Adab Wakil Rakyat Rasa Demokrat
Oleh: Rudi S. Kamri
Untung saya tidak pernah berminat jadi anggota DPR. Mari kita bayangkan kalau saya jadi anggota DPR RI, lalu harus disandingkan dan menjadi kolega seorang M. Nasir anggota DPR fraksi Partai Demokrat yang sekarang duduk manis di Komisi VII. Duuuh betapa malunya saya. Melihat kelakuan Nasir yang kasar dan kampungan mencaci maki Direktur Utama PT Inalum beberapa hari lalu sungguh membuat perut saya mual.
Nasir sok berlagak marah besar seolah membela negara, tapi kapasitas nalarnya yang pas-pasan tidak mampu membedakan surat utang atau bond atau obligasi sebuah perusahaan raksasa beraset Rp 162 trilyun untuk mendapatkan dana dari pasar modal dan utang korporasi melalui perbankan biasa. Jiwa nasionalisme Nasir pun layak dipertanyakan, saat semua anak negeri bertabur bangga dengan penguasaan saham PT Freeport Indonesia, Nasir justru menyoal akuisisi saham PT Freeport Indonesia. Jadi tidak aneh kalau beberapa kalangan menduga, jangan-jangan Nasir adalah agen taipan yang dirugikan dengan policy Presiden Jokowi untuk mengakuisisi PT Freeport Indonesia.
Alih-alih Nasir berharap dapat simpati rakyat, yang dia dapat justru rakyat ramai-ramai menghujat. Yang jelas Nasir telah menelanjangi kehormatan dirinya dan telah mempermalukan citra institusi DPR RI dan Partai Demokrat. Kalau saya jadi Ketua DPR RI, sudah pasti akan saya perintahkan Dewan Kehormatan DPR untuk menegur keras perilaku Nasir. Andai saja saya Ketua Umum Partai Demokrat, sudah pasti saya akan merecall Nasir. Sayangnya saya bukan keduanya, sehingga saya saya hanya bisa menyesali dan tidak rela uang pajak yang saya bayarkan ke negara digunakan untuk membayar gaji dan kemewahan anggota DPR yang kelakuannya layaknya preman seperti Nasir.
Kalau kedua institusi itu tidak berbuat apapun dan tidak juga meminta maaf secara terbuka kepada rakyat atas kelakuan bejat Nasir, artinya kedua institusi itu tidak ada bedanya dengan Nasir. Sama-sama memalukan!!!
Yang jelas Nasir yang merupakan wakil rakyat dari Dapil Riau II yang meliputi Kabupaten Kampar, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi dan Pelalawan sudah mencoreng kehormatan institusi DPR RI dan partainya. Sebagai gambaran profil saja, M Nasir adalah saudara kandung M. Nazaruddin mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang telah dihukum karena korupsi pembangunan Wisma Atlet. Nasirpun juga pernah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas keterlibatannya dalam kasus dugaan gratifikasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Meranti, Riau.
Dan ternyata kelakuan anggota Komisi VII yang lain termasuk wakil ketua komisi Alex Noerdin, mantan Gubernur Sumatera Selatan pun juga tidak kalah memalukan dibanding Nasir. Kemarahan dan kekasaran yang ditunjukkan Nasir dan penekanan yang mereka lakukan kepada jajaran direksi perusahaan holding tambang itu ujungnya hanya untuk meminta jatah dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan BUMN itu untuk kepentingan pribadi mereka. Aturan mana yang menyebut penggunaan dana CSR BUMN harus melibatkan anggota DPR? Apakah ini murni untuk kemakmuran rakyat? Sudah pasti TIDAK. Kalaupun mereka akan menggunakan dana CSR BUMN untuk rakyat di dapilnya pasti hanya sekedar akal bulus mereka agar mereka dapat suara rakyat di Pemilu berikutnya. Kelakuan lacung mereka terlalu mudah ditebak.
Kini publik tinggal menunggu respons Pemerintah cq Menteri Negara BUMN Erick Thohir. Apakah Erick Thohir akan berani gagah membela kehormatan anak buahnya yang diinjak-injak anggota DPR atau membiarkan semua berlalu alias diam seribu bahasa. Kalau ternyata Erick Thohir tidak berbuat apa-apa dan bermental ayam sayur, saya hanya akan bilang: "Cemen loe bro!"
Tapi saya masih berharap Erick Thohir masih punya nyali untuk bersikap tegas dan terhormat. Erick Thohir harus menyadari bahwa Orias Petrus Moerdak Direktur Utama PT Inalum datang ke Komisi VII bukan atas nama pribadi tapi mewakili kehormatan dan nama baik Pemerintah. Sikap tegas, profesional dan terukur dari seorang Erick Thohir akan menjadi indikator kuat, BUMN akan lurus berfungsi menjadi agen pembangunan negara atau akan kembali akan menjadi bancakan dan sapi perah para politisi puritan. Will see!!!
Inilah tragedi demokrasi, saat kekuasaan ada di tangan orang yang salah. Semua etika dan norma diterabas dengan tidak tahu malu. Rakyat hanya dijadikan pajangan periode lima tahunan dan setelah terpilih di Senayan mereka akan berubah seketika menjadi penguasa kedzaliman. Hmmm.....
======================
Saya tidak tahu bagaimana mekanisme pengawasan DPR terhadap pemeritah. Namun dari cerita teman, menurutnya rapat kerja antara komisi di DPR dengan kementrian atau BUMN atau lembaga tergantung pendekatan sebelum rapat. Anggota DPR akan ribut kalau sebelum rapat Kementrian atau lembaga atau BUMN tidak melobi mereka. Kalau lobi sudah dilakukan , rapat akan berlangsung adem, dan penuh saling dukung. Tidak akan ada anggota Dewan yang garang. Kalau ada yang coba garang, yang udah di lobi akan tampil jadi pembela. Tetapi kalau sebelum rapat , kementrian atau BUMN atau lembaga tidak melakukan lobi, mereka akan dikeroyok rame rame oleh anggota DPR. Rapat jadi penuh marah dan tendesius.
Kualitas anggota DPR.
|
======================
DPR mengusulkan dibentuk Pansus untuk menelusuri jejak pembelian saham Freeport 51 persen. Karena kawatir pembelian dari utang itu bisa membuat BUMN di bawah Inalum bangkrut. Saya tidak tahu alasannya DPR curiga. Namun saya melihat ini lebih ketidak pahaman tentang mekanisme utang khususnya Global Bond 144A/ Reg S yang diterbitkan Inalum untuk mendapatkan dana dari pasar Global. Memang pengetahuan global bond 144A itu sangat canggih, dan tidak banyak orang tahu. Kemungkinan DPR dapat masukan yang salah dari konsultan engga jelas.
Rencana usulan Pansus Pembelian saham Freeport
|
Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone
__._,_.___
Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar