From: Marco 45665 <comoprima45@gmail.com>
Date: Sun, 25 Aug 2019 at 20:30
Subject: Re: #sastra-pembebasan# Fw: [GELORA45] EJEKAN RASIALIS 'MONYET' MENJADI ALAT PERLAWANAN MINKE-MINKE ABAD 21
To: Chalik Hamid <sastra-pembebasan@yahoogroups.com>
Cc: Jaringan Kerja Indonesia <jaringan-kerja-indonesia@googlegroups.com>, Gelora 45 <gelora45@yahoogroups.com>, Yahoo! Inc. <perhimpunanpersaudaraan@yahoogroups.com>, Yahoo! Inc. <wahana-news@yahoogroups.com>, Yahoo! Inc. <nasional-list@yahoogroups.com>, DISKUSI FORUM HLD <diskusiforum@googlegroups.com>
Astagafirullah, hasil revolusi mental membuat sebahagian manusia menjadi monyet!
https://suaramerdeka.id/9787/orang-papua-monyet-topeng-mony
Asyari Usman, Wartawan Senior
Orang Papua Balas Rasisme Monyet dengan Topeng Monyet. Oleh: Asyari Usman, Wartawan Senior.
Para petinggi negara bingung menghadapi Papua. Mau diambil tindakan keras, takut salah. Khawatir eskalasi situasi. Takut semakin runyam. Dengan pendekatan lemah-lembut, ketahuan pemerintah pusat lemah. Padahal memang lemah menghadapi Papua. Jakarta menjadi serba salah.
Hebat dan salut kepada orang Papua. Dalam waktu 48 jam saja setelah rasisme "monyet" diteriakkan kepada mereka di Surabaya, label "monyet" itu mereka kembalikan ke Jakarta. Bahkan makna kemonyetan yang dikembalikan itu lebih tajam. Sangat menohok.
Rasisme monyet yang dibalikkan ke Jakarta itu mengandung arti yang sangat rendah. Cukup hina. Orang Papua mengembalikan ucapan kasar itu bukan dengan kata-kata kasar. Mereka cukup menunjukkan isyarat menuntut penentuan nasib sendiri.
Baca Juga : Mengenang Kembali Wasiat dan Wakaf Nyawa Prabowo
Mereka kibarkan bendera Bintang Kejora di jalan-jalan Papua. Mereka buat rapat umum dengan teriakan "Papua Merdeka" atau "Kami Mau Referendum", dan yel-yel lain yang intinya meminta agar Papua lepas dari Indonesia. Tak ada yang berani mencegah.
Bintang Kejora dan semua yel-yel itu membuat para penguasa di Jakarta menjadi kecut. Mereka gamang. Para menteri Polhukam takut Timor Timur akan terulang.
Yang mengidap diabetes, kadar gulanya langsung turun-naik. Khawatir tuntutan "Papua Merdeka" semakin membolasalju.
Dalam situasi seperti ini, orang Papua jelas berada pada posisi di atas angin. Mereka yang memegang kendali. Secara politis, Papualah yang saat ini mendikte penguasa pusat.
Saya teringat pertunjukan Topeng Monyet yang banyak dijumpai di Jakarta. Terbayang saya orang Papua yang menjadi Tuan atau pengendali si Topeng Monyet itu. Sebaliknya, si monyet melakukan semua perintah tuannya. Orang di luar Jakarta tidak begitu tahu Topeng Monyet. Yaitu, atraksi di jalan-jalan kampung yang menyalahgunakan monyet terlatih untuk cari duit alias 'ngamen'.
Leher monyet diikat dengan tali panjang. Diarak keliling kampung. Di suruh naik sepeda mini bolak-balik sepanjang talinya. Untuk menghibur warga. Si monyet tidak punya pilihan lain. Harus mengikuti perintah tuannya.
Baca Juga : Korban Nyawa dalam Melawan Kezaliman, Sebuah Opini Asyari Usman
Begitulah gambaran hubungan Jakarta-Papua saat ini. Orang Papua tak perlu membalas teriakan "monyet" dengan kata "monyet" juga. Cukup mereka balas dengan makna atraksi Topeng Monyet.*
Posted by: Marco 45665 <comoprima45@gmail.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar