Minggu, 01 April 2012

[Media_Nusantara] Bambang Soesatyo‬‬ : Jangan Musuhi Rakyat

 

Jangan Musuhi Rakyat (SINDO, 28/3)‬‬
‪‪by Bambang Soesatyo‬‬ (Anggota DPR RI‬‬ - bambangsoesatyo@yahoo.com)
‪‪
MEMERINTAHKAN pasukan TNI mengawal unjuk rasa berbagai elemen masyarakat menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berpotensi mengeskalasi masalah. Inisiatif  ini bisa berakibat fatal jika massa demonstran sampai pada kesimpulan bahwa pemerintah menunjukan sikap permusuhan terhadap rakyat.‬‬
‪‪
Ekses itu  sudah tentu sangat berbahaya.  Berbahaya bagi massa pengunjuk rasa. Berbahaya juga bagi TNI. Pun, berbahaya pula bagi pemerintahan ini. Kalau sekelompok massa bertindak melampaui batas kewajaran dan direspons dengan represif, persoalannya berpotensi tereskalasi mengingat massa yang begitu emosional dan sensitif. Letupan kecil di satu titik bisa mendorong perlawanan massa yang lebih luas. Siapa pun tidak menginginkan hal seperti itu terjadi.  Dalam konteks ini, citra TNI benar-benar dipertaruhkan lagi. Hakikatnya, citra TNI yang terus membaik saat ini tak perlu lagi dipertaruhkan untuk menghadapi massa pengunjuk rasa.‬‬
‪‪
Massa demonstran di semua daerah, termasuk elemen mahasiswa, sudah terbiasa berhadap-hadapan dengan polisi. Massa demonstran dan Polisi selama ini masih  mampu berkomunikasi di lapangan. Kalau mereka akhirnya harus berhadap-hadapan dengan pasukan TNI dalam demo menentang kenaikan harga BBM 2012, tafsir atau tanggapan masa demonstran tentu bisa berubah.  Bukan tidak mungkin massa pengunjuk rasa merasa bahwa dengan menurunkan pasukan TNI pemerintah telah menunjukan sikap permusuhan terhadap mereka. Tanggapan seperti itu berpotensi meningkatkan  emosi massa. Katakanlah situasinya menjadi terkendali. Tetapi, tetap saja persepsi massa terhadap TNI bisa berubah menjadi negatif. Lagi-lagi, TNI-lah yang dirugikan.‬‬
‪‪
Rakyat bukanlah musuh negara saat ini. Musuh negara saat ini adalah para koruptor dan para pencuri pajak. Unjuk rasa itu sekadar menyuarakan aspirasi. Terlalu berlebihan jika pasukan TNI diperintahkan merespons aspirasi rakyat dalam unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Pemerintah-lah yang seharusnya menyimak dan merespons keluh kesah rakyat.‬‬

‪‪Reformasi Indonesia sudah membagi peran TNI dan Polri dengan sangat jelas.TNI fokus di bidang pertahanan negara, sedangkan Polri bertanggungjawab untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban umum. Selama lebih dari satu dekade terakhir ini, pembagian tugas itu dilaksanakan dengan baik. Untuk merespons tanggungjawab tugas masing-masing, TNI dan Polri telah berusaha keras mengembangkan profesionalisme. Reformasi internal di tubuh TNI dan Polri pun terus dilaksanakan secara berkesinambungan.  Progres reformasi TNI dan Polri pun sudah sangat jelas, walaupun masih ada kekurangan di sana sini. Oleh karena itu, jangan lagi menyeret-nyeret pasukan TNI untuk mengerjakan apa yang bukan menjadi bidang tugasnya.‬‬

‪‪Lebih dari itu, dengan menurunkan pasukan TNI ke jalan untuk menghadapi massa pengunjuk rasa, pemerintah sama sekali tidak menjawab atau merespons aspirasi rakyat. Jelas bahwa rakyat atau pengunjuk rasa mendesak pemerintah membatalkan rencana kebijakan menaikkan harga BBM. Kalau kemudian pemerintah tetap pada pendiriannya, pemerintah harus berani berkomunikasi dan berdialog dengan semua elemen masyarakat, menjelaskan alasan-alasan strategis yang melatarbelakangi rencana kebijakan harga BBM itu. Menurunkan pasukan TNI bukanlah jawaban yang diinginkan massa pengunjuk rasa.  Bukannya mereduksi persoalan, massa bisa menuduh pemerintah menakut-nakuti mereka dengan menurunkan pasukan TNI.‬‬

‪‪Dalam konteks ini, inisiatif pemerintah menurunkan pasukan TNI bukan hanya kontraproduktif, melainkan juga memperlihatkan perilaku pemerintah yang begitu amatiran. Bahkan sama sekali tidak bijaksana. Prinsip musyawarah untuk mufakat tidak diaktualisasikan. Kecenderungan yang terlihat adalah pemerintah memilih menggunakan otot dalam menghadapi rakyatnya sendiri. Kalau seperti itu cara menghadapi atau menyelesaikan persoalan, apa bedanya pemerintah dengan kelompok-kelompok tertentu yang terbiasa mengerahkan massa untuk menakut-nakuti lawan mereka?‬‬
‪‪
Selain ditentang oleh berbagai kalangan di dalam negeri, inisiatif pemerintahan menurunkan pasukan TNI sudah pasti dicibir komunitas internasional. Menurunkan pasukan TNI untuk sekadar menghadapi massa pengunjuk rasa adalah pesan yang tidak produktif, karena inisiatif itu secara tidak langsung menjelaskan stabilitas nasional kita yang rapuh.  Inisiatif itu pun bisa menggambarkan kemunduran derajat demokrasi di Indonesia.‬‬
‪‪ ‬‬
‪‪Tangan Kotor ‬‬Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto menegaskan pelibatan pasukan TNI dalam pengamanan unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM tidak melanggar aturan. Penjelasan seperti ini dangkal, bahkan cenderung memperkeruh suasana. Sangat kental semangat untuk mencari cara-cara instan, termasuk mengggunakan otot. Sama sekali tidak ada kepedulian terhadap nurani publik.‬‬
‪‪Padahal, persoalannya bukan sekadar melanggar atau tidak melanggar aturan perundang-undangan. Persoalan utama dalam konteks ini adalah kualitas kearifan pemerintah merespons psikologi massa dalam alam demokrasi. Menakut-nakuti publik jelas tidak arif. Menurunkan pasukan TNI bukanlah solusi.  Kalau publik turun ke jalan berunjukrasa, mereka ingin agar aspirasinya tak sekadar didengar tetapi juga ditanggapi. Bukan justru ditakut-takuti.‬‬ ‪‪Alasan menurunkan pasukan TNI adalah membantu Polri jika unjuk rasa berubah menjadi tindakan anarkis.

Pertanyaannya adalah apa benar para pengunjuk akan melancarkan tindakan anarkis? Kalau mengacu pada pengalaman beberapa unjuk rasa terakhir yang memang diwarnai dengan tindakan anarkis,

pertanyaannya berikutnya adalah anarkisme itu oleh siapa? Oleh pengunjuk rasa atau oleh pihak lain yang menunggangi unjuk rasa itu.‬‬ ‪‪Tidak perlu ditutup-tutupi lagi bahwa pihak penguasa pun berkeinginan dan berkepentingan agar masyarakat memiliki persepsi yang buruk tentang demonstrasi dan para pelaku demo. Cara terbaik untuk merusak kesan tentang demonstrasi adalah menunggangi demontrasi itu dengan tindakan-tindakan anarkis agar masyarakat tidak bersimpati pada pelaku demonstrasi.‬‬
‪‪

Demonstrasi menolak rencana kebijakan menaikkan harga BBM belakangan ini banyak melibatkan mahasiswa dan kaum pekerja. Rasanya, niat mereka untuk melancarkan tindakan anarkis sama sekali tidak ada. Alasan pertama, mereka butuh simpati masyarakat luas sehingga mereka tahu tidak perlu bertindak konyol. Alasan kedua, mereka tahu apa saja risikonya jika bertindak anarkis. Maka, boleh jadi, tindakan-tindakan anarkis yang mewarnai demonstrasi belakangan ini dilakukan oleh pihak lain yang ingin merusak citra demonstrasi menentang kenaikan harga BBM. Inisiatif menurunkan pasukan TNI dengan sendirinya melengkapi upaya penguasa untuk menggambarkan bahwa demonstrasi anti kenaikan harga BBM sebagai peristiwa yang patut diwaspadai dan ditakuti. ‬‬
‪‪ ‬‬
‪‪Bisa dipahami jika masyarakat keberatan dengan rencana kebijakan menaikkan harga BBM. Karena itu, demonstrasi ditunjukan dengan sikap marah terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM.

Bagaimana masyarakat tidak marah?

Rencana menaikkan harga BBM itu dikumandangkan ketika fakta-fakta tentang korupsi dan penggelapan pajak terus bermunculan di ruang publik. Puluhan milyar rupiah hasil korupsi nilai proyek pembangunan dan hasil pencurian pajak dinikmati dan dibagi-bagikan untuk membiayai pola hidup hedonis para pelakunya.‬‬

‪‪Pemerintah seharusnya membenahi dulu pengelolaan anggaran pembangunan dan keuangan negara sebelum membebani rakyat dengan menaikkan harga BBM atau tarif dasar listrik. Sudah terlalu besar nilai kekayaan negara yang dicuri para koruptor dan mafia pajak. Itulah kekurangan atau kelemahan pemerintah. Kalau pengelolaan keuangan negara efisien dan efektif, subsidi BBM mestinya tidak perlu dipersoalkan. Inilah pesan yang mestinya didengar dan direspons pemerintah.

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar