#MelawanLupa : sumber Harian Duta Masyarakat (ttp://dutamasyarakat.com) ahad, 18 Januari 2009 Laporan Khusus (Copy data dari Instansi terkait, ada di harian Duta Masyarakat edisi cetak, Ahad Tanggal 18 Januari 2009)
Soekarwo Anak PKI Beredar Lagi ?
Pemungutan suara ulang Pilgub Jatim di Kab. Sampang dan Bangkalan, Madura, Rabu (21/1) mendatang, diwarnai beredarnya fotokopi dokumen yang menyebut calon gubernur (cagub) Soekarwo (Pakde Karwo) merupakan anak anggota PKI (Partai Komunis Indonesia). Fotokopi dokumen itu beredar luas dari warga ke warga dan sebagian ditempel di sejumlah tempat umum, baik di Sampang maupun Bangkalan.
MUNCULNYA dugaan bahwa cagub Soekarwo anak PKI sebenarnya sudah beredar sejak Pemilihan Gubernur Jawa Timur putaran pertama yang digelar 23 Juli 2008 lalu. Saat itu Soekarwo berhadapan dengan empat cagub lain, yakni Achmady (PKB), Sutjipto (PDIP), Soenarjo (Golkar), dan Khofifah Indar Parawansa (Koalisi Jatim Bangkit). Stiker yang menyebut Soekarwo anak PKI itu, misalnya, ditemukan di Lumajang. Stiker ini juga beredar dari warga ke warga. Sebagian lagi ditempel di sejumlah tempat keramaian. Hal serupa terjadi lagi di Sampang dan Bangkalan dalam pilgub ulang kali ini.
Hanya bedanya bila saat itu berupa stiker yang antara lain berbunyi SIAPKAH RAKYAT JAWA TIMUR DIPIMPIN GUBERNUR ANAK PKI? kali ini berupa dokumen yang mencantumkan urut-urutan garis keturunan bahwa Soekarwo anak PKI (lihat juga dokumen selengkapnya di halaman 10 dan 15, Red.).
Dokumen ini kayaknya resmi. Jadi warga di sini manggut-manggut saja saat melihatnya, kata seorang warga Galis yang menolak menyebut namanya. Panwas Pilgub Bangkalan tampaknya juga sudah mendapatkan foto kopi dokumen berisi silsilah keluarga Soekarwo tersebut. Dalam silsilah keluarga Soekarwo yang ditunjukkan pada wartawan itu tertulis, bahwa orang tua Soekarwo yaitu Kartodihadjo kelahiran Desa Palur Kecamatan Kobonsari Kabupaten Madiun tahun 1905. Dokumen ini memuat pula semasa hidupnya Kartodihardjo aktif di organisasi Barisan Tani Indonesia (BTI). BTI merupakan organisasi di bawah kendali PKI. Sama dengan PR (Pemuda Rakyat), Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), dan banyak organisasi lain yang bentukannya tanpa bentuk (OTB) hasil bentukan orang-orang PKI.
Dalam dokumen itu Kartodihardjo disebutkan kawin dengan Dasiem mempunyai tiga anak yaitu Sukarno bekerja sebagai pegawai Agraria Ngawi, Sukarwo bekerja di Pemda Surabaya, dan Sukarti sebagai petani.
Menanggapi adanya dokumen silsilah keturunan salah satu pasangan cagub itu, Panwaskab Bangkalan menyatakan, pihaknya tidak akan gegabah menyikapi masalah tersebut. Kita menyikapi masalah selebaran ini secara hati-hati karena selebaran ini bisa disebut black campaign, kata anggota Panwaskab Bangkalan, Maskur S.Ag. Dijelaskannya, fotokopi dokumen tersebut merupakan temuan Panwascam Galis. Laporan adanya selebaran ini kami terima pada tanggal 9 Januari kemarin dari Panwascam Galis. Dan sampai saat ini kami masih terus mempelajari adanya temuan dari Panwascam Galis itu, jelas Maskur. Lebih lanjut Maskur menjelaskan, penyebaran silsilah keturunan cagub Soekawo tersebut dilakukan dengan cara disebarkan dari rumah ke rumah. Jika melihat dari adanya bukti selebaran yang kami terima, jelas selebaran itu disebar dari rumah ke rumah, terangnya. Meski demikian, lanjut Maskur, kasus penyebaran silsilah keturunan Soekarwo tersebut tetap akan ditindaklanjuti. Kalau nanti mengarah ke pidana, ya kasus ini kita arahkan ke penyidik, pungkas Maskur.
Harus Diwaspadai
Lain lagi reaksi sejumlah kiai atas fenomena di Madura ini. KH Mas Mansyur dari Ponpes Sidosermo Surabaya, misalnya, memandang ada gelagat PKI ingin bangkit lagi. Salah satunya lewat jalur birokrasi. Itu harus diwaspadai. Soekarwo itu punya beberapa kepentingan. Pertama kepentingan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk (pilpres) 2009. Kedua, kepentingan Imam Utomo (gubernur terdahulu) untuk menutupi aibnya. Jadi Soekarwo harus menang dengan cara apa pun. Bahkan dengan cara dzolim sekalipun. Ketiga, bisa jadi mempermulus PKI. Untuk kepentingan PKI, katanya.
Maksudnya? Begini, sikap dzolim, provokasi, dan adu domba, itu merupakan sikap PKI. Adanya kecurangan dalam pilgub kemarin siapa lagi pelakunya kalau bukan orang-orang yang suka menerapkan cara-cara PKI, katanya. Dia juga mengingatkan adanya segelintir kiai yang saat ini mulai kehilangan idealismenya. Kehilangan ruhnya. Ada kiai yang sudah masuk dalam aliran sesaat. Lebih berbahaya dari aliran sesat. Mereka lebih mementingkan egonya demi mengejar kepentingan sesaat, katanya sambil menyebut nama Fuad Amin. Kalau sudah begini, bisa buyar semuanya, katanya. Karena itu Kiai Mansyur mengingatkan warga NU, khususnya di Madura, agar berpikir untuk kebesaran NU. Jangan hanya berpikir untuk kepentingan sesaat. Kalau bisa berpikir jauh ke depan kan bagus. Bayangkan kalau gubernurnya dari NU, wakil di DPRD-nya dari NU, kemudian ada kerjasama yang bagus, maka kemaslahatan bagi NU akan terjamin, katanya.
Ketua PW Fatayat NU Jawa Timur, Faridatul Hanum, bersikap senada. Komunisme, kata dia, bisa jadi hidup kembali dengan memanfaatkan momen-momen penting semacam pemilihan Gubernur Jatim. Kami khawatir dalam kondisi seperti sekarang ini Komunisme justru akan merajalela meskipun tidak menggunakan lambang Komunis. Bisa jadi, dengan gerakan mengadu domba warga NU yang cukup solid saat ini. Terlebih lagi pada basis perempuan NU (Fatayat) yang selama ini merupakan basis perempuan yang sangat solid, katanya.
Dengan fenomena ini, kata dia, pihaknya mengimbau pada warga Fatayat NU untuk terus mewaspadai gerakan-gerakan siluman, yang tidak kelihatan, oleh antek-antek PKI tersebut. Dan persoalan ini akan terus kami sosialisasikan pada warga Fatayat NU, katanya.
Sementara itu, Sekretaris Tim Pemenangan Ka-Ji Muhammad Mirdasy menyesalkan munculnya dokumen tersebut. Menurutnya, Tim K-Ji tidak mungkin melakukan cara-cara kotor seperti itu. Selama ini sejak putaran pertama hingga coblosan ulang, Ka-Ji dicurangi dan dikeroyok ramai-ramai. Tetapi kami tetap memilih cara-cara sopan, elegan dan Islami. Dokumen seperti itu jelas bukan perbuatan kami,
katanya.
Ia justru khawatir dokumen itu sengaja disebarkan oknum tertentu agar publik menuduh Ka-Ji berbuat kotor. Di putaran pertama pernah muncul tetapi katanya tidak ada dampaknya. Nah tetapi sekarang muncul lagi. Mungkin karena yakin tidak berdampak, maka ada oknum menyebarkan lagi agar masyarakat menuduh Ka-Ji yang melakukan, katanya. (Tim Duta)
sumber Harian Duta Masyarakat (ttp://dutamasyarakat.com) Ahad, 18 Januari 2009
Soekarwo Anak PKI Beredar Lagi ?
Pemungutan suara ulang Pilgub Jatim di Kab. Sampang dan Bangkalan, Madura, Rabu (21/1) mendatang, diwarnai beredarnya fotokopi dokumen yang menyebut calon gubernur (cagub) Soekarwo (Pakde Karwo) merupakan anak anggota PKI (Partai Komunis Indonesia). Fotokopi dokumen itu beredar luas dari warga ke warga dan sebagian ditempel di sejumlah tempat umum, baik di Sampang maupun Bangkalan.
MUNCULNYA dugaan bahwa cagub Soekarwo anak PKI sebenarnya sudah beredar sejak Pemilihan Gubernur Jawa Timur putaran pertama yang digelar 23 Juli 2008 lalu. Saat itu Soekarwo berhadapan dengan empat cagub lain, yakni Achmady (PKB), Sutjipto (PDIP), Soenarjo (Golkar), dan Khofifah Indar Parawansa (Koalisi Jatim Bangkit). Stiker yang menyebut Soekarwo anak PKI itu, misalnya, ditemukan di Lumajang. Stiker ini juga beredar dari warga ke warga. Sebagian lagi ditempel di sejumlah tempat keramaian. Hal serupa terjadi lagi di Sampang dan Bangkalan dalam pilgub ulang kali ini.
Hanya bedanya bila saat itu berupa stiker yang antara lain berbunyi SIAPKAH RAKYAT JAWA TIMUR DIPIMPIN GUBERNUR ANAK PKI? kali ini berupa dokumen yang mencantumkan urut-urutan garis keturunan bahwa Soekarwo anak PKI (lihat juga dokumen selengkapnya di halaman 10 dan 15, Red.).
Dokumen ini kayaknya resmi. Jadi warga di sini manggut-manggut saja saat melihatnya, kata seorang warga Galis yang menolak menyebut namanya. Panwas Pilgub Bangkalan tampaknya juga sudah mendapatkan foto kopi dokumen berisi silsilah keluarga Soekarwo tersebut. Dalam silsilah keluarga Soekarwo yang ditunjukkan pada wartawan itu tertulis, bahwa orang tua Soekarwo yaitu Kartodihadjo kelahiran Desa Palur Kecamatan Kobonsari Kabupaten Madiun tahun 1905. Dokumen ini memuat pula semasa hidupnya Kartodihardjo aktif di organisasi Barisan Tani Indonesia (BTI). BTI merupakan organisasi di bawah kendali PKI. Sama dengan PR (Pemuda Rakyat), Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), dan banyak organisasi lain yang bentukannya tanpa bentuk (OTB) hasil bentukan orang-orang PKI.
Dalam dokumen itu Kartodihardjo disebutkan kawin dengan Dasiem mempunyai tiga anak yaitu Sukarno bekerja sebagai pegawai Agraria Ngawi, Sukarwo bekerja di Pemda Surabaya, dan Sukarti sebagai petani.
Menanggapi adanya dokumen silsilah keturunan salah satu pasangan cagub itu, Panwaskab Bangkalan menyatakan, pihaknya tidak akan gegabah menyikapi masalah tersebut. Kita menyikapi masalah selebaran ini secara hati-hati karena selebaran ini bisa disebut black campaign, kata anggota Panwaskab Bangkalan, Maskur S.Ag. Dijelaskannya, fotokopi dokumen tersebut merupakan temuan Panwascam Galis. Laporan adanya selebaran ini kami terima pada tanggal 9 Januari kemarin dari Panwascam Galis. Dan sampai saat ini kami masih terus mempelajari adanya temuan dari Panwascam Galis itu, jelas Maskur. Lebih lanjut Maskur menjelaskan, penyebaran silsilah keturunan cagub Soekawo tersebut dilakukan dengan cara disebarkan dari rumah ke rumah. Jika melihat dari adanya bukti selebaran yang kami terima, jelas selebaran itu disebar dari rumah ke rumah, terangnya. Meski demikian, lanjut Maskur, kasus penyebaran silsilah keturunan Soekarwo tersebut tetap akan ditindaklanjuti. Kalau nanti mengarah ke pidana, ya kasus ini kita arahkan ke penyidik, pungkas Maskur.
Harus Diwaspadai
Lain lagi reaksi sejumlah kiai atas fenomena di Madura ini. KH Mas Mansyur dari Ponpes Sidosermo Surabaya, misalnya, memandang ada gelagat PKI ingin bangkit lagi. Salah satunya lewat jalur birokrasi. Itu harus diwaspadai. Soekarwo itu punya beberapa kepentingan. Pertama kepentingan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk (pilpres) 2009. Kedua, kepentingan Imam Utomo (gubernur terdahulu) untuk menutupi aibnya. Jadi Soekarwo harus menang dengan cara apa pun. Bahkan dengan cara dzolim sekalipun. Ketiga, bisa jadi mempermulus PKI. Untuk kepentingan PKI, katanya.
Maksudnya? Begini, sikap dzolim, provokasi, dan adu domba, itu merupakan sikap PKI. Adanya kecurangan dalam pilgub kemarin siapa lagi pelakunya kalau bukan orang-orang yang suka menerapkan cara-cara PKI, katanya. Dia juga mengingatkan adanya segelintir kiai yang saat ini mulai kehilangan idealismenya. Kehilangan ruhnya. Ada kiai yang sudah masuk dalam aliran sesaat. Lebih berbahaya dari aliran sesat. Mereka lebih mementingkan egonya demi mengejar kepentingan sesaat, katanya sambil menyebut nama Fuad Amin. Kalau sudah begini, bisa buyar semuanya, katanya. Karena itu Kiai Mansyur mengingatkan warga NU, khususnya di Madura, agar berpikir untuk kebesaran NU. Jangan hanya berpikir untuk kepentingan sesaat. Kalau bisa berpikir jauh ke depan kan bagus. Bayangkan kalau gubernurnya dari NU, wakil di DPRD-nya dari NU, kemudian ada kerjasama yang bagus, maka kemaslahatan bagi NU akan terjamin, katanya.
Ketua PW Fatayat NU Jawa Timur, Faridatul Hanum, bersikap senada. Komunisme, kata dia, bisa jadi hidup kembali dengan memanfaatkan momen-momen penting semacam pemilihan Gubernur Jatim. Kami khawatir dalam kondisi seperti sekarang ini Komunisme justru akan merajalela meskipun tidak menggunakan lambang Komunis. Bisa jadi, dengan gerakan mengadu domba warga NU yang cukup solid saat ini. Terlebih lagi pada basis perempuan NU (Fatayat) yang selama ini merupakan basis perempuan yang sangat solid, katanya.
Dengan fenomena ini, kata dia, pihaknya mengimbau pada warga Fatayat NU untuk terus mewaspadai gerakan-gerakan siluman, yang tidak kelihatan, oleh antek-antek PKI tersebut. Dan persoalan ini akan terus kami sosialisasikan pada warga Fatayat NU, katanya.
Sementara itu, Sekretaris Tim Pemenangan Ka-Ji Muhammad Mirdasy menyesalkan munculnya dokumen tersebut. Menurutnya, Tim K-Ji tidak mungkin melakukan cara-cara kotor seperti itu. Selama ini sejak putaran pertama hingga coblosan ulang, Ka-Ji dicurangi dan dikeroyok ramai-ramai. Tetapi kami tetap memilih cara-cara sopan, elegan dan Islami. Dokumen seperti itu jelas bukan perbuatan kami,
katanya.
Ia justru khawatir dokumen itu sengaja disebarkan oknum tertentu agar publik menuduh Ka-Ji berbuat kotor. Di putaran pertama pernah muncul tetapi katanya tidak ada dampaknya. Nah tetapi sekarang muncul lagi. Mungkin karena yakin tidak berdampak, maka ada oknum menyebarkan lagi agar masyarakat menuduh Ka-Ji yang melakukan, katanya. (Tim Duta)
sumber Harian Duta Masyarakat (ttp://dutamasyarakat.com) Ahad, 18 Januari 2009
Lewat Kaos, Parpol, hingga Film
Para kiai dan ulama cemas dengan gelagat bangkitnya PKI (Partai Komunis Indonesia) di tanah air. Salah satunya lewat aksi anak-anak keturunan PKI yang berusaha mendirikan ormas, partai, dan masuk pemerintahan. Penyebaran kaos dan poster PKI di masyarakat juga semakin marak. Khususnya di kalangan remaja.
KAOS PKI bergambar palu arit itu antara lain dipakai Adi Wijaya saat merayakan tahun baru 2009. Ketika nongkrong bersama teman-temannya di Alun-Alun Jombang usai konvoi sepeda motor, Adi pun diringkus polisi, Kamis (1/1) dinihari lalu. Selanjutnya pemuda Desa Mojolegi, Kecamatan Mojoagung, Kab. Jombang, itu digelandang ke Mapolres untuk dimintai keterangan. Setelah itu, pemuda berambut lurus ini dilepaskan dengan syarat menanggalkan kaosnya yang ada gambar palu arit di bagian muka tersebut.
Kasat Intelkam Polres Jombang, AKP Ponidi, mengatakan, Adi ditangkap karena menggunakan kaos bergambar simbol PKI yang dilarang oleh pemerintah. Polisi sudah mendata identitas pemuda tersebut, katanya.
Ketua Ikatan Masyarakat Madura (IKAMRA), HR Ali Badri Zaini, menyambut positif langkah polisi mengamankan pemuda mengenakan kaos dengan simbol PKI tersebut. Sebab masyarakat harus segera diingatkan agar mewaspadai gerakan yang dia sebut sebagai musang berbulu ayam yakni PKI yang masuk dalam berbagai selimut kehidupan warga. Para musang berbulu ayam ini justru lebih berbahaya daripada mereka yang berbuat secara terang-terangan. Ajaran Komunis jangan sampai masuk ke masyarakat dan mencemari para remaja generasi penerus bangsa. Saat ini harus kita waspadai, sebab banyak pemimpin kita yang juga merupakan anak-anak PKI. Waspadai itu! Sekarang ini yang berkembang simbol-simbol Komunis gaya baru. Mereka masuk ke dalam partai-partai dengan membawa ideologi Komunisme, kata tokoh masyarakat Madura ini.
Penangkapan oleh polisi terhadap seorang pemuda mengenakan kaos bergambar palu arit pada malam tahun baru di Jombang itu, kata dia, hendaknya menjadi perhatian serius pemerintah. Kami meminta supaya munculnya kaos bergambar palu arit itu ditelusuri oleh aparat Polri dan TNI. Baik Polri maupun TNI mulai jajaran paling kecil Polsek dan Koramil sampai pusat, harus mengusut sampai ketemu dari mana asal kaos tersebut diproduksi. Bukan hanya orang yang memakai, mereka yang menjual dan membuat harus dicari dan ditangkap, katanya.
Buku Sejarah-Kongres
Penyebaran kaos PKI hanya salah satu cara anak-anak PKI menghidupkan lagi Komunisme-Marxisme di Indonesia. Sebelumnya secara intensif mereka melakukan berbagai upaya agar bisa bangkit lagi. Misalnya masuk pemerintahan. Salah satu tanda PKI masuk pemerintahan adalah sempat muncul gagasan sejarah kekejaman PKI yang telah membantai bukan hanya sejumlah jenderal tapi juga para kiai, dihapus dari buku mata pelajaran sejarah SMP-SMA. Alasannya buku sejarah selama ini dinilai telah dimanipulasi oleh rezim Orde Baru. Namun rencana itu batal sebab dilawan oleh masyarakat. Gerakan 30 September 1965 dan Pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 tetap dimasukkan kurikulum pelajaran sejarah.
Setelah kami kaji hal tersebut perlu kembali dimasukkan tapi disajikan secara objektif sehingga tidak membangkitkan dendam masa lalu, kata Sekretaris Tim Perbaikan Mata Pelajaran Sejarah Badan Standar Nasional Pendidikan, Wasino, dalam uji publik perbaikan kurikulum sejarah, kala itu.
Wasino mengatakan, sebelum direvisi kurikulum sejarah tidak memuat peristiwa Madiun. Peristiwa Gerakan 30 September pun tidak menyebut keterlibatan PKI. Masyarakat protes, kata dia, karena pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan PRRI-Permesta saja dimasukkan tapi mengapa PKI tidak. Tim perbaikan kurikulum sejarah yang beranggotakan 15 orang, kata Wasino, akhirnya memutuskan kembali memasukkan PKI karena dinilai sebagai fakta sejarah yang perlu diajarkan kembali. Namun, Wasino mengatakan, untuk tingkat Sekolah Dasar siswa hanya diminta menceritakan dan tidak membahas kontroversi seputar masalah PKI.
Selain itu, ada pula penerbitan buku Aku Bangga Menjadi Anak PKI yang sempat menghebohkan masyarakat. Bahkan anak-anak PKI juga sudah menggelar Kongres Nasional II pada 3-5 Maret 2004 di Cianjur bertema Partai Komunis Tidak Pernah Mati. Tanda-tanda lain adalah pelaksanaan Temu Raya eks-Tapol/Napol G30S PKI di Jakarta, 15-17 Februari 2002, yang bertujuan membentuk suatu organisasi besar yang solid guna membantu partai sebagai wadah aspirasi para eks-Tapol/Napol PKI dan keluarganya.
Lalu juga pembuatan film SHADOW PLAY yang pernah diputar di Surabaya dan mengundang protes masyarakat Jawa Timur. Film ini dianggap sebagai pelurusan sejarah menurut opini dan versi PKI terkait peristiwa G30S PKI. Di film itu disebut G30S PKI adalah konspirasi yang didalangi Soeharto dan TNI AD, sementara PKI hanya kambing hitam belaka. Padahal sejatinya film ini sengaja dibuat agar PKI bisa diterima kembali oleh warga dengan cara memanipulasi fakta sejarah.
Luka bangsa Indonesia tidak akan mungkin bisa diobati sebab PKI sangat kejam. Kita harus lawan bila PKI bangkit lagi, kata M. Amin saat aksi demo menentang pemutaran film itu di Surabaya.
Maka, bangkitnya PKI, jelas bukan hanya isapan jempol belaka. Karena itu para kiai dan korban keganasan PKI menjerit begitu mendengar PKI hendak bangkit lagi. Jeritan mereka lalu didengar oleh PBNU yang segera memprakarsai pertemuan para korban keganasan dan kekejaman PKI 1948 dan 1965 di Kantor PBNU Jakarta pada 12 Maret 2004. Pertemuan itu dibuka oleh Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dan dihadiri sejumlah kiai antara lain KH Yusuf Hasyim yang ikut menumpas pemberontakan PKI Madiun 1948 sekaligus tampil memimpin acara itu dan KH Cholil Bisri yang juga Wakil Ketua MPR-RI, tokoh masyarakat, dan korban PKI. Saat itu musyawarah membuat keputusan berjudul Membangun Kewaspadaan Bangsa. Isinya, bahwa kejahatan kemanusiaan internasional yang dilakukan partai komunis dengan ideologi Marxisme-Leninismenya di 76 negara di dunia, dengan membantai 100 juta orang lebih selama 74 tahun (1917-1991) dan kekejaman PKI dengan pemberontakan Madiun 1948, dan G30S/PKI 1965, membuktikan bahwa ideologi Marxisme-Leninisme (Komunisme) adalah antidemokrasi dengan bukti 24 diktator di negara komunis, pelanggar berat HAM dan penindas agama. Semua itu telah mengusik hati nurani para kiai hingga mereka berkumpul di Gedung PBNU pada 12 Maret 2004 untuk menyampaikan pesan kepada umat antara lain: Pertama, munculnya kegiatan membangkitnya kembali PKI dan ajaran komunisme dengan keinginan mencabut Tap MPRS No. 25/1966 yang berisi larangan PKI dan ajaran komunisme, bisa menimbulkan kekagetan mendalam terutama bagi yang merasakan teraniaya oleh ulah PKI. Kedua, bila berhasil mencabut Tap MPRS tersebut, berarti PKI dan ajaran komunisme boleh hidup berkembang bebas dan bisa mempersiapkan pengkhianatan untuk ketiga kalinya setelah tahun 1948 di Madiun dan 1965 di Jakarta.
Topeng PKI
Sementara itu penyair dan budayawan Taufik Ismail mengatakan, PKI sejak dulu sampai sekarang selalu menampilkan wajah sebagai pejuang HAM, pro-demokrasi, dan tidak anti-agama. Semua itu topeng yang dengan mudah dapat dibuktikan, bahwa itu dusta semua, tegasnya.
Taufik mengatakan, Marxisme-Leninisme yang mengaku pembela HAM justru penganiaya HAM paling ganas dalam sejarah umat manusia. Buktinya, 500 ribu rakyat Rusia dibantai Lenin (1917-1923), 3 juta petani kulak Rusia dibantai Stalin (1929), 40 juta rakyat Rusia dibantai Stalin (1925-1953), 50 juta rakyat China dibantai Mao Zedong (1947-1976), 2,5 juta rakyat Kamboja dibantai Pol Pot (1975-1979) dan 1,2 juta rakyat Afghanistan dibantai rezim Afghan Merah bentukan Uni Soviet (1978-1980-an). Beberapa penguasa rezim komunisme yang juga pertamanya mengaku sebagai pejuang HAM dan pro-demokrasi dilakukan oleh 24 presiden dari 21 negara komunis yang memerintah antara 44 sampai 12 tahun.
Berikut datanya: Fidel Castro (Cuba) yang memerintah selama 44 tahun, Kim Il Sung (Korea Utara) 42 tahun, Enver Hoxha (Albania) 42 tahun, Josip Tito (Yugoslavia) 35 tahun, Snieckus (Lithuania) 34 tahun, Zhivkov (Bulgaria) 33 tahun, Janos Kadar (Hongaria) 31 tahun, Josef Stalin (Rusia) 28 tahun, Le Duan (Vietnam) 27 tahun, Mao Tse Tung (RRC) 27 tahun. Begitu juga di sejumlah negara lain yang pernah menjadi rezim komunis seperti di Guinea, Jerman Timur, Mongolia, Romania, Tanzania, Cekoslowakia, Benin, Somalia, Polandia, Mozambik dan Ethiopia.
Sedangkan di Indonesia melalui PKI sempat kuat dan dua kali akan mengambil kekuasaan, tapi gagal total. Organisasi yang malang dan tertimpa kesialan karena ketahuan belangnya terlebih dulu, tandas Taufik.
Menghalalkan Segala Cara
Di tempat terpisah, Asisten Intelijen Kasdam I/Bukit Barisan, Kolonel (Inf) Arminson, mengatakan, pemerintah dan segenap komponen bangsa perlu mengambil langkah-langkah antisipatif untuk mencegah agar anak-anak PKI tidak bisa mengulang kembali sejarah gelap bangsa Indonesia.
Dia menilai modus perjuangan PKI agar bisa hidup lagi di Indonesia hingga saat ini juga tidak pernah berubah. Yakni selalu memanfaatkan isu kemiskinan, ketidakadilan di bidang sosial, ekonomi dan hukum, serta berupaya mendiskreditkan kelompok atau institusi yang dianggap menghambat atau mengancam perjuangannya. PKI dengan ideologi komunisme selalu berusaha menyebarluaskan kebohongan untuk mencapai tujuannya. Anak-anak PKI juga dididik menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan tersebut. Mereka pelaku berbagai tindakan kekejaman di masa lalu sehingga tak boleh diberi kesempatan untuk mengulang lagi kekejamannya itu, katanya.
Langkah-langkah antisipasi untuk mencegah PKI bangkit lagi antara lain konsistensi pemerintah dalam memperjuangkan peningkatan pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rasa keadilan masyarakat guna mencegah upaya penggalangan dari kelompok komunis yang selalu memanfaatkan isu keterbelakangan, kemiskinan dan ketidakadilan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Ditekankannya, bahaya laten komunis dengan segala tipu muslihat, kebohongan, dan kekejamannya bukan semata musuh TNI tapi musuh seluruh bangsa Indonesia dan semua pihak harus mencegah setiap upaya pihak mana pun yang ingin mencabut TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 yang menetapkan PKI sebagai partai terlarang di Indonesia. Langkah antisipasi lain adalah dengan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk mencegah hidupnya kembali komunis melalui sarana diskusi, seminar, penyuluhan, ceramah, kemudian mewaspadai upaya penyusupan ideologi tersebut ke tubuh berbagai komponen bangsa baik pemerintah, TNI/Polri, ormas maupun komponen bangsa lain. Harus ada upaya sistematis dari semua komponen bangsa agar anak-anak PKI tidak bisa menyusup masuk birokrasi, apalagi sampai menjadi pejabat.
Langkah berikutnya adalah mencantumkan kembali materi pelajaran tentang bahaya laten komunis di semua lembaga pendidikan, sementara masyarakat luas harus ikut serta mewaspadai, memantau serta melaporkan kepada pihak berwajib jika melihat adanya kegiatan berkaitan dengan penyebaran ajaran atau paham komunis, katanya. Lebih jauh disebutkan, era reformasi dan keterbukaan dewasa ini telah dimanfaatkan kelompok/kalangan komunis untuk bangkit kembali. Beberapa indikasi ke arah itu antara lain dapat disimak dari pernyataan salah seorang generasi muda keturunan PKI pada 17 April 1996, bahwa Partai sudah berdiri, 31 tahun terkubur, sekarang dibangun lagi. Lalu dapat pula dilihat dari bermunculannya berbagai macam organisasi massa, baik oleh generasi tua maupun generasi muda keturunan PKI dengan berbagai cover, antara lain untuk memperjuangkan hak asasi manusia. Dia juga mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak lengah karena saat ini banyak upaya membuat jaringan nasional dan internasional dengan gerakan-gerakan terselubung dalam berbagai bentuk untuk menggalang kader PKI di seluruh Indonesia dan menyusup ke kalangan generasi muda, mahasiswa, dan pelajar dengan menggunakan jaringan baru komunis di Indonesia. Maka, sekarang kuncinya hanya tiga kata: Waspadai Anak PKI! (*)
sumber Harian Duta Masyarakat (ttp://dutamasyarakat.com) Ahad, 18 Januari 2009
Laporan Khusus Ansor Pasang Dada Lawan PKI
Memasuki tahun 1960-an merupakan masa gegap gempitanya politik. PKI menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia yang memiliki kesempatan untuk berkuasa. PKI sadar, untuk mencapai tujuannya itu harus memanfaatkan figur Presiden Soekarno. Itu sebabnya, PKI berusaha mendukung semua kebijakan Presiden Soekarno.
Aksi massa yang cukup berbahaya dari manuver politik PKI adalah usaha-usaha memobilisasi massa untuk melakukan berbagai tindak kekerasan yang dikenal dengan nama aksi sepihak. Dalam tindak-tindak kekerasan yang dinamakan aksi sepihak itu, PKI tidak segan-segan mempermalukan pejabat pemerintah dan bahkan melakukan perampasan-perampasan hak milik orang lain yang mereka golongkan borjuis-feodal. PKI tidak malu mengkapling tanah negara maupun tanah milik warga masyarakat yang mereka anggap borjuis.
Sejumlah aksi massa PKI yang dimulai pada pertengahan 1961 itu adalah peristiwa Kendeng Lembu, Genteng, Banyuwangi (13 Juli 1961), peristiwa Dampar, Mojang, Jember (15 Juli 1961), peristiwa Rajap, Kalibaru, dan Dampit (15 Juli 1961), peristiwa Jengkol, Kediri (3 November 1961), peristiwa GAS di kampung Peneleh, Surabaya (8 November 1962), sampai peristiwa pembunuhan KH Djufri Marzuqi, dari Larangan, Pamekasan, Madura (28 Juli 1965)
Perlawanan GP Ansor aksi-aksi massa sepihak yang dilakukan oleh PKI mau tidak mau pada akhirnya menimbulkan keresahan di kalangan warga masyarakat yang bukan PKI. Dikatakan meresahkan karena pada umumnya yang menjadi korban dari aksi-aksi massa sepihak tersebut adalah anggota PNI, PSI, ex-Masyumi, NU, dan bahkan organisasi Muhammadiyah. Ironisnya, aksi-aksi massa sepihak yang dilakukan oleh PKI itu belum pernah mendapat perlawanan dari anggota partai dan organisasi bersangkutan kecuali dari GP Ansor, yang mulai menunjukkan perlawanan memasuki tahun 1964—dalam hal ini KH M Yusuf Hasyim dari Pesantren Tebuireng Jombang tampil sebagai pendiri Barisan Serbaguna Ansor (Banser).
Perlawanan GP Ansor aksi-aksi massa sepihak yang dilakukan oleh PKI mau tidak mau pada akhirnya menimbulkan keresahan di kalangan warga masyarakat yang bukan PKI. Dikatakan meresahkan karena pada umumnya yang menjadi korban dari aksi-aksi massa sepihak tersebut adalah anggota PNI, PSI, ex-Masyumi, NU, dan bahkan organisasi Muhammadiyah. Ironisnya, aksi-aksi massa sepihak yang dilakukan oleh PKI itu belum pernah mendapat perlawanan dari anggota partai dan organisasi bersangkutan kecuali dari GP Ansor, yang mulai menunjukkan perlawanan memasuki tahun 1964—dalam hal ini KH M Yusuf Hasyim dari Pesantren Tebuireng Jombang tampil sebagai pendiri Barisan Serbaguna Ansor (Banser).
Perlawanan anggota GP Ansor sendiri tidak selalu dilatari oleh persoalan yang dihadapi warga Nahdliyyin berkenaan dengan aksi-aksi massa sepihak PKI, melainkan dilatari pula oleh permintaan perlindungan dari warga PNI, ex-Masyumi maupun Muhammadiyah. Di antara perlawanan yang pernah dilakukan oleh GP Ansor terhadap aksi-aksi massa sepihak PKI adalah peristiwa Nongkorejo, Kencong, Kediri di mana pihak PKI didukung oleh oknum aparat seperti Jaini (Juru Penerang) dan Peltu Gatot, wakil komandan Koramil setempat. Dalam kasus itu, PKI telah mengkapling dan menanami lahan milik Haji Samur. Haji Samur kemudian minta bantuan GP Ansor. Terjadi bentrok fisik antara Sukemi (PKI) dengan Nuriman (Ansor). Sukemi lari dengan tubuh berlumur darah.
Pengikutnya lari ketakutan.
Pengikutnya lari ketakutan.
Pecah pula peristiwa Kerep, Grogol, Kediri. Ceritanya, tanah milik Haji Amir warga Muhammadiyah oleh PKI dan BTI diklaim sebagai tanah klobot, padahal itu tanah hak milik. Setelah klaim itu, PKI dan BTI menanam kacang dan ketela di antara tanaman jagung di lahan Haji Amir.
Karena merasa tidak berdaya, maka Haji Amir meminta bantuan kepada Gus Maksum di pesantren Lirboyo. Puluhan Ansor dari Lirboyo bersenjata clurit dan parang, menghalau PKI dan BTI dari lahan Haji Amir.
Tawuran massal Ansor dengan Pemuda Rakyat pecah pula di Malang. Ceritanya, Karim DP (Sekjen PWI) datang ke kota Malang dan dalam pidatonya mengecam kaum beragama sebagai borjuis-feodal yang harus diganyang. Mendengar pidato Karim DP itu, para pemuda Ansor langsung naik ke podium dan langsung menyerang Karim. Para anggota Pemuda Rakyat membela. Terjadi bentrok fisik. Pemuda Rakyat banyak yang luka.
Kelahiran Banser
Kelahiran Banser
Aksi massa sepihak yang dilakukan oleh PKI pada kenyataannya sangat meresahkan masyarakat terutama umat Islam. Sebab dalam aksi-aksi itu, PKI melancarkan slogan-slogan pengganyangan terhadap apa yang mereka sebut tujuh setan desa. Tujuh setan desa dimaksud adalah tuan tanah, lintah darat, tengkulak, tukang ijon, kapitalis birokrat, bandit desa, dan pengirim zakat (LSIK, 1988:72). Dengan masuknya pengirim zakat ke dalam kategori tujuh setan desa, jelas umat Islam merasa sangat terancam. aksi massa sepihak yang dilakukan PKI rupanya makin meningkat jangkauannya. Artinya, PKI tidak saja mengkapling tanah-tanah milik negara dan milik tuan tanah melainkan merampas pula tanah bengkok, tanah milik desa, malah yang meresahkan, sekolah-sekolah negeri pun akhirnya diklaim sebagai sekolah milik PKI.
Hal ini terutama terjadi di Blitar. Dengan aksi itu, baik perangkat desa maupun guru-guru yang ingin terus bekerja harus menjadi anggota PKI.
Atas dasar aksi sepihak PKI itulah kemudian pengurus Ansor kabupaten Blitar membentuk sebuah barisan khusus yang bertugas menghadapi aksi sepihak PKI. Melalui sebuah rapat yang dihadiri oleh pengurus GP Ansor seperti Kayubi, Fadhil, Pangat, Romdhon, Danuri, Chudori, Ali Muksin, H. Badjuri, Atim, Abdurrohim Sidik, diputuskanlah nama Barisan Ansor Serbaguna disingkat Banser. Pencetus nama Banser adalah Fadhil, yang diterima aklamasi.
Karena Banser adalah suatu kekuatan paramiliter serba guna yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan di masa genting maupun aman, maka lambang yang disepakati dewasa itu berkaitan dengan keberadaan Banser, tutur Agus Sunyonto, penulis masalah gerakan Islam, dalam tulisan Mengenang Partisipasi Politik Banser pada 1965 : Lahir dalam Tekanan PKI.
Lambang awal Banser mencakup tiga gambar yakni cangkul, senapan dan buku. Menurut Romdhon, tiga gambar itu memiliki makna bahwa seorang anggota Banser siap melakukan pekerjaan membantu masyarakat yang membutuhkan (simbol cangkul), siap pula membela agama, bangsa dan negara (senapan) dan siap pula belajar (buku).
Dalam tempo singkat, setelah Banser Blitar terbentuk, secara berantai dibentuklah Banser di berbagai daerah. Dan pada 24 April 1964, Banser dinyatakan sebagai program Ansor secara nasional. Mula-mula, Banser dilatih oleh anggota Brimob. Kemudian dilatih pula oleh RPKAD, Raiders dan batalyon-batalyon yang terdekat. Selain dibina oleh pihak militer, Banser secara khusus dibina oleh para kiai dan ulama tarekat dengan berbagai ilmu kesaktian dan kedigdayaan. Di antara kiai yang terkenal sebagai pembina spiritual Banser dewasa itu adalah Kiai Abdul Djalil Mustaqim (Tulungagung), KH Badrus Sholeh (Purwoasri, Kediri), KH Machrus Ali dan KH Syafii Marzuki (Lirboyo, kediri), KH Mas Muhadjir (Sidosermo, Surabaya), KH Djawahiri (Kencong, Kediri), KH Shodiq (Pagu, Kediri), KH Abdullah Siddiq (Jember).
Hasil kongkret dari pembentukan Banser, perlawanan terhadap aksi sepihak PKI makin meningkat. Kordinasi-kordinasi yang dilakukan anggota Banser untuk memobilisasi kekuatan berlangsung sangat cepat dan rapi. Dalam keadaan seperti itu, mulai sering terjadi bentrokan-bentrokan fisik antara Banser dengan PKI. Bahkan pada gilirannya, terjadi serangan-serangan yang dilakukan anggota Banser terhadap aksi-aksi massa maupun anggota PKI. Demikianlah, pecah berbagai bentrokan fisik antara Banser dengan PKI di berbagai tempat seperti: Peristiwa Kanigoro.
Pada 13 Januari 1965 tepat pukul 04.30 WIB, sekitar 10.000 orang Pemuda Rakyat dan BTI melakukan penyerbuan terhadap pondok pesantren Kanigoro, Kras, Kediri. Alasan mereka melakukan penyerbuan, karena di pesantren itu sedang diselenggarakan Mental Training Pemuda Pelajar Indonesia (PII). Pimpinan penyerbu itu adalah Suryadi dan Harmono. Massa Pemuda Rakyat dan BTI itu menyerbu dengan bersenjatakan golok, pedang, kelewang, arit, dan pentungan sambil berteriak histeris: - Ganyang santri!, Ganyang Serban!, Ganyang Kapitalis!, Ganyang Masyumi!.
Para anggota PR dan BTI yang sudah beringas itu kemudian mengumpulkan kitab-kitab pelajaran agama dan Al-Qur'an. Kemudian semua dimasukkan ke dalam karung dan diinjak-injak sambil memaki- maki. Pimpinan pondok, Haji Said Koenan, dan pengasuh pesantren KH Djauhari, ditangkap dan dianiaya. Para pengurus PII digiring dalam arak-arakan menuju Polsek setempat. Para anggota PR dan BTI menyatakan, bahwa PII adalah anak organisasi Masyumi yang sudah dilarang. Jadi PII, menurut PKI, berusaha melakukan tindak makar dengan mengadakan training-training politik.
Peristiwa penyerangan PR dan BTI terhadap pesantren Kanigoro, dalam tempo singkat menyulut kemarahan Banser Kediri. Gus Maksum putera KH Djauhari segera melakukan konsolidasi. Siang itu, 13 Januari 1965, delapan truk berisi Banser dari Kediri datang ke Kanigoro. Markas dan rumah-rumah anggota PKI digrebek. Suryadi dan Harmono, pimpinan PR dan BTI, ditangkap dan diserahkan ke Polsek.
Banser Versus Lekra
Bentrok Banser dengan PKI pecah di Prambon. Awal dari bentrok itu dimulai ketika Ludruk Lekra mementaskan lakon yang menyakiti hati umat Islam yakni : Gusti Allah dadi manten (Allah menjadi pengantin).
Pada saat ludruk sedang ramai, tiba- tiba Banser melakukan serangan mendadak. Ludruk dibubarkan. Para pemain dihajar. Bahkan salah seorang pemain yang memerankan raja, saking ketakutan bersembunyi di kebun dengan pakaian raja. Bulan Juli 1965, terjadi insiden di Dampit kabupaten Malang. Ceritanya, di rumah seorang PKI diadakan perhelatan dengan menanggap ludruk Lekra dengan lakon Malaikat Kawin. Banser datang dari berbagai desa sekitar. Pada saat ludruk dipentaskan para anggota Banser yang menonton di bawah panggung segera melompat ke atas panggung. Kemudian dengan pisau terhunus, satu demi satu para pemain itu dicengkeram tubuhnya. (Tim Duta)
sumber Harian Duta Masyarakat (ttp://dutamasyarakat.com) Senin, 19 Januari 2009
Bukan Organisasi Terlarang, Kenapa Dilarang? Soal Pencekalan Pengajian Muslimat
BANGKALAN - Cagub Khofifah Indar Parawansa menentang adanya upaya menghalang-halangi setiap kegiatan yang digelar Muslimat, terutama di Kabupaten Bangkalan. Menurutnya, Muslimat bukan organisasi terlarang di Indonesia.
Muslimat NU bukan organisasi terlarang. Lalu, mengapa banyak sekali kegiatan Muslimat yang diganggu dan dihalang-halangi, ungkap Khofifah. Menurutnya, Muslimat adalah organisasi badan otonom (banom) NU yang punya basis massa kuat, tak hanya di Jatim, tapi di seluruh wilayah di Indonesia. Di antara perjuangan Muslimat, katanya, adalah menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu, tak ada alasan untuk melarang kegiatan Muslimat. dan, siapapun tak ada yang bisa menghalangi kegiatan yang diselenggarakan Muslimat, jelasnya. Dikatakan, belakangan ini Muslimat kerap mendapat ancaman dari kelompok-kelompok tertentu. Diduga kuat, ancaman itu datang karena pada Pilgub Jatim massa Muslimat menjadi kekuatan pasangan Khofifah-Mudjiono (Ka-Ji).
Ibu-ibu Muslimat ini ikhlas berjuang. Mereka juga tak dibayar, tegasnya. Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi juga mengecam keras ulah pihak-pihak tertentu di Bangkalan dan Sampang yang mengintimidasi pengajian Muslimat.
Sementara itu, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Syafiiyah Salafiyah Sukorejo, KH Fawaid Asad Syamsul Arifin menyayangkan munculnya kembali cara berpolitik gaya Orde Baru di kalangan masyarakat jelang coblosan ulang.
Situasi seperti ini mirip zaman Orde Baru, sekitar tahun 70-an. Rakyat ditekan dan diintimidasi dalam hal menentukan pilihan politik, kata Kiai Fawaid saat menghadiri acara Silaturrahmi Alumni Sukorejo, Jadih, Socah, Bangkalan, Sabtu (17/1) malam. Karena itu, kiai Fawaid meminta semua pendukung Ka-Ji untuk tabah menghadapi semua ancaman dan cobaan. Dia yakin Khofifah akan terpilih sebagai Gubernur Jatim. Demi NU, mari kita menangkan Bu Khofifah, pintanya.(amh)
BANGKALAN - Cagub Khofifah Indar Parawansa menentang adanya upaya menghalang-halangi setiap kegiatan yang digelar Muslimat, terutama di Kabupaten Bangkalan. Menurutnya, Muslimat bukan organisasi terlarang di Indonesia.
Muslimat NU bukan organisasi terlarang. Lalu, mengapa banyak sekali kegiatan Muslimat yang diganggu dan dihalang-halangi, ungkap Khofifah. Menurutnya, Muslimat adalah organisasi badan otonom (banom) NU yang punya basis massa kuat, tak hanya di Jatim, tapi di seluruh wilayah di Indonesia. Di antara perjuangan Muslimat, katanya, adalah menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu, tak ada alasan untuk melarang kegiatan Muslimat. dan, siapapun tak ada yang bisa menghalangi kegiatan yang diselenggarakan Muslimat, jelasnya. Dikatakan, belakangan ini Muslimat kerap mendapat ancaman dari kelompok-kelompok tertentu. Diduga kuat, ancaman itu datang karena pada Pilgub Jatim massa Muslimat menjadi kekuatan pasangan Khofifah-Mudjiono (Ka-Ji).
Ibu-ibu Muslimat ini ikhlas berjuang. Mereka juga tak dibayar, tegasnya. Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi juga mengecam keras ulah pihak-pihak tertentu di Bangkalan dan Sampang yang mengintimidasi pengajian Muslimat.
Sementara itu, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Syafiiyah Salafiyah Sukorejo, KH Fawaid Asad Syamsul Arifin menyayangkan munculnya kembali cara berpolitik gaya Orde Baru di kalangan masyarakat jelang coblosan ulang.
Situasi seperti ini mirip zaman Orde Baru, sekitar tahun 70-an. Rakyat ditekan dan diintimidasi dalam hal menentukan pilihan politik, kata Kiai Fawaid saat menghadiri acara Silaturrahmi Alumni Sukorejo, Jadih, Socah, Bangkalan, Sabtu (17/1) malam. Karena itu, kiai Fawaid meminta semua pendukung Ka-Ji untuk tabah menghadapi semua ancaman dan cobaan. Dia yakin Khofifah akan terpilih sebagai Gubernur Jatim. Demi NU, mari kita menangkan Bu Khofifah, pintanya.(amh)
baca juga :
Dukung Khofifah, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie: Politik Di Jatim Tidak Berakhlak http://soeloeh-indonesia.blogspot.com/2013/06/dukung-khofifah-ketua-dkpp-jimly.html
#MelawanLupa: cara Soekarwo - Saifulah memenangkan PILGUB Jatim pada tahun 2008 http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2012/07/medianusantara-melawan-lupa-cara_21.html
#MelawanLupa : KPK Dalami Pilgub Jatim Dan menyelidiki dugaan mark up logistik Pilgub Jatim 2008 http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2012/08/medianusantara-melawan-lupa-kpk-dalami.html
#MelawanLupa : KPK Dalami Pilgub Jatim Dan menyelidiki dugaan mark up logistik Pilgub Jatim 2008 http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2012/08/medianusantara-melawan-lupa-kpk-dalami.html
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar