Pengamat Intelijen: Perbedaan Ramadhan, Skenario SBY Adu Domba Umat
itoday - Penetapan awal Ramadhan 1434 H versi pemerintah, yang berbeda dengan Muhammadiyah, merupakan bagian dari skenario percobaan untuk menguji apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintah dapat diterima oleh umat Islam.
Analisis itu disampaikan pengamat intelijen Umar Abduh kepada itoday (09/07). "Perbedaan itu terkait skenario politik. Di PBNU ada mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali. As'ad memainkan skenario untuk menguji apakah SBY dan pemerintah dapat diterima umat Islam," tegas Umar Abduh.
Umar Abduh menegaskan, bahwa As'ad Said Ali merupakan kepanjangan tangan Susilo Bambang Yudhoyono. "As'ad itu kepanjangan tangan SBY. Orang-orang NU berani mengkritik keras Muhammadiyah karena ada As'ad di belakangnya. Ini otaknya As'ad. Dia biang kerok adu domba antar umat. Skenario ini untuk melihat siapa yang taat kepada SBY dan yang tidak," ungkap Umar.
Menurut Umar, penetapan awal Ramadhan versi pemerintah merupakan proyek politik dengan mengambil keuntungan dengan adanya kekisruhan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
"Sikap Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah) bagus dalam menghadapi provokasi NU. Din langsung menyerang ke SBY, dengan menyatakan SBY bukan Ulil Amri yang berhak mencampuri umat Islam. Di sisi lain, pernyataan Kiai Ghazali Masruri yang menyatakan 'hisab bukan dari Islam', itu pasti ada yang mengkompori. Ini ada pendekatan dari As'ad Said Ali ke Kiai Ghazali Masruri," pungkas Umar Abduh.
catatan :
Penjelasan Gus Mus tentang Siapakah yg berwenang menetapkan Awal Ramadan dan Awal Syawal:
Setiap menjelang Ramadan dan Idul Fitri, saya selalu menerima pertanyaan tentang kapan hari/tanggal mulai puasa dan kapan 1 Syawal. Dan setiap kali selalu di-ulang2 pembicaraan soal HISAB dan RU'YAH. Seolah-olah itu merupakan rukunnya (menjelang) Ramadan dan Idul Fitri.
Yg jarang ~ atau malah tak pernah ~ dibicarakan justru mengenai siapakah yg berwenang menetapkan Awal Ramadan dan Awal Syawal itu.
Apakah organisasi keagamaan berhak menetapkan atau tidak? Bila Pemerintah (IMAM) yg berwenang menetapkan, mengapa ormas boleh menetapkan lain?
Krn Bukan Negara Agama, maka Pemerintah tidak bisa bertindak 100% sebagai IMAM dalam pengertian fekih. Pemerintah tdk bisa melarang ormas keagamaan, Ini yang sering dilupakan orang: Ñegara kita ini sudah 'disepakati' sebagai bukan NEGARA AGAMA dan bukan NEGARA SEKULER. Karena bukan mengikuti penetapannya. Sebaliknya karena bukan Negara Sekuler, maka Pemerintah ikut juga mengurusi soal agama sebatas dimungkinkan.
Jadi dalam hal ini, jangan disamakan dg 'negara2 Islam' atau yg menggunakan Fekih murni. Di negara2 semacam itu, tidak pernah terdengar ada perbedaan. Mengapa? Karena di negara2 tsb, hanya mengikuti penetapan dari yg berwenang, Pemerintah. Begitu Pemerintahnya menetapkan, orang tinggal melaksanakan, tidak ada yg mèmpersoalkan alasan Pemerintah, misalnya: apakah berdasarkan Hisab atau Ru'yah.
Terlepas dari hal tersebut, Pertanyaan2 masyarakat kita mengenai Kapan Puasa dan Kapan Idul Fitri, dari satu sisi, bisa diartikan sebagai KE-HATI2AN kaum muslimin dlm 'me-ngepas2kan ibadah' mereka. Asal kemudian tidak berlebihan mempertentangkan perbedaan seandainya terjadi. Lalu yg yg satu menganggap yg lain tdk sah atau malah mengharamkan. Meski seandainya HISAB dianggap 'BID'AH' dan RU'YAH dianggap 'KUNO', menurut keyakinan saya, Allah tidak 'mempersoalkan' hambaNya yg berpuasa dan ber'Ied berdasarkan HISAB maupun yg berpuasa dan ber'Ied berdasarkan RU'YAH. Allah tahu semata semua mereka itu hanya ingin menjalankan ibadah secara benar. Seperti yang selalu saya katakan, Puasa dan Idul Fitri itu haknya Allah. Sedangkan Allah itu SYAKÜR, Maha nrimakké (Bhs Jawa). Asal kita sudah usaha sungguh2 menjalankan perintah dan tidak berniat melawan, IA insyaAllah akan menerima. Sangat ironi bila Allah berkehendak meringankan kita, justru kita ingin memperberatkannya.
itoday - Penetapan awal Ramadhan 1434 H versi pemerintah, yang berbeda dengan Muhammadiyah, merupakan bagian dari skenario percobaan untuk menguji apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintah dapat diterima oleh umat Islam.
Analisis itu disampaikan pengamat intelijen Umar Abduh kepada itoday (09/07). "Perbedaan itu terkait skenario politik. Di PBNU ada mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali. As'ad memainkan skenario untuk menguji apakah SBY dan pemerintah dapat diterima umat Islam," tegas Umar Abduh.
Umar Abduh menegaskan, bahwa As'ad Said Ali merupakan kepanjangan tangan Susilo Bambang Yudhoyono. "As'ad itu kepanjangan tangan SBY. Orang-orang NU berani mengkritik keras Muhammadiyah karena ada As'ad di belakangnya. Ini otaknya As'ad. Dia biang kerok adu domba antar umat. Skenario ini untuk melihat siapa yang taat kepada SBY dan yang tidak," ungkap Umar.
Menurut Umar, penetapan awal Ramadhan versi pemerintah merupakan proyek politik dengan mengambil keuntungan dengan adanya kekisruhan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
"Sikap Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah) bagus dalam menghadapi provokasi NU. Din langsung menyerang ke SBY, dengan menyatakan SBY bukan Ulil Amri yang berhak mencampuri umat Islam. Di sisi lain, pernyataan Kiai Ghazali Masruri yang menyatakan 'hisab bukan dari Islam', itu pasti ada yang mengkompori. Ini ada pendekatan dari As'ad Said Ali ke Kiai Ghazali Masruri," pungkas Umar Abduh.
catatan :
Penjelasan Gus Mus tentang Siapakah yg berwenang menetapkan Awal Ramadan dan Awal Syawal:
Setiap menjelang Ramadan dan Idul Fitri, saya selalu menerima pertanyaan tentang kapan hari/tanggal mulai puasa dan kapan 1 Syawal. Dan setiap kali selalu di-ulang2 pembicaraan soal HISAB dan RU'YAH. Seolah-olah itu merupakan rukunnya (menjelang) Ramadan dan Idul Fitri.
Yg jarang ~ atau malah tak pernah ~ dibicarakan justru mengenai siapakah yg berwenang menetapkan Awal Ramadan dan Awal Syawal itu.
Apakah organisasi keagamaan berhak menetapkan atau tidak? Bila Pemerintah (IMAM) yg berwenang menetapkan, mengapa ormas boleh menetapkan lain?
Krn Bukan Negara Agama, maka Pemerintah tidak bisa bertindak 100% sebagai IMAM dalam pengertian fekih. Pemerintah tdk bisa melarang ormas keagamaan, Ini yang sering dilupakan orang: Ñegara kita ini sudah 'disepakati' sebagai bukan NEGARA AGAMA dan bukan NEGARA SEKULER. Karena bukan mengikuti penetapannya. Sebaliknya karena bukan Negara Sekuler, maka Pemerintah ikut juga mengurusi soal agama sebatas dimungkinkan.
Jadi dalam hal ini, jangan disamakan dg 'negara2 Islam' atau yg menggunakan Fekih murni. Di negara2 semacam itu, tidak pernah terdengar ada perbedaan. Mengapa? Karena di negara2 tsb, hanya mengikuti penetapan dari yg berwenang, Pemerintah. Begitu Pemerintahnya menetapkan, orang tinggal melaksanakan, tidak ada yg mèmpersoalkan alasan Pemerintah, misalnya: apakah berdasarkan Hisab atau Ru'yah.
Terlepas dari hal tersebut, Pertanyaan2 masyarakat kita mengenai Kapan Puasa dan Kapan Idul Fitri, dari satu sisi, bisa diartikan sebagai KE-HATI2AN kaum muslimin dlm 'me-ngepas2kan ibadah' mereka. Asal kemudian tidak berlebihan mempertentangkan perbedaan seandainya terjadi. Lalu yg yg satu menganggap yg lain tdk sah atau malah mengharamkan. Meski seandainya HISAB dianggap 'BID'AH' dan RU'YAH dianggap 'KUNO', menurut keyakinan saya, Allah tidak 'mempersoalkan' hambaNya yg berpuasa dan ber'Ied berdasarkan HISAB maupun yg berpuasa dan ber'Ied berdasarkan RU'YAH. Allah tahu semata semua mereka itu hanya ingin menjalankan ibadah secara benar. Seperti yang selalu saya katakan, Puasa dan Idul Fitri itu haknya Allah. Sedangkan Allah itu SYAKÜR, Maha nrimakké (Bhs Jawa). Asal kita sudah usaha sungguh2 menjalankan perintah dan tidak berniat melawan, IA insyaAllah akan menerima. Sangat ironi bila Allah berkehendak meringankan kita, justru kita ingin memperberatkannya.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar