Minggu, 25 Januari 2015

[Media_Nusantara] KPK ?

 


KPK ?

Tidak butuh lama, setelah Jokowi dilantik sebagai Presiden dan Kabinet terbentuk, Menteri Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro mengatakan berencana memanfaatkan potensi dana orang Indonesia yang parkir diluar negeri khususnya Singapore. Setelah itu MenKeu terbang ke Singapore bertemu dengan pejabat Singapore untuk mendapatkan informasi prihal dana tersebut melalui skema kesepakatan tentang Automatic Exchange of Information pada G-20 di Rusia pada 2013. 

Intinya, negara-negara anggota G-20 berkomitmen saling memberikan informasi yang relevan bagi negara-negara mitra untuk memberantas berbagai modus penghindaran pajak. Disamping itu MenKeu mendapatkan data melalui PPATK. Ingat bahwa PPATK itu berdasarkan UU berhak mendapatkan access lalu lintas uang melalui BI dan secara international PPATK adalah member dari Egmont Group, Financial intelligent Unit yang punya access sampai kepusat clearing US Dolar ( Nostro ) dan Euro ( Bassel ). 

Jadi tidak sulit bagi PPATK untuk melacak lalu lintas uang haram yang ada diluar negeri ( offshore).Proses ini terus bergulir, dan terakhir Sri Mulyani sebagai Managing Director WorldBank mendukung langkah yang ditempuh oleh MenKeu, dan yakin upaya ini akan berhasil. 

Seorang teman yang bekerja sebagai Fund Manager di Singapore berkata kepada saya bahwa beberapa nasabah kakapnya mulai panik dengan sikap pemerintah Jokowi yang akan melakukan upaya hukum G to G untuk menarik dana parkir yang diperkirakan mencapai ribuan triliun rupiah itu pulang kampung. Harap maklum bahwa sebagian dana yang parkir di Singapore itu adalah dana para konglomerat hitam yang menjarah dana BLBI, disamping juga dana hasil dari rente business di Indonesia yang terkait dengan mafia migas, mafia pupuk, mafia mining, mafia fishing dll.

Selama ini PPATK itu hanya digunakan oleh KPK untuk melacak dana bagi tersangka korupsi kelas teri yang aliran dananya hanya sebatas keluarga dan selir, yang semuanya habis dikosumsi atau barang yang tidak punya value added bila dijual lagi alias nilai recehan bila dibandingkan hasil korup yang terbang ke luar negeri. 

Selama KPK berdiri tidak pernah serius mengusut kasus BLBI dan tidak pernah ada niat untuk melacak transfer pricing yang merugikan penerimaan pajak Negara. Akibatnya era SBY, Indonesia sorga bagi penjarah hasil tambang,hasil laut, illegal loging dan korupsi dana APBN yang melahirkan mega scandal. Dana dana hasil kejahatan ini bersama dengan dana BLBI terbang keluar negeri dengan jumlah mencapai ribuan triliun rupiah. 

Data yang dipublikasikan oleh Ford Foundation melalui laporan Global Financial Integrity sampai dengan 2010 jumlah dana asal Indonesia yang parkir diwilayah offshore mencapai USD 108,89 milliar atau setara dengan Rp. 1500 triliun. Dana ini terus bertambah yang konon kini mencapai lebih dari USD 200 miliar. Ini harta dalam bentuk uang tunai.Tidak termasuk dalam bentuk property, Stock, Bond dll yang dokumen kepemilikannya ditempatkan di lembaga custodian yang juga berada di OFC negara tax haven. 

Menurut teman saya yang juga pernah ditunjuk sebagai consultant untuk layering dana konglomerat hitam di Singapore mengatakan bahwa Partai pengusung Jokowi bersama team suksesnya mendapatkan dukungan pendanaan dari para konglomerat hitam dan juga dari mereka yang kaya raya berkat bisnis rente era SBY. Mareka ini mengalihkan dukungannya kepada Jokowi karena sadar SBY sudah closed file.

Namun setelah Jokowi terpilih sebagai Presiden, janji untuk mengamankan para sponsor kampanyenya tidak sepenuhnya ditepati. Sepertinya Jokowi tidak merasa berhutang dengan mereka. Dia merasa itu hanya deal yang dibuat oleh Partainya, tidak ada urusan dengan dia. Itu sebabnya dengan enteng Jokowi menolak keras platform yang dijalankan era SBY untuk dilanjutkannya, khususnya mengamankan bisnis mereka yang menjadi sponsor Partainya. 

Padahal keberadaan mereka sangat significant membuat SBY terpilih dua kali dan pemerintahannya stabil selama dua periode. Melawan mereka sama saja cari masalah. Harap maklum mereka kayaraya dan apapun bisa dibeli dengan uang, termasuk kekuasaan dan pengaruh. Tapi Jokowi tidak peduli karena dia tidak sendiri. Tentu ada bebarapa orang idealis baik jendral, tekhnorat, ekonom yang setia mendukungnya karena idealisme dan obsesinya. 

Sikap Jokowi memburu dana BLBI dan haram itu karena menegakan aturan dan kehormatan bangsa. Karena kasus BLBI tahun 2014 sudah dinyatakan kadaluarsa oleh hukum sehingga tidak bisa lagi diharapkan Rp.520 Triliun untuk bisa ditarik kembali kecuali melalui business to business. Sementara APBN terus dibebani akibat BLBI ini.Pemilik dana BLBI atau konglomerat hitam kemungkinan besar setuju dengan adanya pemutihan pajak dan lagi secara hukum mereka clean sejak menandatangani MSA. 

Tapi bagi pengusaha yang menikmati limpahan laba akibat business rente seperti impor migas, distributor pupuk, illegal loging, illegal mining, illegal fishing, merasa terancam. Walau pemerintah berjanji akan melakukan pemutihan pajak namun mereka yang menumpuk dana haram di offshore tidak yakin kejahatannya tidak akan diusut. Karenanya mereka pasti tidak mau keberadaan dananya diketahui.

Pada waktu bersamaan pemeritah Jokowi membuat aturan keras membatasi business rente. Subsidi Pupuk dihapus, business mafia pangan rontok. Subsidi BBM dihapus, business mafia migas rontok. Akibat aturan keras izin penangkapan Ikan, mafia ikan rontok. Memperketat hutan lindung dari penjarah kayu, penjarah lari, hutan lestari. 

Ketentuan keharusan pengolahan hasil tambang didalam negeri tidak bisa ditawar lagi. Harus dilaksanakan atau izin dicabut. Ini membuat mafia Mining seperti Freeport, Newmont kecut. Aturan pajak diperketat dan jangkauan pajak diperluas, sehingga modus operasi transfer pricing semakin sulit dilaksanakan. 

Teman saya sebagai banker di Singapore mengatakan bahwa aturan keras ini sepertinya membuat konglomerat hitam BLBI dan pengusaha rente bersatu untuk melawan Jokowi. Ini berbahaya bagi Jokowi. Karena dia bukan hanya akan menghadapi partai pendukungnya yang kecewa tapi juga pengusaha hitam. 

Suka tidak suka, mereka inilah yang membiayai para LSM dan relawan, media massa dalam dan luar negeri untuk menjadikan Jokowi sebagai Presiden. Namun kini mereka dibayar untuk menjadi pressure group terhadap segala kebijakan Jokowi, termasuk masalah pengangkatan Kapolri, dimana KPK berperan memuluskan para LSM melancarkan pressure nya kepada Jokowi. 

Targetnya adalah membuat pemerintah Jokowi lemah dan akhirnya tunduk dibawah platform mereka. Namun, teman saya itu menegaskan bahwa selagi demokrasi tetap hidup dan para elite bisa berdamai, Jokowi akan aman saja.

Kedatangan Soros akhir desember 2014, merupakan langkah awal terjadinya rekonsiliasi dalam senyap antara para elite KIH dan KMP, kecuali Partai Demokrat!. Semakin berat bagi Jokowi menghadapi rekonsiliasi ini. Karena parlemen tanpa oposisi sangat riskan bagi demokrasi dan sangat mudah menjelma menjadi kartel poltik menekan Pemerintah agar patuh atau sesuai dengan agenda yang bayar. 

kecuali rakyat banyak menyadari ini

Untuk tidak takut 
Untuk tidak ragu

Bahwa kebaikan harus diperjuangkan

Kebenaran harus dibela

Dan keadilan harus dimenangkan.

baca juga:




__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>

Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)





.


__,_._,___

1 komentar: