bantuan dari FIFA.
Artinya sangat jelas, bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) yang diminta oleh Anggota PSSI adalah sah dan dapat dilaksanakan.
Anggota PSSI, bahkan dapat menggelar KLB sendiri, apabila Komite Eksekutif PSSI tidak melaksanakan permintaan KLB oleh Anggota PSSI.
Di sini terbaca dengan jelas, bahwa KLB, selain merupakan proses yang biasa di dalam organisasi manapun, termasuk PSSI, juga sangat dijamin oleh Statuta PSSI.
KLB PSSI juga harus dibaca sebagai proses organisasi dalam mencari jalan keluar apabila terjadi kebuntuan organisasi akibat keinginan Anggota PSSI untuk mengganti Ketua Umum atau Komite Eksekutif PSSI.
Sehingga sangat tidak beralasan apabila ada pihak, terutama pengurus PSSI yang mengatakan bahwa KLB hanya sah apabila dilaksanakan oleh Eksekutif Komite PSSI. Sebab, pandangan itu sangat bertentangan dengan Statuta PSSI (yang menjamin kedaulatan Anggota) di Pasal 31 Ayat 2.
Berikut ringkasan materi tentang Mengapa Terjadi KLB PSSI yang kami susun sesuai dengan fakta yang terjadi di kepengurusan PSSI.
KLB Solo 9 Juli 2012
Seperti kita ketahui bersama, pada 9 Juli 2011, di Kota Solo, telah digelar Kongres Luar Biasa (KLB) Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) oleh Komite Normalisasi (KN) PSSI, dengan agenda memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan sembilan Anggota Komite Eksekutif.
KLB PSSI di Solo akhirnya memilih Saudara Djohar Arifin Husin sebagai Ketua Umum, Saudara Farid Rahman sebagai Wakil Ketua Umum, dan sembilan Anggota Komite Eksekutif PSSI, yakni Saudara Sihar Sitorus; Mawardi Nurdin; Widodo Santoso; Bob Hippy; Tonny Aprilani; Erwin Dwi Budiman; Roberto Rouw; La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Saudari Tutty Dau.
Perlu diketahui, KLB PSSI di Solo tidak membahas dan menetapkan program kerja PSSI. Karena program kerja PSSI telah dibahas dan ditetapkan dalam Kongres II PSSI Tahun 2010, yang diselenggarakan di Bali pada 21-22 Januari 2011.
Dengan demikian, kepengurusan baru hasil KLB PSSI di Solo berkewajiban menjalankan amanat Kongres II PSSI di Bali seperti diatur dalam Pasal 40 Statuta PSSI. Dimana Kongres adalah forum tertinggi organisasi, yang keputusannya bersifat mengikat dan harus dijalankan oleh pengurus, seperti diatur dalam Pasal 21, 22 dan 34 Statuta PSSI.
Pasal 40 Statuta PSSI
(2).Tanggungjawab utama Ketua Umum adalah untuk;
a.melaksanakan keputusan yang dikeluarkan Kongres dan Komite Eksekutif melalui Sekretaris Jenderal;
Pasal 21 Statuta PSSI
(1).Kongres merupakan badan tertinggi dan legislatif;
Pasal 22 Statuta PSSI
(1).Kongres merupakan forum pertemuan Anggota PSSI yang dilaksanakan secara rutin. Kongres merupakan badan supremasi dan legislatif tertinggi PSSI. Hanya Kongres yang dilaksanakan secara rutin yang mempunyai kewenangan mengambil keputusan-keputusan;
Pasal 34 Statuta PSSI
Keputusan yang dikeluarkan oleh Kongres berlaku efektif bagi Anggota dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah ditutupnya Kongres, kecuali Kongres memutuskan tanggal lain yang pasti untuk berlakunya suatu keputusan Kongres.
Mencopot Riedl 13 Juli 2012
Belum genap sepekan setelah terpilih, tepatnya tanggal 13 Juli, Komite Eksekutif PSSI telah membuat keputusan kontroversial dengan memecat Pelatih Tim Nasional (Timnas) Alfred Riedl. Riedl dicopot dan diganti dengan pelatih asal Belanda Wim Risjbergen.
Pencopotan Riedl menimbulkan tanda tanya di kalangan Anggota PSSI dan insan sepakbola tanah air. Apalagi pengganti Riedl, Wim diketahui sebagai pelatih Klub PSM yang didatangkan oleh konsorsium Liga Primer Indonesia (LPI) saat itu.
Aroma politis dibalik pencopotan Riedl makin tercium di kalangan Anggota PSSI. Sejumlah media pun mulai memberitakan bahwa penggatian tersebut sebagai langkah sapu bersih terhadap semua warisan kebijakan pengurus lama.
Babak awal kontroversi kepengurusan Johar Arifin Husin pun dimulai.
Rapat Exco 16 September 2011
Kepengurusan Johar Arifin Husin kembali membuat keputusan-keputusan kontroversial melalui rapat Komite Eksekutif.
Keputusan pertama adalah melakukan evaluasi jumlah klub profesional dan peserta liga profesional kasta tertinggi, melalui verifikasi klub.
Keputusan ini menegasikan jenjang kompetisi dan hasil klasemen akhir. Menurut Johar Arifin Husin, kompetisi akan ditata ulang, dan di-reset dari nol. Posisi klub juga dikembalikan ke nol, dan harus melewati verifikasi.
Anggota Komite Eksekutif PSSI bidang Kompetisi, Sihar Sitorus saat itu mensyaratkan setiap Klub harus menyetor dana jaminan sebesar Rp. 5 miliar, untuk dapat mengikuti kompetisi profesional.
(Keputusan ini akhirnya dikoreksi menjadi Rp. 2 miliar, setelah mendapat penolakan dari klub. Belakangan, setelah kompetisi IPL akan digelar, dikoreksi lagi tanpa uang jaminan).
Keputusan lain yang dihasilkan dalam rapat Komite Eksekutif tersebut adalah mengubah format kompetisi profesional kasta tertinggi menjadi: dua wilayah, dan diikuti oleh 32 klub.
32 klub ini, sebagian terdiri dari klub-klub baru, yang pada musim kompetisi PSSI tahun sebelumnya tidak pernah mengikuti kompetisi PSSI. Klub-klub ini sebelumnya mengikuti kompetisi yang digelar LPI. Kompetisi di luar PSSI, atau yang lazim disebut breakaway league.
Sebagian lainnya berasal dari klub yang berada di kompetisi kasta kedua, yakni Divisi Utama. Dan sebagian lagi adalah klub-klub asli yang mengikuti kompetisi Liga Super di PSSI pada musim kompetisi sebelumnya.
Keputusan kontroversial lainnya yang dihasilkan dalam rapat Komite Eksekutif saat itu adalah menunjuk PT. Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) sebagai pelaksana kompetisi liga profesional PSSI, menggantikan PT. Liga Indonesia.
Selain itu, PSSI Johar Arifin Husin juga mengubah nama kompetisi profesional, dari Liga Super Indonesia (LSI) atau Indonesia Super League (ISL) menjadi Liga Prima Indonesia (LPI) atau Indonesia Primier League (IPL).
Keputusan mengganti pelaksana liga dari PT. Liga Indonesia ke PT. LPIS membawa konsekuensi terhadap klub Super Liga, yang memiliki saham di PT. Liga Indonesia.
Perlu diketahui bahwa saham PT. Liga Indonesia terdiri dari: 99 persen milik klub Super Liga, dan 1 persen milik PSSI. Sedangkan komposisi saham PT. LPIS, yang tercatat di dalam Akta Notaris adalah 70% dimiliki Saudara Johar Arifin Husin (belakangan dikatakan milik Klub) dan 30% dimiliki Saudara Farid Rahman (belakangan dikatakan milik PSSI).
Keputusan mengubah format kompetisi kasta tertinggi menjadi dua wilayah dan mengisi dengan peserta-peserta yang sama sekali tidak pernah berlaga di jenjang sebelumnya, melalui proses promosi-degradasi (seperti lazimnya kompetisi di seluruh dunia) tentu menciderai azas utama dalam olahraga, yakni: sportifitas dan fairplay.
Belum lagi apabila ditinjau dari Statuta PSSI dan program kerja PSSI yang telah diputuskan dalam Kongres PSSI sebelumnya, yang dilaksanakan di Bali.
Statuta PSSI dan Keputusan Kongres Bali telah mengatur dengan sangat jelas mengenai kompetisi.
Kongres II PSSI di Bali Januari 2011 telah memutuskan; pertama, Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 diikuti 18 klub. Kedua, nama Kompetisi telah diputuskan Kongres dengan nama Indonesia Super League (ISL) atau Liga Super. Bukan Indonesia Premier League (IPL) atau Liga Prima Indonesia.
Selain melanggar/ mengingkari Keputusan Kongres II PSSI di Bali, keputusan menjadikan peserta Kompetisi kasta tertinggi lebih dari 18 klub, jelas melanggar Statuta PSSI.
Seharusnya Komite Kompetisi, Sihar Sitorus membaca Keputusan Kongres II PSSI Bali dan Statuta PSSI dengan cermat.
Pasal 23 ayat (1) huruf a Statuta PSSI telah jelas mengatakan bahwa hanya ada 18 klub Super Liga yang mempunyai suara, yang jumlahnya sudah pasti berdasarkan hasil akhir kompetisi 2010/2011.
Artinya, kompetisi sepakbola profesional strata tertinggi yang disebut Liga Super hanya 18 klub.
Jika dari 18 klub itu ada klub yang memilih tidak mengikuti kompetisi, maka posisi klub itu digantikan oleh klub yang derajatnya berada di bawahnya. Seperti diatur dalam Peraturan Organisasi (PO) PSSI tentang Kompetisi. Tetapi, jumlahnya tetap 18 klub.
Dengan demikian format kompetisi yang menghadirkan kemungkinan lebih dari 18 klub tentulah bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Statuta PSSI.
Pasal 23 ayat (1) huruf a Statuta PSSI
Peserta Kongres
(1) Kongres diikuti 108 (seratus delapan) peserta sebagai berikut:
a.18 (delapan belas) peserta dari Klub-klub Super Liga; (satu suara setiap peserta)
Note: Di pasal tersebut di atas, jelas disebut; Klub-klub Super Liga, bukan Klub-Klub Liga Prima.
(2) Klub-klub teratas sebagaimana dinyatakan pada ayat 1 (satu) huruf b sampai huruf e, harus berdasarkan peringkat akhir dari kompetisi nasional tahun berlangsung.
Note: Jelas dimaksudkan dalam pasal tersebut di atas, bahwa huruf a, yang menyebutkan tentang 18 Klub, adalah jumlah keseluruhan, bukan berdasar peringkat. Karena yang berdasar peringkat hanya huruf b sampai e, yang menyangkut Klub Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua. Jadi, jumlah peserta Kongres untuk Klub kasta tertinggi (Super Liga) mengikuti keseluruhan jumlah peserta Kompetisi, yakni 18 Klub.
Ketua Komite Kompetisi juga seharusnya membaca Statuta PSSI Pasal 37 ayat (1) butir a.
Pasal 37 Statuta PSSI
(1).Komite Eksekutif berwenang:
a.Mengambil keputusan atas seluruh kasus yang bukan merupakan lingkup tanggung jawab Kongres atau yang tidak diberikan kepada badan lain sebagaimana diatur dalam Statuta ini.
Atas bunyi pasal tersebut di atas, jelas dimaksudkan bahwa apa-apa yang sudah diputuskan dan menjadi keputusan Kongres, tidak dapat diubah melalui forum selain (di bawah) Kongres. Keputusan Kongres hanya bisa diubah melalui Kongres.
Kongres II PSSI telah dengan jelas memutuskan dan menetapkan keputusan tersebut dalam lembar Keputusan Kongres, bahwa peserta Kompetisi ISL 2011/2012, diikuti oleh 18 Klub. Bukan 32, 24 atau 12 Klub.
Perlu juga diketauhi, bahwa PSSI, khususnya Komite Kompetisi belum pernah memperbarui Peraturan Organisasi tentang Kompetisi, Peraturan Organisasi mengenai Liga dan lain-lain.
Artinya, Komite Eksekutif PSSI sama sekali belum pernah membuat Peraturan Organisasi yang baru dan sekaligus belum pernah mencabut Peraturan Organisasi PSSI yang sudah ada.
Dengan demikian semua Peraturan Organisasi PSSI yang ada masih berlaku dan menjadi acuan pelaksanaan organisasi.
Artinya bahwa Peraturan Organisasi PSSI yang terkait dengan kompetisi antara lain Peraturan Organisasi PSSI Nomor 07/PO-PSSI/IX/2009 tentang Kompetisi, dan Peraturan Organisasi PSSI Nomor 02/PO-PSSI/III/2008 tentang Pemain: Status, Alih Status dan Perpindahan, serta Peraturan Organisasi PSSI Nomor 05/PO-PSSI/III/2008 tentang Kedudukan, Fungsi dan Wewenang Badan Liga Sepakbola Indonesia masih berlaku hingga saat ini.
Konsekuensi hukumnya; semua hal tentang kompetisi baik format, jumlah klub dan badan atau liga yang mengaturnya masih valid dan berlaku.
Seorang anggota Komite Eksekutif, yang juga ketua Komite Hukum PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti mengingatkan peserta rapat Komite Eksekutif untuk tidak menabrak Statuta PSSI dan untuk menjalankan program kerja yang sudah diputuskan dalam Kongres II PSSI di Bali, Januari 2011.
Rupanya penolakan La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang disertai argumentasi hukum yang mengacu kepada hasil Keputusan Kongres II PSSI di Bali, dan Statuta serta PO PSSI dapat diterima oleh peserta rapat Komite Eksekutif.
Keputusan membuat kompetisi dua wilayah pun berubah menjadi satu wilayah. Jumlah peserta kompetisi kasta tertinggi pun kembali menjadi 18 klub, sesuai Statuta PSSI.
Setelah rapat, Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin menyampaikan langsung keputusan tersebut kepada media massa.
Rapat Exco 21 September 2011
Keputusan rapat Komite Eksekutif pada 16 September 2011 yang telah disampaikan ke media massa tentang format dan jumlah peserta kompetisi kembali diubah dalam rapat Komite Eksekutif pada 21 September 2011.
Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin mendatangkan pengacara Timbul Lubis untuk hadir dan memberi pendapat hukum dalam rapat Komite Eksekutif.
Timbul Lubis didatangkan untuk memberikan justifikasi hukum bahwa kompetisi kasta tertinggi boleh diikuti oleh lebih dari 18 klub. Dan boleh diselenggarkan oleh PT LPIS, dengan nama liga bukan Super Liga, tetapi Indonesia Primier League.
Ketua Komite Hukum PSSI La Nyalla Mahmud Mattalitti yang bertahan dengan pendapat hukumnya yang mengacu kepada keputusan Kongres II PSSI dan Statuta PSSI tetap menolak pendapat hukum Timbul Lubis.
Ketua Umum PSSI Johar Arifin pun memaksa dengan melontarkan opsi voting untuk mengambil keputusan. La Nyalla Mahmud Mattalitti menolak opsi tersebut. Dan memilih untuk tidak bertanggung jawab terhadap hasil keputusan rapat Komite Eksekutif.
La Nyalla Mahmud Mattalitti saat itu dengan tegas mengatakan: Jika Komite Eksekutif memaksakan diri melanggar Statuta PSSI dan tidak menjalankan apa yang sudah diputuskan di Kongres II PSSI di Bali, maka dirinya akan menjadi orang pertama yang akan melontarkan gagasan KLB PSSI untuk mengganti Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin.
La Nyalla Mahmud Mattalitti kepada media massa secara terbuka menyatakan bahwa dirinya sebagai pihak yang menolak terhadap keputusan rapat Komite Eksekutif PSSI tanggal 21-22 September 2011.
Saat itu dikatakan La Nyalla Mahmud Mattalitti bahwa semua Anggota PSSI telah sepakat bahwa aturan organisasi tertinggi di PSSI adalah Statuta PSSI.
Semua yang ada di dalam Statuta harus dijalankan, ditaati, dan dilaksanakan oleh pengurus dan seluruh anggota PSSI.
Semua Anggota PSSI juga sepakat bahwa forum tertinggi organisasi PSSI adalah Kongres.
Kongres pula yang menyusun program kerja PSSI yang kemudian wajib dijalankan oleh Ketua Umum PSSI beserta jajarannya.
Sehingga, apabila kepengurusan melanggar Statuta, maka dapat dipastikan organisasi tidak akan berjalan efektif.
Sejurus dengan itu, apabila kepengurusan tidak menjalankan hasil Kongres, maka dapat dipastikan kepengurusan tersebut melanggar Statuta.
Sehingga dengan demikian, Statuta dan Kongres ibarat dua sisi koin. Dimana satu dengan lainnya saling terkait.
Dengan demikian, apabila ada kepengurusan yang nyata-nyata tidak menjalankan hasil Kongres dan nyata-nyata melanggar Statuta, maka dapat dipastikan bahwa pengurus tersebut bukan saja menciderai sepakbola nasional, tetapi juga secara sistemik merusak organisasi PSSI.
Sejak saat itu, La Nyalla Mahmud Mattalitti memilih berada di jalur prinsip yang berbeda dengan Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin.
Sikap La Nyalla Mahmud Mattalitti mendapat dukungan dari tiga anggota Komite Eksekutif PSSI lainnya, yakni: Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani.
Namun Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin tetap memaksakan keputusan mengubah jumlah peserta dan penyelenggara Kompetisi Profesional.
PSSI menerbitkan Keputusan tentang Jumlah Peserta Kompetisi PSSI 2011/2012 yang dituangkan dalam Lembar Keputusan PSSI Nomor: KEP/27/JAH/IX/2011, tertanggal 25 September 2011.
yang menetapkan:
Pertama Menetapkan Jumlah Peserta Kompetisi PSSI Liga Prima tahun 2011/2012 adalah 24 klub
Kedua Surat Keputusan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam surat Keputusan ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Keputusan menjadikan 24 Klub di atas dilakukan dengan mengakomodasi/ mengikutisertakan ke kasta tertinggi secara cuma-cuma 6 (enam) klub yang tidak layak berada di kasta tertinggi, dikarenakan telah terdegradasi di kompetisi tahun sebelumnya. Bahkan ada klub yang bukan anggota PSSI.
Klub-klub tersebut adalah:
1. Persebaya Surabaya; versi Persebaya 1927, yang sebelumnya tidak mengikuti kompetisi PSSI. Persebaya yang mengikuti kompetisi PSSI, seharusnya berlaga di Divisi Utama, bukan kasta tertinggi.
2. Persema Malang; yang oleh Kongres II PSSI telah diberhentikan sebagai anggota PSSI. Sehingga bukan lagi anggota PSSI.
3. Persibo Bojonegoro; yang oleh Kongres II PSSI telah diberhentikan sebagai anggota PSSI. Sehingga bukan lagi anggota PSSI.
4. Bontang FC; terdegradasi ke Divisi Utama sesuai hasil akhir kompetisi tahun sebelumnya.
5. PSM Makassar; mendapat sanksi PSSI dan seharusnya bermain di Divisi I. Bukan kompetisi kasta tertinggi.
6. PSMS Medan. Terdegradasi ke Divisi Utama sesuai hasil akhir kompetisi tahun sebelumnya.
Padahal, Kongres II PSSI di Bali dalam keputusan yang tertuang dalam lembar Keputusan Kongres II PSSI tahun 2011, dengan Nomor: 08/KONGRES-II/PSSI/2011, tertanggal 22 Januari 2011.
menetapkan:
Pertama Merubah Format Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 sebagai berikut:
1.LIGA SUPER (ISL) : 18 Klub
2.DIVISI UTAMA : 44 Klub, dibagi empat wilayah
3.DIVISI I : 66 Klub
4.DIVISI II : 100 Klub
5.DIVISI III : Tak Terhingga
Begitu pula dengan pengelola kompetisi. Kongres II PSSI di Bali dalam keputusan yang tertuang dalam lembar Keputusan Kongres II PSSI tahun 2011, dengan Nomor: 10/KONGRES-II/PSSI/2011, tertanggal 22 Januari 2011.
yang menetapkan:
Pertama Melakukan restrukturisasi kepemilikan saham PT. Liga Indonesia dengan komposisi 99% (sembilan puluh sembilan prosen) dimiliki oleh klub anggota PSSI yang mengikuti kompetisi Indonesia Super League dan 1% (satu prosen) dimiliki oleh PSSI
Kedua Struktur kepemilikan saham sebanyak 99% (sembilan puluh sembilan prosen) merupakan saham kolektif yang dimiliki oleh klub peserta Indonesia Super League musim berjalan, dan 1% (satu prosen) merupakan saham khusus (golden share) yang dimiliki oleh PSSI, sekaligus berhak dan harus memberikan perlindungan dari aspek keolahragaan
Ketiga Memerintahkan kepada PT. Liga Indonesia untuk mempersiapkan seluruh proses yang terkait dengan restrukturisasi tersebut termasuk Rapat Umum Pemegang Saham dengan agenda perubahan struktur kepemilikan saham, perubahan anggaran dasar dan rumah tangga, perubahan susunan komisaris dan direksi serta hal-hal lain yang dianggap perlu sehubungan dengan proses restrukturisasi tersebut dengan tenggat waktu sebelum kompetisi Indonesia Super League musim 2011/2012 dimulai
Keempat Menunjuk PT. Liga Indonesia sebagai pengelola kompetisi Profesional (Liga Super Indonesia dan Divisi Utama)
Kelima Untuk musim kompetisi 2011/2012, PT. Liga Indonesia wajib memberikan kontribusi komersial kepada seluruh klub Liga Super Indonesia sebesar Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) setiap klub, yang diberikan sebelum kompetisi dimulai
Keenam Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan Rapat Exco 30 September 2011
Keputusan kontroversi PSSI masih berlanjut dalam rapat Komite Eksekutif PSSI tanggal 30 September 2011, yang membahas dualisme klub. Dengan tiga kasus klub. Masing-masing;
1. Persija Jakarta
2. Arema Indonesia Malang
3. Persebaya Surabaya
Seperti sudah bisa ditebak. PSSI memutuskan memutuskan dan mengesahkan klub yang dikelola oleh manajemen yang pada tahun 2010/2011 mengikuti turnamen Liga Primer Indonesia (LPI).
Hal ini terbukti dalam kasus Klub Persija Jakarta dan Arema Indonesia. Dimana PSSI Djohar memutuskan pengelola Klub yang sah adalah Klub Persija versi Hadi Basalamah dan Arema Indonesia versi Muhammad Nur.
Akibatnya dapat ditebak. Suporter fanatik kedua Klub tersebut menolak keputusan PSSI Djohar. Maka, dualisme Klub tak pernah berakhir. Inilah sumbangan konkret PSSI Djohar Arifin dalam Menciderai Persepakbolaan Nasional dan nyata-nyata bertentangan dengan Tujuan dan Kegiatan PSSI sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Statuta PSSI.
Begitu pula dalam memutuskan Klub Persebaya Surabaya. PSSI seharusnya memutuskan bahwa Persebaya versi Wishnu Wardhana yang sah. Karena yang bermain di kompetisi PSSI pada musim kompetisi sebelumnya adalah Persebaya pimpinan Wishnu Wardhana. Sedangkan Persebaya pimpinan Cholid Goromah, pada kompetisi 2010/2011 tidak bermain di kompetisi PSSI. Melainkan bermain di kompetisi LPI. Tetapi tetap saja, demi mengakomodasi orang-orang LPI, maka PSSI memutuskan Persebaya dengan Ketua Umum Cholid Goromah yang bermain di kasta tertinggi IPL PSSI.
Kini, Persebaya Wishnu Wardhana (sekarang telah berganti pengurus) memilih melanjutkan mengikuti Kompetisi Divisi Utama yang digelar PT Liga Indonesia.
Seperti pada kasus lainnya, PSSI Djohar Arifin tidak pernah bisa menyelesaikan dualisme klub. Arema Malang bahkan kini menjadi tiga Klub. Satu berlaga di ISL. Sedangkan Arema yang berlaga di IPL justru terpecah menjadi dua. Begitu pula dengan Persija Jakarta dan Persebaya Surabaya.
PSSI Djohar Arifin malah dituding "aktif" melahirkan dualisme Klub dengan membentuk Klub-Klub baru yang lahir mendadak menjelang laga kompetisi IPL. Salah satunya adalah PSMS Medan yang berlaga di IPL, yang dibentuk mendadak, karena PSMS 'asli' mengikuti kompetisi di ISL (setelah naik peringkat dari Divisi Utama ke ISL, sesuai PO Kompetisi No.07/PO-PSSI/IX/2009).
Pertemuan Ambara 12 Oktober 2011
Menyusul keputusan PSSI Djohar Arifin yang menetapkan jumlah Peserta Kompetisi PSSI tahun 2011/2012 sebanyak 24 klub dan menunjuk PT Liga Prima Indonesia Sportindo sebagai pelaksana Kompetisi PSSI, maka PSSI Djohar Arifin menindaklanjuti dengan mengeluarkan Surat Keputusan Daftar Nama Klub dengan Nomor: KEP/34/JAH/X/2011, tertanggal 2 Oktober 2011.
Dalam SK tersebut tertulis Daftar Nama 24 Klub yang diklaim sebagai Peserta Kompetisi Liga Prima tahun 2011/2012. Sebagai berikut:
1.Persipura 13.Deltras Sidoarjo
2.Arema Indonesia 14.Persijap Jepara
3.Persija Jakarta 15.Bontang FC
4.Semen Padang 16.Persema Malang
5.Sriwijaya FC 17.Persibo Bojonegoro
6.Persisam Samarinda 18.PSM Makassar
7.Persib Bandung 19.Mitra Kukar
8.Persiwa Wamena 20.Persiraja
9.Persela Lamongan 21.PSMS Medan
10.Persiba Balikpapan 22.Persiba Bantul
11.PSPS Pekanbaru 23.Persebaya
12.Pelita Jaya 24.Persidafon Dafonsoro
*) bold undeline adalah klub yang tidak layak.
Apa yang terjadi kemudian? Mayoritas dari 24 Klub yang diundang oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo dalam acara Managers Meeting, yang dilaksanakan di Hotel Ambara, Jakarta pada 12 Oktober 2011, menolak format Kompetisi 2011/2012 yang diputuskan oleh PSSI dan sekaligus menolak keberadaan PT Liga Prima Indonesia Sportindo sebagai pengelola Kompetisi.
Klub-klub Super Liga yang menolak tersebut berpedoman kepada dua hal; yakni Statuta PSSI yang jelas menyebutkan bahwa Kompetisi kasta tertinggi disebut Super Liga dan diikuti 18 Klub (Pasal 23 ayat 1 dan 2), serta hasil Kongres II PSSI tentang format dan penyelenggara kompetisi.
Pertemuan yang dipimpin Ketua Komite Kompetisi PSSI Saudara Sihar Sitorus dan CEO PT Liga Prima Indonesia Sportindo Saudara Wijayanto itu pun berakhir deadlock dan bubar.
Selain menolak format dan penyelenggara kompetisi yang ditetapkan tanpa melalui Kongres, mayoritas Klub ISL anggota PSSI juga menolak keberadaan dua Klub yang telah diberhentikan oleh Kongres II PSSI. Yakni, Klub Persema Malang dan Persibo Bojonegoro.
Seperti diketahui, Kongres II PSSI dalam keputusannya butir keempat dengan tegas menyatakan;
Semua Klub Anggota PSSI dilarang untuk melakukan pertandingan walaupun hanya dalam bentuk persahabatan dengan Klub PERSEMA MALANG dan Klub PERSIBO BOJONEGORO, dan apabila ada Klub Anggota PSSI yang melanggar larangan ini, Klub tersebut akan dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Statuta PSSI dan peraturan-peraturan lainnya
Mayoritas Klub ISL Anggota PSSI juga menolak melanggar Statuta PSSI Pasal 15 butir h, tentang Kewajiban Anggota dimana disebutkan;
Pasal 15, butir h, Statuta PSSI : Tidak menjalin hubungan keolahragaan dengan pihak yang tidak dikenal atau dengan anggotayang diskorsing atau dikeluarkan
Mayoritas pemilik Klub mengingatkan PSSI agar menjalankan Keputusan Kongres II PSSI dan Statuta PSSI yang menjadi acuan tertinggi dalam menjalankan roda organisasi, termasuk dalam menjalankan Kompetisi.
Akibat pertemuan yang deadlock tersebut, lahirlah kebulatan tekad Klub Anggota untuk menolak mengikuti Kompetisi PSSI yang dilaksanakan oleh PT Liga Prima Indonesia Sportindo. Karena hal itu adalah pelanggaran terhadap Statuta PSSI dan mengingkari Keputusan Kongres II PSSI. Sehingga Kompetisi tersebut oleh mayoritas Klub Anggota PSSI dinilai illegal.
Dan kompetisi Liga Prima pun akhirnya hanya diikuti oleh 12 Klub. Itu pun diisi oleh sejumlah Klub yang diberi tiket gratis untuk bermain di Kompetisi strata tertinggi itu. Bahkan, ada beberapa Klub yang dibentuk mendadak, hanya agar Kompetisi Liga Prima dapat berjalan.
Sejumlah klub kloning (palsu) akhirnya tidak mendapat respon dari suporter fanatik klub asli. Sangat jelas terlihat dalam kasus klub Persija, Arema dan PSMS.
Kompetisi Liga Prima pun akhirnya diikuti 12 Klub, sebagai berikut:
1.Persebaya Surabaya (Persebaya 27, sebelumnya LPI)
2.Arema Indonesia (versi Muhammad Nur/LPI)
3.Persija Jakarta (versi Hadi Basalamah/LPI)
4.Semen Padang
5.Persiraja Aceh
6.Persiba Bantul
7.Persema Malang (bukan Anggota PSSI)
8.Persibo Bojonegoro (bukan Anggota PSSI)
9.PSM Makkasar (seharusnya bermain di Divisi I)
10.Persijap Jepara
11.Bontang FC (seharusnya bermain di Divisi Utama)
12.PSMS Medan (dibentuk mendadak)
Sementara 18 Klub memilih tetap mengikuti Kompetisi yang legal dan yang sesuai dengan Statuta dan Keputusan Kongres II PSSI yang diselenggarakan PT Liga Indonesia dengan nama kompetisi Indonesia Super League (ISL).
Ke-18 Klub yang mengikuti ISL tersebut adalah:
1.Persipura (Juara Kompetisi ISL 2010/2011)
2.Sriwijaya FC
3.Persib Bandung
4.Deltras Sidoarjo
5.Persela Lamongan
6.Persiwa Wamena
7.Pelita Jaya
8.Persija Jakarta (versi Ferry Paulus, peserta ISL 2010/2011)
9.Arema Indonesia (versi Rendra, peserta ISL 2010/2011)
10.Mitra Kukar
11.Persiba Balikpapan
12.Persisam Samarinda
13.PSPS Pekanbaru
14.Persidafon Dafonsoro
15.PSMS Medan (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
16.Persiram (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
17.PSAP Sigli (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
18.Gresik United (naik peringkat: PO No.07/PO-PSSI/IX/2009)
Melihat kenyataan itu, PSSI melalui Komisi Disiplin justru memberi sanksi degradasi dan denda kepada Klub-Klub yang mengikuti Kompetisi ISL.
PSSI juga melarang para pemain ISL untuk meperkuat Tim Nasional. Akibatnya, pelatih Tim Nasional U-23 Saudara Rahmad Darmawan mengajukan pengunduran diri.
Satu lagi sumbangan konkret PSSI Djohar Arifin dalam Menciderai Persepakbolaan Nasional kita.
Lapor FIFA/AFC 14 Oktober 2011
Tiga orang Anggota Komite Eksekutif PSSI, masing-masing La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw dan Erwin D. Budiawan, mengambil inisiatif untuk melaporkan penyimpangan dan pelanggaran Statuta PSSI oleh kepengurusan PSSI di bawah Ketua Umum Johar Arifin Husin ke FIFA/AFC.
Dalam suratnya, ketiga anggota Komite Eksekutif tersebut melaporkan setidaknya tiga hal pokok. Yaitu;
1. Keputusan PSSI mengubah jumlah peserta kompetisi Super Liga menjadi 24 Klub dari seharusnya 18 Klub.
2. Memasukkan klub yang bukan anggota PSSI dan klub yang tidak layak mengikuti kompetisi Super Liga.
3. Mengganti pelaksana kompetisi dari PT. Liga Indonesia dengan PT. Liga Prima Indonesia Sportindo.
Sikap ketiga anggota Komite Eksekutif ini juga diikuti oleh 15 Klub ISL. Mereka juga melaporkan tentang perubahan jumlah peserta kompetisi kasta tertinggi yang dilakukan PSSI dengan mengabaikan jenjang dan klasemen akhir kompetisi tahun sebelumnya.
Atas surat tersebut, FIFA/AFC pada tanggal 25 Oktober 2011, mengirim surat kepada Sekjend PSSI Tri Goestoro. Dengan isi sebagai berikut;
Bahwa FIFA/AFC memberikan saran terhadap situasi terkini menyangkut penyelenggaraan kompetisi Indonesia Super League (ISL) dapat diselesaikan melalui Kongres PSSI atau melalui Arbitrase dimana Kongres sebagai badan tertinggi PSSI dapat memutuskan keputusan yang final dan mengikat terhadap masalah tersebut.
Atas surat tersebut, empat anggota Komite Eksekutif PSSI, masing-masing; La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani, pada tanggal 21 November 2011, meminta kepada Sekjend PSSI untuk memasukkan sengketa ISL dan IPL dalam agenda Kongres PSSI terdekat. Keempat Komite Eksekutif PSSI juga meminta respon segera atas surat mereka paling lambat 25 November 2011.
Hingga 25 November 2011, PSSI tidak merespon surat dari empat anggota Komite Eksekutif tersebut.
FPP dengan Exco 16 November 2011
Melihat perkembangan organisasi PSSI yang makin menyimpang, sebanyak 24 Pengurus Provinsi PSSI, yang merupakan anggota PSSI, dalam wadah Forum Pengprov PSSI (FPP), sepakat untuk menemui anggota Komite Eksekutif PSSI.
Pertemuan yang digelar di Surabaya pada tanggal 16 November 2011, menghasilkan kesepahaman bahwa kebijakan organisasi PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin telah melanggar Statuta PSSI dan tidak menjalankan program kerja yang telah diputuskan dalam Kongres PSSI II di Bali.
Selain dihadiri Pengurus Provinsi, pertemuan di Surabaya juga diikuti sejumlah Klub Divisi Utama.
Forum Pengprov ke PSSI 23 November 2011
Pada tanggal 23 November 2011, 24 Pengurus Provinsi yang tergabung dalam Forum Pengprov PSSI (FPP) mendatangi kantor PSSI untuk bertemu dengan Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin.
Kedatangan FPP tersebut meminta agar Pengurus PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin untuk kembali ke Statuta PSSI dan melaksanakan program kerja yang telah diputuskan dalam Kongres II PSSI di Bali.
FPP juga meminta agar PSSI segera menggelar Kongres PSSI untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi, dengan mengacu kepada Statuta PSSI.
Kedatangan FPP ke PSSI hanya ditemui oleh Sekjen PSSI Tri Goestoro. Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin tidak berkenan menemui tanpa alasan. Para pengurus Pengprov PSSI yang merupakan Anggota PSSI mengaku kecewa dengan sikap Johar Arifin Husin.
Lapor FIFA/AFC 5 Desember 2011
Empat anggota Komite Eksekutif, masing-masing; La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani, kembali melaporkan perkembangan organisasi PSSI ke FIFA/AFC.
Dalam suratnya, keempat anggota Komite Eksekutif tersebut melaporkan semua fakta tentang kompetisi PSSI tahun sebelumnya untuk level Super Liga dan Klub-Klub ISL peserta kompetisi.
Menuju Kongres Luar Biasa (KLB)
Puncak dari penyimpangan PSSI melalui beragam kebijakan dan keputusan serta puluhan sanksi yang diberikan PSSI kepada anggota-nya akhirnya menuai reaksi masif.
Anggota PSSI, melalui Forum Pengprov PSSI (FPP) mengundang seluruh anggota PSSI untuk menghadiri Rapat Akbar Sepakbola Nasional (RASN), yang digelar pada 18 Desember 2011.
RASN 18 Desember 2011
FPP PSSI menggelar Rapat Akbar Sepakbola Nasional (RASN) di Jakarta, yang dihadiri sebanyak 452 anggota dari 572 anggota PSSI, sehingga lebih dari 2/3 anggota PSSI.
Rapat Akbar Sepakbola Nasional yang dihadiri lebih dari 2/3 Anggota PSSI tersebut menghasilkan keputusan;
1. Menyatakan mosi tidak percaya kepada Pengurus PSSI di bawah kepemimpinan Johar Arifin Husin.
2. Meminta diselenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) selambat-lambatnya 30 Maret 2012, dengan peserta KLB mengacu kepada KLB Solo, 9 Juli 2011.
3. Meminta PSSI untuk memberikan jawaban terhadap permintaan lebih dari 2/3 anggota yang meminta KLB, selambat-lambatnya 23 Desember 2011.
4. Membentuk Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang diketuai Tonny Aprilani, dengan tugas memastikan pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) yang diminta oleh lebih dari 2/3 anggota PSSI sesuai dengan Statuta PSSI Pasal 31 ayat 2.
5. Meminta KPSI menjalankan roda organisasi PSSI sesuai dengan hasil Kongres II PSSi di Bali 2011, termasuk memproteksi kredibilitas dan integritas PSSI dan anggotanya, sampai dengan terpilihnya Komite Eksekutif PSSI yang baru.
PSSI lagi-lagi tidak mengindahkan keinginan lebih dari 2/3 anggotanya yang meminta Kongres Luar Biasa. Permintaan KPSI kepada Komite Eksekutif PSSI agar segera menggelar KLB juga tidak direspon sampai batas waktu yang ditentukan.
Pemecatan Komite Eksekutif 12 Januari 2012
Komite Etik PSSI, yang dibentuk oleh Komite Eksekutif PSSI memecat empat anggota Komite Eksekutif PSSI dengan alasan telah melanggar etika.
Keempat anggota Komite Eksekutif PSSI yang dipecat dan dilarang beraktifitas dalam dunia sepakbola adalah; La Nyalla Mahmud Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin D. Budiawan dan Tonny Aprilani.
Pemecatan Komite Eksekutif ini juga diikuti dengan sanksi pembekuan terhadap Pengurus Provinsi oleh PSSI. Total tercatat 26 dari 33 Pengurus Provinsi telah dibekukan oleh PSSI dalam kurun waktu Januari hingga Maret 2012.
Sedangkan sanksi untuk klub, selain diberikan kepada 12 Klub ISL, juga diberikan kepada 32 klub yang terdiri dari sebagian klub Divisi Utama dan amatir.
Surat FIFA/AFC 13 Januari 2012
Setelah mendapat laporan adanya lebih dari 2/3 anggota PSSI yang menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum PSSI Johar Arifin Husin, dan permintaan agar segera digelar Kongres Luar Biasa (KLB), FIFA/AFC meminta PSSI untuk segera menyelesaikan sengketa dengan anggotanya, melalui ajang Kongres tahunan, dengan asumsi semua persoalan akan dibahas di arena Kongres tersebut.
FIFA/AFC juga mengingatkan PSSI, bahwa Kongres tahunan terakhir yang dilaksanakan PSSI adalah Kongres PSSI II di Bali Januari 2011.
Pra-Kongres PSSI-KPSI 21 Januari 2012
Untuk melakukan konsolidasi anggota PSSI yang menghendaki digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB), maka KPSI menggelar pertemuan Pra-Kongres PSSI-KPSI di Jakarta, pada 21 januari 2012.
Sebanyak 524 anggota PSSI yang hadir dalam pertemuan tersebut, sepakat menghasilkan Manifesto PSSI Baru yang akan menjadi pedoman pengurus PSSI yang baru dalam menyusun program kerja ke depan.
Selain itu, Pra-Kongres juga meneguhkan kembali keinginan anggota PSSI untuk menggelar Kongres Luar Biasa dengan agenda memilih Komite Eksekutif PSSI yang baru.
Kongres PSSI-KPSI 5 Februari 2012
Menindaklanjuti proses menuju Kongres Luar Biasa (KLB) dimana sesuai Statuta PSSI, dimana harus dibentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan melalui Kongres, maka KPSI mengundang anggota pemilik suara untuk hadir dalam Kongres PSSI-KPSI yang dilaksanakan di Jakarta, 5 Februari 2012.
Dihadiri 74 dari 101 anggota pemilik suara, Kongres PSSI-KPSI berhasil memilih ketua dan anggota Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan.
Kongres juga memutuskan bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) akan dilaksanakan di Jakarta, pada 21 Maret 2012.
Kongres Luar Biasa 18 Maret 2012
Berdasarkan keputusan rapat KPSI yang memutuskan memajukan jadwal Kongres Luar Biasa dari tanggal 21 Maret 2012 menjadi tanggal 18 Maret 2012, maka sesuai Statuta, perubahan jadwal yang telah diputuskan dalam Kongres, harus diubah dalam Kongres.
Oleh karena itu, KPSI menggelar Kongres PSSI-KPSI sehari sebelum Kongres Luar Biasa. Yaitu tanggal 17 Maret 2012, dengan agenda utama, perubahan jadwal KLB dari semula tanggal 21 Maret 2012, menjadi tanggal 18 Maret 2012.
Dalam Kongres 17 Maret 2012 tersebut juga dibahas agenda tambahan yakni garis program kerja PSSI baru 2012-2016 dan pencanangan program Millenium Football 2022.
Sehari setelah itu, pada pukul 10.15 WIB, tanggal 18 Maret 2012, Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI-KPSI dibuka oleh Ketua KPSI Tonny Aprilani, dengan agenda memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan sembilan anggota Komite Eksekutif PSSI, masa bakti 2012-2016.
Kongres Luar Biasa PSSI-KPSI dihadiri 81 dari 101 anggota pemilik suara. Selain anggota pemilik suara, KLB PSSI-KPSI juga diikuti oleh 416 anggota PSSI non-voter. Hadir pula 347 orang Pengurus Cabang PSSI di kabupaten/kota se Indonesia sebagai undangan.
Pembukaan Kongres Luar Biasa PSSI-KPSI juga dihadiri pimpinan KONI Pusat, yakni Wakil Ketua KONI Pusat Sudirman dan Brigjen Pol. Safruddin.
Kongres Luar Biasa PSSI-KPSI akhirnya berhasil memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan sembilan anggota Komite Eksekutif PSSI, yakni;
Ketua Umum : La Nyalla Mahmud Mattalitti
Wakil Ketua Umum : Rahim Soekasah
Anggota Exco : Tonny Aprilani
: Robertho Rouw
: Erwin D. Budiawan
: La Siya
: Djamal Aziz
: Zulfadhli
: A. Zaki Iskandar
: Hardi Hasan
: Diza Rasyid Ali
Akhirnya, tugas Komite Penyelamatan Sepakbola Indonesia (KPSI) dalam mewujudkan amanat lebih dari 2/3 anggota PSSI untuk menggelar KLB telah terlaksana. Semua proses telah dilalui dengan mengikuti dan tunduk kepada Statuta PSSI.
Analisa dan Dampak Terkini
Sejak 18 Maret 2012, telah terpilih Komite Eksekutif PSSI yang baru masa bakti 2012-2016. Dengan Ketua Umum La Nyalla Mahmud Mattalitti. Menggantikan kepengurusan PSSI yang lama, Johar Arifin Husin.
Dinamika yang biasa ini juga terjadi pada tanggal 9 Juli 2011 silam, dimana Kongres Luar Biasa PSSI yang digelar di Solo telah memilih Komite Eksekutif PSSI yang baru dengan Ketua Umum terpilih Johar Arifin Husin, untuk menggantikan kepengurusan PSSI Nurdin Halid.
KLB di Solo 9 Juli 2011 digelar oleh Komite Normalisasi, yang dibentuk akibat kisruh organisasi. Sedangkan KLB di Jakarta, 18 Maret 2012 digelar oleh Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI), yang dibentuk oleh anggota PSSI juga akibat kisruh organisasi.
Namun apa yang terjadi hari ini? Kepengurusan Johar Arifin Husin masih saja mengaku sebagai pengurus PSSI yang masih eksis, dan tetap berkantor di sekretariat PSSI.
Johar Arifin Husin tetap saja melakukan kebijakan organisasi yang nyata-nyata makin menciderai dan memecah belah persatuan insan sepakbola di Indonesia. Dampaknya adalah prestasi Indonesia di mata internasional semakin terpuruk.
Tim Nasional yang dipaksakan diisi bukan oleh pemain-pemain terbaik terbukti tidak pernah mendulang prestasi. Kalah telak 0-10 dengan Bahrain, kalah 0-2 dengan Brunei Darussalam, dan saat uji coba di dalam negeri kalah 0-1 dengan Persebaya dan kalah 0-3 dengan Persijap Jepara. Sungguh ironis.
Sanksi pembekuan terhadap puluhan Pengurus Provinsi PSSI se Indonesia oleh Johar Arifin Husin juga berdampak serius terhadap persiapan tim sepakbola untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) masing-masing provinsi.
Pengurus Provinsi PSSI yang telah membentuk tim PON sepakbola sejak setahun silam, dan telah mengikuti babak kualifikasi Pra-PON, tiba-tiba diganti oleh caretaker yang juga menyiapkan tim PON. Tentu hal ini menjadi persoalan sangat serius bagi masa depan prestasi tim PON provinsi yang bersangkutan. Dan sangat terkait dengan alokasi dan pertanggugjawaban anggaran yang telah dikucurkan oleh KONI daerah ke Pengurus Provinsi PSSI.
Yang terbaru, Klub-Klub Super Liga (ISL) yang keberadaannya sangat dikenali oleh organisasi sepakbola dunia FIFA, dirayu untuk bergabung dengan kompetisi Liga Prima (IPL) yang dikelola oleh mereka. Tentu hal ini adalah sesuatu yang tidak mungkin, seperti telah dijelaskan di atas. Apalagi, seluruh klub Super Liga (ISL) adalah peserta KLB yang sepakat mencopot Johar Arifin Husin dan telah memilih Ketua Umum PSSI yang baru.
Belakangan, karena tidak mendapat respon dari klub-klub Super Liga, Johar Arifin Husin menyurati semua instansi pemerintahan untuk menghambat perijinan KITAS dan perpanjangan Visa bagi para pemain asing di klub-klub Super Liga. Yang terbaru, Johar Arifin Husin meminta kepada kepolisian untuk tidak memberi ijin pertandingan kompetisi Super Liga.
Dengan alasan bahwa apabila klub-klub Super Liga tersebut tidak kembali ke kelompok Johar Arifin Husin, maka Indonesia akan mendapat sanksi dari organisasi sepakbola dunia FIFA. Sanksi tersebut adalah tim sepakbola Indonesia tidak bisa berlaga di kancah internasional untuk kurun waktu tertentu.
Padahal, keputusan FIFA yang meminta agar klub-klub Super Liga kembali ke PSSI sangat jelas dipahami bahwa klub-klub ISL adalah klub-klub asli anggota PSSI yang ter-recognised di FIFA. Bukan klub-klub kloningan yang sekarang berlaga di kompetisi IPL. Sehingga, harus dipahami bahwa justru yang breakeaway league adalah IPL. Bukan ISL.
Keputusan FIFA tersebut juga membuktikan bahwa selama ini Johar Arifin Husin telah memberikan informasi yang salah dan palsu serta manipulatif kepada FIFA tentang kompetisi yang mereka gelar, dan tentang klub-klub IPL. Bahkan mereka memberi informasi ke FIFA bahwa bahwa IPL adalah commercial brand dari ISL. Sebab, FIFA hanya mengakui Super Liga sebagai kompetisi kasta tertinggi, seperti diatur Statuta PSSI dan Kongres Bali.
Sebenarnya, kepengurusan PSSI Johar Arifin Husin dengan sendirinya telah selesai, dan tidak ada lagi. Upaya mereka merayu, mengundang, tetapi sekaligus mengancam dan memberi sanksi kepada klub-klub ISL, justru mengganggu kosentrasi klub dalam menjalani kompetisi.
Seharusnya Johar Arifin Husin dan koleganya segera membubarkan diri dan meninggalkan kantor PSSI demi masa depan sepakbola Indonesia. Seperti dilakukan Nurdin Halid setelah KLB di Solo 9 Juli 2012, yang memilih Johar Arifin Husin.
Sebab, perlu digarisbawahi, bahwa kepemimpinan Johar Arifin Husin di mata anggota PSSI sudah loss credibility.
Demikian Ringkasan Materi Mengapa Terjadi KLB PSSI, semoga dapat menjelaskan dan membantu memahami situasi yang terjadi di tubuh organisasi PSSI.
Jakarta, 25 Maret 2012
PERSATUAN SEPAKBOLA SELURUH INDONESIA
__._,_.___
Attachment(s) from Al Faqir Ilmi
1 of 1 File(s)
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar