Pimpinan MPR Diminta Turun Tangan Atasi Dualisme DPR
Harus melepaskan ego dan keluar dari peran dan fungsi normatif, tetapi menjadi mediator mencari jalan keluar atas konflik yang ada.
Melihat konflik di DPR yang bisa berujung pada kehancuran negara, Ketua Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi , Dr. Bayu Dwi Anggono menyatakan, insiden dualisme di DPR tak ada titik temu dengan perspektif hukum. Dualisme DPR berbeda halnya dengan sengketa antar lembaga yang mekanisme penyelesaiannya diatur perundangan.
Peneliti Bappenas ini menilai MPR sebagai lembaga tertinggi yang dapat menjadi mediasi terhadap konflik DPR. "MPR sesuai kewenangan lembaga yang mengubah UUD. Ketika ada yang menyimpang UUD, maka MPR yang mengingatkan DPR. Praktik yang terjadi itu menyimpangi DPR. Jadi ruang MPR memiliki legal standing untuk menengahi," katanya.
Ia mengimbau agar pimpinan MPR terjun langsung melakukan rapat konsultasi mengundang DPR, DPD agar kembali pada dasar negara, yakni Pancasila. Menurutnya, MPR memiliki produk hukum melalui keputusan MPR. Ia berpendapat keputusan DPR dapat menjadi solusi atas permasalahan yang tak kunjung usai antara KIH dengan KMP.
MPR sejatinya tak hanya melakukan fungsi penjaga konstitusi, tetapi lebih menjaga bangsa dan negara disaat adanya konflik. "MPR ini lembaga yang menjaga bangsa dan negara memiliki kewenangan yang tinggi. Pimpinan MPR harus aktif dalam mencari jalan atas deadlock di DPR. MPR punya kewajiban moril, jadi bukan presidenn mengeluarkan Perppu UU MD3, tetapi pimpinan MPR harus turun tangan," ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Jember Jawa Timur ini.
Dilain kesempatan, dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fisip) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Andar Nubowo, menambahkan pimpinan MPR mesti melepaskan ego dan baju partai. Sebagai negarawan, pimpinan MPR mesti hadir dalam konflik yang berkaitan dengan bangsa dan negara.
"Kita membutuhkan sikap kenegarawanan pimpinan MPR atas konflik yang ada. Jadi MPR punya peran kultural dan keluar dari peran dan fungsi normatifnya," pungkas Andar yang juga Dirut Eksekutif Indo Strategi Research and Consulting itu.
Peneliti Bappenas ini menilai MPR sebagai lembaga tertinggi yang dapat menjadi mediasi terhadap konflik DPR. "MPR sesuai kewenangan lembaga yang mengubah UUD. Ketika ada yang menyimpang UUD, maka MPR yang mengingatkan DPR. Praktik yang terjadi itu menyimpangi DPR. Jadi ruang MPR memiliki legal standing untuk menengahi," katanya.
Ia mengimbau agar pimpinan MPR terjun langsung melakukan rapat konsultasi mengundang DPR, DPD agar kembali pada dasar negara, yakni Pancasila. Menurutnya, MPR memiliki produk hukum melalui keputusan MPR. Ia berpendapat keputusan DPR dapat menjadi solusi atas permasalahan yang tak kunjung usai antara KIH dengan KMP.
MPR sejatinya tak hanya melakukan fungsi penjaga konstitusi, tetapi lebih menjaga bangsa dan negara disaat adanya konflik. "MPR ini lembaga yang menjaga bangsa dan negara memiliki kewenangan yang tinggi. Pimpinan MPR harus aktif dalam mencari jalan atas deadlock di DPR. MPR punya kewajiban moril, jadi bukan presidenn mengeluarkan Perppu UU MD3, tetapi pimpinan MPR harus turun tangan," ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Jember Jawa Timur ini.
Dilain kesempatan, dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fisip) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Andar Nubowo, menambahkan pimpinan MPR mesti melepaskan ego dan baju partai. Sebagai negarawan, pimpinan MPR mesti hadir dalam konflik yang berkaitan dengan bangsa dan negara.
"Kita membutuhkan sikap kenegarawanan pimpinan MPR atas konflik yang ada. Jadi MPR punya peran kultural dan keluar dari peran dan fungsi normatifnya," pungkas Andar yang juga Dirut Eksekutif Indo Strategi Research and Consulting itu.
__._,_.___
Posted by: public@lawfoundation.com
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar