Minggu, 02 November 2014

[Media_Nusantara] Surat Terbuka untuk Kapolda Jatim Tentang Kasus Gereja Bethany

 

Surat Terbuka untuk Kapolda Jatim Tentang Kasus Gereja Bethany 

by H. Tatang Istiawan  (tatangistiawan@gmail.com).

Penyidik Perkara Bethany Diduga Diskriminatif

Konflik antar pucuk Pimpinan Gereja Bethany Nginden, ternyata tidak pernah berhenti. Kini muncul babak baru menggugat dan melaporkan secara pidana. Ada apa motif yang sebenarnya? Benarkah ini berebut uang persepuluhan jemaat yang tiap bulan ditaksir masuk ke pengurus Gereja antara Rp 9 miliar sampai Rp 40 miliar. Sejumlah pendeta memprediksi saat ini, Pdt Aswin yang melakukan gerakan "sapujagat" menggugat tanpa pandang bulu, saat ini pendeta yang terkaya dibanding pendeta yang berseberangan dengannya seperti Pdt Ir. Sudjarwo, Pdt. Bambang Yudho, Pdt Leonard Limato dan Pdt Hanna. Saya yang kenal dengan semua pendeta, kecuali Pdt Hanna (Istri Pdt Yusak, yang juga saya kenal), dugaan konflik mempersoalkan uang persepuluhan mendekati kebenaran. Mengingat, baik Pdt Abraham Alex maupun Pdt Aswin, tidak mau transparan atas pengelolaan uang persepuluhan dari jemaat Gereja Bethany. Padahal KIP (Komisi Informasi Publik) sudah memutuskan Majelis Pekerja Sinode Gereja Bethany mempublikasikan laporan keuanga jemaat ke publik. Apa alasan mereka tidak mau transparan? Maka itu, ada sinyalemen, upaya saling melapor ke polisi ini diduga menggunakan uang untuk menjebloskan lawan sengketa sekaligus menggugat. Berikut surat terbuka saya yang pertama.

Kapolda Irjen Anas Yusuf Yth, 

Anda baru satu bulan menjabat Kapolda Jatim. Seperti umumnya pejabat baru, periode awal-awal menjabat, biasanya dipakai untuk penjajakan mengenal lingkup tugasnya. Tentu terkait lingkup internal maupun eksternal, termasuk tantangan Polri dalam penegakan hukum di Jawa Timur.

Sebagai seorang Jenderal Polisi, Anda telah tahu bahwa masyarakat dan polisi merupakan dua kegiatan yang tidak bisa dipisahkan. Artinya, tanpa masyarakat, tidak akan ada polisi. Demikian sebaliknya, tanpa polisi, proses-proses dalam masyarakat bisa tidak berjalan dengan lancar dan produktif. Pendeknya, dalam kehidupan di masyarakat, susah mengatakan polisi tidak di perlukan masyarakat.
Sebelum Anda menduduki jabatan sebagai Kapolda Jatim, Polda Jatim telah menangani beberapa laporan dari sejumlah pendeta Gereja Bethany. Ada laporan penghinaan, pemalsuan surat dan perbuatan tidak menyenangkan. Diantara kasus ini sudah dilakukan gelar perkara dan salah satu pendeta telah ditetapkan sebagai tersangka. Menariknya, sampai sekarang, pemberkasan kasus-kasus itu atau penanganannya tidak jelas juntrungannya. Pendeta yang menjadi tersangka itu adalah Pdt Yusak, menantu Pdt Abraham Alex. Yusak, menjadi pendeta setelah menikahi Hanna Isti, anak perempuan Pdt Abraham alex.

Padahal KUHAP , sebagai pedoman beracara dalam perkara pidana memiliki salah satu asas esensial yaitu peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Asas ini selain terkandung dalam KUHAP juga dipertegas dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Makna yang terkandung di dalam asasini memiliki maksud luhur. Artinya, Peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan dan kepastian hukum bagi tersangka atau terdakwa yang menjalani proses peradilan. Maka itu, Polri, sebagai penyidik atau ujung tombak dalam sistem Peradilan Pidana atau criminal justice system, memiliki peran yang sangat strategis sekali yaitu sebagai koki yang menghidangkan masakan yang bernama berkas perkara pemeriksaan atau BAP.

Kapolda Irjen Anas Yusuf Yth,

Sebagai bagian dari masyarakat madani (civil society), Anda tahu bahwa Pers nasional kita mengemban setidaknya empat fungsi pers sebagai kontrol sosial . apalagi dalam reformasi saat ini, filosofi control sosial pers yang terkandung dalam UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers memiliki unsur-unsur (a) social participation atau keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan, (b) social responsibility atau pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat, (c) social support atau dukungan rakyat terhadap pemerintah, dan (d) social control atau control masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.

Jadi, keaktifan saya mengikuti proses berperkaranya sejumlah pendeta Gereja Bethany sejak awal meletup (dimunculkan oleh advokat George Hadiwiyanto, karena ia ingin menegakkan keadilan dan kebenaran atas nama pendiri Badan Hukum Gereja Bethany Pdt Leonard Limato yang didholimi oleh Pdt Abraham Alex Tanuseputra) Februari 2013 ini justru untuk membantu Pimpinan Polri dalam mengawasi penyidik yang menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan konflik antar pendeta Gereja Bethany. Setidaknya, ada dua tujuan saya mengkontrol penanganan kasus Bethany sejak dari Penyidikan Pertama, untuk membuktikan sudahkah penyidik yang ditugaskan pimpinannya di Direktorat Reserse Umum Polda Jatim telah mengusut kasus laporan pendeta Bethany secara professional?. Dan kedua, apakah saat melakukan penyelidikan dan penyidikan, penyidik-penyidik itu telah melakukan secara proporsional dan sekaligus tidak main mata dengan salah satu kubu yang bersengketa.

Dalam surat terbuka ini, saya terpaksa (perlu) mengungkap dan mengulang jargon profesionalisme dan proporsionalisme Polri, karena teringat dengan hasil laporan masyarakat yang diterima oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada akhir tahun 2007. Dalam laporan tersebut, menunjukkan bahwa kinerja korps reserse , paling dominan atau paling banyak dikeluhkan masyarakat. Keluhan itu terkait profesionalisme dan penggunaan hak diskresi yang tidak tepat. Misalnya, menghentikan pemeriksaan, penyelidikan, atau penyidikan kasus ditengah jalan. Diskresi penghentian penyidikan semacam ini saya tenggarai juga dilakukan dalam kasus saling lapor pendeta Gereja Bethany Nginden Surabaya. Terutama menyangkut Pdt Yusak, yang telah ditetapkan oleh penyidik sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan surat (Sertifikat).

Kapolda Irjen Anas Yusuf Yth,

Meski saat itu Anda belum bertugas di Polda Jatim, tapi saat ini Anda menjadi orang pertama di Polda Jatim. Apalagi background Anda yang sebelum ditunjuk menjadi Kapolda Jatim adalah Wakabareskrim Mabes Polri. Saya berharap Anda bisa menelisik kemana "nasib" perkara-perkara yang sempat ramai di publik, tapi mandek di tengah jalan seperti penetapan tersangka Pdt Yusak.

Saya berharap, hasil telisikan Anda itu bisa dipublikasikan ke masyarakat sebagai bagian dari semangat reformasi yang ada dalam tubuh Polri. Salah satu semangat reformasi Polri adalah akuntabilitas, SOP (standar operasional dan prosedur) dan etika dalam proses penyidikan.

Untuk Anda ketahui bahwa dalam laporan konflik antar pendeta Bethany babak pertama, sejumlah Pengurus Gereja Bethany mulai ribut ketika Pdt. Dr. Yusak Hadisiswantoro, MA. MenantuPdt Abraham Alex, ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan lima sertifikat gereja Bethany (Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP). Ancaman terhadap kejahatan pemalsuan adalah enam tahun dan masa kadaluwarsa menurut KUHP terhadap ancaman lebih tiga tahun adalah 12 tahun (Pasal 76 s/d 85 KUHP).

Sebagai seorang Jenderal instansi penegak hukum, Anda tentu akan tertib menjalankan penegakan hukum termasuk administrasi pemidanaan. Menggunakan tolok ukur ini, saya optimistis Anda tidak akan merelakan perwira-perwira di Direktorat Reserse Umum Polda Jatim mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Pdt Yusak Hadisiswantoro, dengan alasan telah ada perdamaian dibawah tangan antara Pdt Yusak dengan Pdt David Aswin. Mengingat kasus pemalsuan surat bukan delik aduan.

Ketidak-jelasan nasib tersangka Pdt Yusak, hampir dua tahun ini menurut saya menggambarkan penyidik di Direktorat Reserse Umum Polda Jatim, belum memahami secara benar semangat reformasi yang digulirkan oleh Kapolri. Ada kesan menggunakan konsep diskresi seolah-olah. Atas nama ilmu hukum, adalah wajar akuntabilitas penyidik yang memeriksa Pdt Yusak, perlu dipertanyakan. Mengingat Akuntabilitas penyidik oleh pimpinan Polri dipergunakan untuk mengukur atau mempertanggung jawabkan kewajaran kinerjanya dari segi materil, baik kepada atasannya maupun kepada publik. Termasuk penggunaan anggaran penyidikan.

Dalam semangat ini, Pimpinan Polri berharap akuntabilitas penyidik dapat berbanding lurus dengan output yang dihasilkan.

Nah sekiranya, kasus Pdt Yusak yang sudah ditetapkan tersangka pemalsuan surat oleh penyidik Polda, dan kemudian tidak ada kejelasan (istilah umumnya adalah ada penyidik yang melakukan diskresi melalui mekanisme ''menggantung perkara'' yang lama-lama hilang ditelan angin. Terutama-bila pers dan civil society tidak mengawal dan mengkontrolnya), baik tentang penahanannya maupun pemberkasannya. Penyidik yang "bermain-main dengan menggunakan diskresi" semacam ini menurut ilmu hukum yang mengerti hakikat keadilan yang diamanatkan KUHAP, penyidik bisa dipra-peradilankan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga itu bisa LSM, akademisi, pers dan informal leader.

Terkait relevansi pihak ketiga mengajukan pra-peradilan terhadap diskresi oleh penyidik yang tidak berdasarkan hukum adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-X/2012. MK menyatakan bahwa Lembaga Masyarakat (LSM) dapat mengajukan pra-peradilan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Artinya, MK menyebutkan kepentingan pihak ke-tiga melakukan pra-peradilan perkara yang di SP3 oleh penyidik Polri adalah Pasal 80 KUHAP. Pasal ini menyatakan sepanjang frasa ''Pihak ketiga yang berkepentingan'' adalah bertentangan dengan konstitusi yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, maka pihak ketiga bisa mempra-peradilan Polri yang menghentikan penyidikan dan bertentangan dengan konstitusi. Ketentuan ini dikaitkan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mengatur tentang pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Maka itu, saya yang selalu berpendapat dan menulis dengan menggunakan ilmu hukum, UU Kepolisian, KUHP maupun KUHAP, diskresi terhadap penghentikan penyidikan tidak bisa dilakukan secara serampangan. Akal sehat saya bilang, Anda pasti akan terkejut mendapati penyidik yang sama melakukan diskriminasi terhadap tersangka dalam sangkaan yang sama yaitu pemalsuan surat di Direktorat Reserse Umum Polda Jatim. Diskriminasi ini adalah Pdt Yusak, yang adalah menantu Pdt Abraham Alex. Meski Yusak telah ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan surat pada bulan Juli 2013, tapi sampai kini, Yusak tidak pernah ditahan, dan berkasnya belum dikirim ke Kejaksaan, apalagi disidangkan sampai Pengadilan.
Sedangkan Pdt Ir. Sujarwo, yang tidak ada hubungan biologis dengan Pdt Abraham Alex, "hanya" disangka memalsu Surat Keputusan Pengurus Gereja Bethany, langsung ditahan. Padahal kerugian yang dilakukan oleh Pdt Sujarwo, tidak ada. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh Pdt Yusak, telah nyata. Atas fakta hukum ini, saya bertanya dimana reformasi dalam tubuh Polri, dipraktekkan di Direktorat Reserse Umum Polda Jatim. Oleh karena itu, saatnya Anda bersih-bersih atas kejanggalan dan keanehan dalam penanganan kasus-kasus konflik antar pendeta Gereja Bethany. Saya siap ikut eksaminasi atau gelar perkara sebagai pihak yang melakukan second opinion dari kelompok masyarakat madani  

Ironi Hukum, Sama-sama Disangka Pemalsuan Surat, Pdt Yusak Bebas, Pdt Sujarwo Ditahan

Kapolda Irjen Anas Yusuf Yth,

Melalui surat terbuka ini, saya ingin memberi informasi positif buat Anda. Informasi tentang rasan-rasan puluhan jemaat dan pendeta Gereja Bethany soal nasib saling lapor antar sejumlah pendeta Bethany pada tahun 2013 dengan laporan tahun 2014. Menariknya, diantara pendeta itu ada anak dan menantu pendeta kharismatik Abraham Alex Tanuseputra.

Kepada saya, diantara mereka bertanya-tanya, mengapa sesama pemuka agama berurusan dengan pihak kepolisian. Ada apa anak dan menantu Pdt Abraham Alex berperkara. Mereka mendengar saling melapornya sejumlah pendeta itu terkait urusan uang persepuluhan jemaat yang mencapai triliunan. Belum jelas kepastian hukum kasus antar pendeta di Polda Jatim tahun 2012, tapi pada tahun 2014 muncul kasus kedua. Subyek hukum kali ini ada yang tetap, dan ada yang pendatang baru. Subyek hukum lama adalah Pdt David Aswin. Sedangkan subyek hukum baru adalah Pdt Ir. Sujarwo, dan Pdt. Bambang Yudho.

Pada bulan April 2014, Pdt David Aswin (48 Tahun) dilaporkan oleh Pdt Ir. Sudjarwo, diduga anak Pdt Abraham Alex Tanuseputra itu melakukan penggelapan dalam jabatan atasa set Gereja. Laporan Pdt Ir. Sujarwo No. TBL/419/IV/2014/UM/SPKT tertanggal 08 April 2014 ini dibuat oleh Ka Siaga ''B'' SPKT Polda Jatim, Kompol Santoso Albasor,SH.

Kapasitan Ir Sujarwo dalam laporan itu, sebagai sekretaris Aswin di Majelis Pekerja Sinode (MPS) Gereja Bethany. Sebagai orang kedua di Majelis Sinode, Ir. Sujarwo mengetahui penggunaan keuangan gereja yang dikelola Pdt Aswin. Ia terkejut ada uang gereja untuk membeli mobil-mobil mewah, tanah dan rumah. Mobil dan tanah itu ada yang diatas namakan pribadi Pd Aswin yang beralamat di Aatern Fron WP 16 No. 10 Citra Land Surabaya.

Alat bukti yang sudah diajukan oleh Pdt Sujarwo, ke penyidik, selain dokumen, juga saksi-saksi. Termasuk putusan KIP (Komisi Informasi Publik) Jatim yang memerintahkan MPS Pimpinan Pdt. Aswin, menyampaikan laporan keuangan Gereja kepada publik, terutama jemaat gereja.

Sebagai seorang pendeta yang mengikuti sejak awal pembangunan Gereja Bethany yang megah itu, laporan yang dilakukan oleh Pdt Sujarwo, juga mendapat dukungan audit forensik dari seorang ahli hukum. Atas sejumlah alat bukti itu, Pdt Sujarwo yakin, laporan polisi di Direktorat Reserse Umum Polda Jatim ini telah memenuhi unsur pembuktian Pasal 183 KUHAP yaitu minimal dua alat bukti. Ia telah berkonsultasi dengan dua doktor ilmu hukum.

Beberapa pendeta Gereja Bethany, baik yang di Nginden maupun di lokal-lokal sekitar Surabaya terkejut, saat mendengar Pdt Sujarwo, ditahan. Penahanan warga Perumahan Tanjung Permai Blok A No. 21 Medokan Semampir Surabaya itu dikeluarkan oleh Kombes Drs. Bambang Priyambadha, SH, M.Hum, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim. Penahanan ini menggunakan surat perintah penahanan No. SP.Han/82/X/2014/Direskrimum, tertanggal 03 Oktober 2014.

Dalam perintah penahanan itu, Kombes Bambang menyebut dasar penahanan adalah Laporan Polisi atas nama Yacob Hadi Winarno, selaku kuasa dari Pdt David Aswin. Laporan Pdt. Aswin No. LPB/948/VIII/2014/UM/Jatim, tanggal 21 Agustus 2014.

Keterkejutan sejumlah jemaat dan pendeta Gereja Bethany itu beralasan, karena laporan Pdt Aswin, baru belakangan, tapi diproses lebih cepat, bahkan penyidik sampai menahan Pdt Sujarwo.

Kapolda Irjen Anas Yusuf Yth,

Kronologi kejadian ini perlu saya ungkap untuk kajian Anda. Ada apa sebenarnya dengan penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim. Mengapa laporan pidana kasus Bethany tahun 2013, masih belum ada yang disidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Direktorat yang sama sudah menangani kasus terbaru dan langsung melakukan penahanan. Inikah bukti bahwa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim telah melaksanakan asa peradilan cepat, sederhana dan biaya murah. Bila benar, mengapa baru laporan Pdt David Aswin yang diprioritaskan. Apakah karena latarbelakang Aswin yang dikenal dikalangan pendeta Bethany sebagai orang kaya?. Ataukah penyidikan laporan Pdt David Aswin, sederhana dan mudah diselesaikan lebih cepat dibandingkan laporan pidana Pdt Ir. Sujarwo dkk.

Sampai kini, wartawan saya yang bertugas meliput di Polda Jatim, tidak pernah mendapat penjelasan resmi dari Kadiv Humas Polda Jatim bagaimana nasib perkara laporan pendeta Bethany yang sudah disidik pada tahun 2013, terutama terhadap Pdt Yusak, yang telah ditetapkan sebagai tersangka? Apakah semua perkara itu dihentikan secara hukum, atau dihentikan sebagai diskresi penyidik yang dalam bahasa populernya dikenal perkara ''digantung'' yaitu dihentikan secara hukum. Artinya sampai kini tidak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) atas kasus tersangka Pdt Yusak, dan juga tidak ada kabar dilanjutkan, termasuk tidak ada SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) di Kejaksaan. Pertanyaan ini saya sampaikan kepada Anda terkait dengan tujuan hukum yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfatan. Adakah laporan antar pendeta gereja Bethany dan anak serta menantu Pdt Abraham Alex disidik oleh anak buah Anda untuk kepastian hukum dan keadilan?.

Kapolda Irjen Anas Yusuf Yth,Peristiwa yang dialami oleh penyidik yang menjadi Anak buah Anda ini menggugah saya untuk mengikutinya sampai tuntas. Cara saya mengikuti kasus ini bagian dari fungsi pers yaitu kontrol sosial yang dijamin oleh UU No. 40 Tahun 1999. Apalagi saya, sejak muda telah digembleng menjadi wartawan hukum yang pernah meliput di Polda Jatim lebih 17 tahun lamanya. Saya diajarkan oleh ilmu hukum bahwa fungsi kontrol pers terhadap penegakan hukum harus dilakukan secara tuntas. Arti tuntas bukan akronim dari tuntunan dari atas, melainkan memantau dan meliput sampai perkara Bethany berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Bahkan wartawan atau media yang mengerti tujuan hukum, akan meliput sampai pelaku menjadi terpidana dan keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.

Pengetahuan saya tentang kepolisian cukup mendalam. Ini karena saya ''bekerja'' di Polda Jatim selama lima Kapolda. Kebetulan saya juga sering mengikuti pendidikan diluar sekolah formal tentang ''Polisi Sahabat Rakyat'' dan ''Polisi Penegak Hukum yang Bersentuhan dengan HAM''. Maka itu saya mengerti bahwa polisi adalah garda terdepan dalam penegakan hukum. Otomatis ia memiliki tanggung jawab yang cukup besar untuk mensinergikan tugas dan wewenangnya. Terutama dikaitkan dengan adanya Pasal 13 Undang - undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal ini menegaskan bahwa Polri memilik tugas antara lain menegakkan hukum.

Maksud dari pasal ini, dalam melaksanakan tugas dan wewenang , secara keilmuan, Polisi dituntut untuk memperhatikan kepentingan masyarakat. Salah satu tugas Polisi yang sering mendapat sorotan masyarakat adalah penegakan hukum. Artinya, dalam mempraktikkan penegakan hukum, Polri acapkali dihadapkan dua hal yaitu dilakukan menjalankan penegakan hukum berdasarkan Undang undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Misalnya upaya paksa seperti penahanan terhadap terlapor Ir. Sujarwo. Dan pilihan kedua yaitu suatu tindakan yang lebih mengedepankan keyakinan.

Dalam tindakan keyakinan, petugas kepolisian menggunakan pendekatan moral pribadi dan kewajiban hukum. Antara lain memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat. Misalnya, tidak menahan Pdt Pdt. Dr. Yusak Hadisiswantoro, MA. Menantu Pdt Abraham Alex, yang sejak tahun 2013 ini telah ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan lima sertifikat gereja Bethany (Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP). Alasan Polisi, telah ada perdamaian antara Pdt Yusak dengan Pdt Aswin. Padahal perkara Pdt Yusak, adalah delik biasa, bukan delik aduan. Secara hukum, demi kepastian hukum dan keadilan, meski ada perdamaian, suatu perkara yang telah diproses dan pelakunya telah ditetapkan sebagai tersangka, tidak adil bila perkaranya ''digantung'' yaitu tidak ada SP3, tetapi perkara jalan ditempat.

Dua penanganan terhadap tersangka Pdt Yusak dan Pdt Sujarwo, mengundang perbincangan di publik. Artinya, kedua pendeta itu sama-sama disangka pemalsuan surat, tetapi mengapa Pdt Sujarwo, ditahan, sedangkan Pdt. Yusak bebas. Apakah Pdt Yusak, telah berdamai?. Padahal kerugian yang disebabkan oleh tindakan Pdt Yusak, riil yaitu sertifikat. Sedangkan kerugian yang diperbuat oleh Pdt Sujarwo, belum ada secara riil, apalagi materil. Maka itu, ada baiknya, kasus Bethany yang disidik sejak tahun 2013 digelar. Sebagai jurnalis yang mengikuti sejak awal, saya siap melakukan second opinion terhadap laporan dari anak buah Anda.

Menyoal Penahanan Pdt Ir. Sujarwo, dari Aspek Keadilan Substansial

Kapolda Irjen Anas Yusuf Yth,

Sepuluh hari setelah dilantik menjadi Kapolda Jatim, Anda memperoleh gelar Doktor ilmu hukum dari Universitas Trisakti Jakarta, dengan predikat Cum laude. Saya tertarik dengan topik disertasi Anda tentang restorative justice yang berjudul Potensi Implementasi Restorative Justice dalam Penegakan Hukum Pidana oleh Polri guna Mewujudkan Keadilan Substansial. 

Dalam pandangan saya, kini, Anda praktis telah menyandang dua atribut sekaligus yaitu praktisi hukum berpangkat Jenderal dan seorang ilmuwan. Saya termasuk salah satu warga Surabaya yang kagum dengan predikat Anda praktisi penegak hukum yang ilmuwan. Terkait dengan kasus saling lapor antar Pendeta Bethany di Polda Jatim saat ini, saya ingin sharing dengan Anda tentang makna penegakan hukum dan keadilan substansial yang menjadi kajian disertasi Anda.

Mempelajari UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, ada pasal yang mengatur tugas dan peran Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban sosial. Dalam implementasi sehari-hari, saya membaca di beberapa media pernah terjadi penyalahgunan wewenang dan kekuasaan dilakukan oleh aparat kepolisian (oknum). Secara sosiologis, saya bisa memahaminya, karena polisi memang rawan menyalahgunakan kekuatan kepolisiannya (police power). Selain melanggar kode etik profesinya sampai pada melanggar hak asasi manusia.

Terkait dengan keadilan substansial, menurut saya semua penyidik Polri dalam penegakan hukum saatnya dituntun taat pada kepastian hukum sekaligus keadilan bagi masyarakat. Mengingat selama ini yang banyak saya temui di lapangan sudutpandang penyidik masih condong kepastian hukum semata. Artinya, kepastian hanya menyelaraskan unsur dalam pasal yang dikutip dari KUHP. Padahal bagi masyarakat pencari keadilan pada umumnya menuntut keadilan substantif. Keadilan ini beraroma pada keadilan yang sesuai dengan aturan-aturan hukum substantif. Artinya menegakkan keadilan yang memperdalam pada hak-hak substantif pencari keadilan. Bukan semata prosedural pasal-pasal dalam KUHP. Oleh karena itu, sikap dan perilaku anggota Polri saatnya dituntun untuk menunjukkan karakter Polri yang sesungguhnya seperti yang ada dalamTribrata. Agar karakter Polri sebagai penegak hukum yang mengimplementasikan keadilan sosial perlu diingatkan secara terus-menerus tentang Etika Kepolisian yaitu Etika Profesi Polri sebagai kristalisasi nilai-nilai Tribrata.

Dengan kata lain, keadilan substantif bukan berarti penyidik Polri bisa mengabaikan bunyi undang-undang. Melainkan, dengan keadilan substantif, penyidik Polri sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum bisa mengadopsi semangat hakim yang dituntut mengabaikan undang-undang yang tidakmemberi rasa keadilan dan tetap berpedoman pada formal procedural Undang-undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum.

Kapolda Irjen Anas Yusuf Yth,

Membandingkan penanganan kasus tersangka Pdt Yusak dan Pdt Sujarwo, dikaitkan dengan keadilan substansial, rasa keadilan perlu dihadirkan di kalangan penyidik di Polda Jatim, termasuk penyidik yang kini menangani kasus saling lapor antar pendeta Gereja Bethany.

Kejadian mengapa Pdt Ir. Sujarwo mendapat SK keputusan dari Pdt Abraham Alex Tanuseputra untuk menjadi Pengurus Gereja Bethany Lokal. Kalau toh ada fakta, Pdt Sudjarwo, yang menyusun konsep atau draft SK keputusan itu, secara substansial perlu dikaji siapa yang menyuruh, kemudian siapa Pdt Abraham Alex Tanuseputra. Selanjutnya, bagaimana aturan Anggaran Rumah Dasar dan Rumah tangga Gereja Bethany.

Nilai-nilai mengapa, siapa dan bagaimana yang saya sebutkan adalah makna dari keadilan substansial. Artinya, penyidik tidak perlu langsung menahan Pdt Ir. Sujarwo, bila semua penyidik dari Direktur Reserse Umum Polda Jatim Kombes Bambang Prihambadha, SH, M.Hum sampai penyidik langsung yaitu Kompol JK Simamora SH dan Kompol Prayitno,SH, mengerti hakikat keadilan substansial yang Anda jadikan materi disertasi Anda.

Menggunakan pendekatan keadilan substansial, saya menilai, penahanan terhadap Pdt Ir. Sujarwo, dengan sangkaan melanggar Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP, adalah tidak adil dan cenderung mengedepankan kesewenang-wenangan. Jadi penahanan yang diperintahkan oleh Kombes Pol. Drs. Bambang Prihambadha, SH, M.Hum, menggunakan Surat Perintah Penahanan No. SP.Han/182/X/2014/Ditreskrimun, menurut cara pandang keadilan, masuk dalam keadilan prosedural, bukan keadilan substansial yang Anda jadikan bahan disertasi di Universitas Trisakti Jakarta. Dalam bahasa Prof. Sutjipto Rahardjo, yang dikenal sebagai penggagas hukum Progresif, penegak hukum yang mengedepankan keadilan prosedural suka menggunakan kacamata kuda. Mengingat, keadilan prosedural senantiasa berkaitan dengan proses hukum, bukan nila-nilai yang berkembang di masyarakat. Artinya suatu proses hukum dianggap adil secara prosedural.

Oleh karena itu, sebagai jurnalis yang mendalami ilmu hukum sejak muda, saya perlu mengirim surat terbuka dan respek dengan materi disertasi Anda tentang keadilan substansial. Rasa keadilan saya sebagai manusia (saya muslim, tapi kemanusiaan saya bisa terusik, sebab keadilan itu bersifat universial dan menyangkut Hak Asasi Manusia. Jadi soal keadilan tidak terkait soal agama) terpanggil untuk menulis demi mewujudkan keadilan substansial itu bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sejak penegakan hukum di tingkat penyidikan Polri.

Apalagi dalam pembuktian Pasal 263 Ayat (1)dan ayat (2), unsur dapat menimbulkan kerugian merupakan unsur obyektif. Maka itu, menggunakan tolok ukur keadilan substansial, kerugian apa yang diderita oleh pelapor Pdt David Aswin atas Surat Keputusan yang dibuat oleh Pdt Abraham Alex, ayah kandungnya sekaligus pendiri gereja kepada gembala gereja yang telah lama mengabdi di Gereja Bethany. Mengingat, kegiatan gereja menyangkut pelayanan jemaat, bukan lembaga bisnis.

Dalam keadilan substansial, masalah kejahatan pemalsuan surat menyangkut upaya melindungi kepentingan hukum publik perihal kepercayaan terhadap kebenaran atas isi sebuah surat. Artinya, objek sebuah surat dapat menimbulkan suatu hak; perikatan; pembebasan utang dan untuk membuktikan suatu hal atau keadaan tertentu. Hal ini bersentuhan dengan pebuatan membuat surat palsu (valschelijk opmaaken) dan memalsu (vervalsen).

Karena Pdt Sujarwo adalah gembala, Pdt Abraham Alex adalah pendiri Gereja Bethany dan Pdt David Aswin adalah anak Pdt Abraham Alex yang diangkat oleh Pdt Abraham Alex menggantikannya, dengan menggunakan pendekatan keadilan substansial, maka penahanan terhadap Pdt Sujarwo, patut disoal motivasinya dan provokatornya. Apalagi masalah kedudukan hukum jabatan Majelis Pekerja Sinode Gereja Bethany yang pernah disengketakan oleh Pdt Leonard Limato sebagai pendiri Badan Hukum Gereja telah diselesaikan melalui perdamaian oleh Pdt Abraham Alex bersama Pdt Leonard Limato. Dengan perdamaian di Notaris dan diperkuat dengan perdamaian di Pengadilan (dading), maka logika hukumnya perlu diuji legal standing Pdt David Aswin, sebagai pelapor merasa dirugikan oleh Surat Keputusan Pdt Abraham Alex.

Bersentuhan dengan keadilan substansial ada baiknya Anda yang mendapat predikat Cum Laude Doktor Ilmu Hukum perlu mengajarkan pada para penyidik tentang perbedaan penting antara keadilan substantif dan keadilan prosedural. terutama dalam proses penegakan hukum. Secara keilmuan, penyidik Polri sebagai penegak hukum ada baiknya melakukan review terhadap akar filosofis dari penegakan hukum itu sendiri. Antara lain dengan mencermati pendapat Hans Kelsen, filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria (1881-1973). Dinyatakan bahwa penegakan hukum oleh penegak hukum terikat pada teori positivisme, yaitu bahwa keadilan itu lahir dari hukum positif yang ditetapkan manusia. Artinya, Hans Kelsen menekankan bahwa konsep keadilan itu mencakup pemahaman yang jernih dan bebas nilai.

Menurut Hans Kelsen, penegak hukum (hakim) harus menemukan hukum dan menggunakan interpretasi, analogi atau konstruksi hukum untukpenemuan hukum. Artinya, seorang penegak hukum, termasuk hakim dalam menegakkan hukum diupayakan menelusuri peraturan yang mengatur peristiwa khusus atau yang mirip dengan peristiwa yang hendak dicari hukumnya dengan jalan argumentasi atau argumentum acontrario atauargumentum per analogiam.

Penelusuran peristiwa timbulnya SK yang mengangkat Pdt Ir. Sujarwo menjadi Gembala Gereja Bethany Lokal Nginden itu untuk tujuan apa?. Siapa Pdt Abraham Alex Tanuseputra itu. Semua pendeta di Gereja Bethany termasuk jemaatnya akan menjawab bahwa Pdt Abraham Alex adalah pendiri Gereja yang dalam AD-ART Gereja tidak bisa dicabut atau dibatalkan, karena dia perintis Gereja Bethany. Maka itu, menggunakan pendekatan keadilan substansial, mengapa urusan pelayanan jemaat saja, Pdt. David Aswin sampai menjebloskan Pdt Ir. Sujarwo ke tahanan. Apakah sakit hati, karena beberapa bulan sebelumnya, Pdt Ir. Sujarwo, beserta pendeta lain melapor lebih dulu ke Polda Jatim, bahwa Pdt David Aswin, diduga melakukan penggelapan dalam jabatan selama menjadi Ketua Majelis Pekerja Sinode Gereja Bethany.



__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar