Warga Mohon Dugaan Korupsi Dana Covid-19 Untuk Pembelian Masker di Kabupaten Mojokerto Diusut Tuntas
IKBARO - Ikatan Keluarga Besar Masyarakat Mojokerto mendesak aparat hukum untuk mengusut tuntas dugaan korupsi pembelian masker yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto yang nilainya milyaran rupiah.
Najib Santoso koordinator Ikbaro menyatakan bahwa dugaan korupsi ini sangat menciderai masyarakat Indonesia umumnya dan Kabupaten Mojokerto khususnya yang tengah mengalami pandemi covid-19. Maka uang negara untuk penanganan dan pencegahan penularan virus covid-19 seharusnya tidaklah dikorupsi.
"Dugaan korupsi dana covid-19 untuk pembelian masker ini harus diusut tuntas, karena para pelaku seolah tidak peduli pada bencana yang menimpa negeri ini. Saat wabah menyerang masyarakat, kok tega mereka itu korupsi dana yang seharusnya dipakai untuk menangani pandemi covid-19 ini" Kata Santoso.
Santoso juga mengungkapkan bahwa surat laporan dugaan korupsi ini disampaikan pada Presiden, KPK, Kapolri dan Jaksa Agung, agar penanganan dugaan korupsi dana penanganan covid-19 ini bisa lebih serius dan maksimal.
"Kami melporkan hal ini pada Presiden, KPK, Kapolri dn Kejaksan Agung, agar pengusutannya benar-benar serius. Karena sudah ada pihak yang mengaku adanya dugaan korupsi ini, dan pihak Kepolisian serta Kejaksaan di Mojokerto melalui media massa hanya membantah bahwa mereka terlibat dalam dugaan korupsi ini serta menyatakan berjanji akan mengusutnya sejak bulan Juni 2020, tapi sampai saat ini tampaknya belum ada tindak lanjut sama sekali. Ini bisa menimbulkan anggapan yang tidak baik di masyarakat" tegas Santoso
Sebagaimana diketahui, sebelumnya telah ramai tentang adanya dugaan korupsi pengadan masker ini, dimana dana untuk pembelian masker ini terindikasi menjadi bancakan. hal ini terungkap karena adanya pengakuan dari pihak yang menyatakan sebagai penyedia masker, dimana dari harga masker itu ada sebelum mendapat pekerjaan harus berkomitmen memberikan uang kembalian atau cash back untuk diberikan pada oknum-oknum atau instansi tertentu yakni Kejaksaan, Kepolisian dan Bupati (https://radarmojokerto.jawapos.com/read/2020/06/29/201495/proyek-masker-diduga-jadi-bancakan),
Pihak Kepolisian Kabupaten Mojokerto saat itu membantah hal tersebut dan berjanji akan mmpelajari hal tersebut (https://radarmojokerto.jawapos.com/read/2020/07/01/201803/polisi-panggil-rekanan-pemenang-masker-yang-diduga-jadi-bancakan)
Demikian pula Kejaksaan Kabupaten Mojokerto juga membantah hal tersebut dan juga berjanji akan menelusuri hal tersebut (https://radarmojokerto.jawapos.com/read/2020/06/30/201649/aliran-dana-masker-ditelusuri)
Sedangkan Bupati (Non-aktif) Pungkasiadi yang saat ini sedang cuti untuk kampanye pemilihan Bupati Mojokerto 2020 karena maju sebagai calon pertahana, belum memberikan tanggapan.
Berikut Berita Sebelumnya tentang dugaan korupsi dana covid-19 untuk pembelian masker di Kabupaten Mojokerto, yang belum ada tindak lanjut dari aparat hukum sebagaimana yang dilaporkan oleh IKBARO kepda Presien, KPK, Kapolri dan Kejaksaan Agung
Berita 1 Jawa Pos Group
Proyek Masker Diduga Jadi Bancakan
Langkah Pemerintah Kabupaten Mojokerto menangani pandemi Covid-19, ternoda. Karena, di balik aksi menanggulangi bencana ini, justru mencuat kabar tak sedap. Diduga ada proyek yang dimainkan dan dijadikan bancakan.
Penelusuran Jawa Pos Radar Mojokerto menyebut, salah satu sumber bancakan itu berasal dari pengadaan masker kain berlogo pemda. Pengadaan masker ini mencapai sejuta lembar masker dan dibagikan ke masyarakat.
Seorang perajin menceritakan, pengadaan masker itu menjadi ladang empuk bagi sejumlah orang. Karena, mereka meminta fee atas proyek yang diberikan.
''Waktu saya dapat jatah untuk kerjakan masker. Tidak banyak. Tidak sampai 100 ribu masker,'' ujarnya.
Masker yang harus dibuatnya itu dengan spesifikasi yang cukup bagus. Yakni, menggunakan kain oxford (sejenis kain kaus katun), tebal dua layer, dan logo pemda yang dibordir. Dengan spesifikasi itu, pria ini mendapat harga Rp 4.500 per lembar.
Namun, sebelum mendapat proyek itu, ia diminta untuk komitmen. Yakni, ada cashback senilai Rp 550 per lembar. ''Alasannya, uang kembalian itu untuk tiga institusi,'' beber dia.
Salah satu pegawai Pemkab Mojokerto itu mencatut, ketiga institusi itu untuk Kejaksaan Negeri senilai Rp 200 per lembar, Rp 200 untuk kepolisian, dan Rp 150 untuk Bupati Mojokerto.
Permintaan cashback yang cukup besar tak mampu membuat dirinya melayangkan penolakan. Karena, sejak pandemi Covid-19 melanda, home industry miliknya nyaris mati suri. Berbagai pekerjaan yang kerap dijalankannya, berhenti total. Pasca mengamini permintaan fee itu, ia pun langsung mengerjakan masker yang dipesan Pemkab Mojokerto.
Hampir dua pekan mengerjakan proyek itu, akhirnya tuntas. Dan ia pun mengirimkannya ke Pemkab Mojokerto untuk segera didistribusikan ke masyarakat luas.
Bagi perajin, kata pria ini, harga masker sebesar Rp 3.950 per lembar, terlalu murah. Karena, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan masker cukup tinggi. Di antaranya, bordir logo pemda senilai Rp 1.000 per lembar, bahan masker, hingga penjahit.
''Di pasaran, dengan kualitas masker yang sama, bisa dijual dengan harga di atas Rp 10 ribu,'' beber dia.
Meski mendapat proyek dengan harga murah, tetapi ia terpaksa menerimanya.
''Selain karena sebagai bentuk aksi kemanusiaan, penjahit-penjahit saya juga bisa dapat pekerjaan,'' ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Logistik Tim Gugus Tugas Penanganan Coronavirus Disease Pemkab Mojokerto Muhammad Zaini tak berhasil dikonfirmasi terkait pengadaan masker ini.
Sedangkan, dinas kesehatan sebagai stakeholder pengadaan masker, melalui Kadinkes dr. Sujatmiko justru melempar dan meminta untuk mengklarifikasi ke salah satu stafnya.
''Silakan tanya langsung ke Mas Nanda (Nanda Hasan Solihin),'' katanya singkat. Nanda merupakan salah satu staf di Dinkes Kabupaten Mojokerto.
Meski begitu, ia meyakini, proses pengadaan sudah melalui prosedur dan aturan resmi pemerintah. Ia memastikan, saat pengadaan masker, dirinya tengah menjalani karantina mandiri setelah dinyatakan positif Covid-19.
Penelusuran Jawa Pos Radar Mojokerto menyebut, salah satu sumber bancakan itu berasal dari pengadaan masker kain berlogo pemda. Pengadaan masker ini mencapai sejuta lembar masker dan dibagikan ke masyarakat.
Seorang perajin menceritakan, pengadaan masker itu menjadi ladang empuk bagi sejumlah orang. Karena, mereka meminta fee atas proyek yang diberikan.
''Waktu saya dapat jatah untuk kerjakan masker. Tidak banyak. Tidak sampai 100 ribu masker,'' ujarnya.
Masker yang harus dibuatnya itu dengan spesifikasi yang cukup bagus. Yakni, menggunakan kain oxford (sejenis kain kaus katun), tebal dua layer, dan logo pemda yang dibordir. Dengan spesifikasi itu, pria ini mendapat harga Rp 4.500 per lembar.
Namun, sebelum mendapat proyek itu, ia diminta untuk komitmen. Yakni, ada cashback senilai Rp 550 per lembar. ''Alasannya, uang kembalian itu untuk tiga institusi,'' beber dia.
Salah satu pegawai Pemkab Mojokerto itu mencatut, ketiga institusi itu untuk Kejaksaan Negeri senilai Rp 200 per lembar, Rp 200 untuk kepolisian, dan Rp 150 untuk Bupati Mojokerto.
Permintaan cashback yang cukup besar tak mampu membuat dirinya melayangkan penolakan. Karena, sejak pandemi Covid-19 melanda, home industry miliknya nyaris mati suri. Berbagai pekerjaan yang kerap dijalankannya, berhenti total. Pasca mengamini permintaan fee itu, ia pun langsung mengerjakan masker yang dipesan Pemkab Mojokerto.
Hampir dua pekan mengerjakan proyek itu, akhirnya tuntas. Dan ia pun mengirimkannya ke Pemkab Mojokerto untuk segera didistribusikan ke masyarakat luas.
Bagi perajin, kata pria ini, harga masker sebesar Rp 3.950 per lembar, terlalu murah. Karena, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan masker cukup tinggi. Di antaranya, bordir logo pemda senilai Rp 1.000 per lembar, bahan masker, hingga penjahit.
''Di pasaran, dengan kualitas masker yang sama, bisa dijual dengan harga di atas Rp 10 ribu,'' beber dia.
Meski mendapat proyek dengan harga murah, tetapi ia terpaksa menerimanya.
''Selain karena sebagai bentuk aksi kemanusiaan, penjahit-penjahit saya juga bisa dapat pekerjaan,'' ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Logistik Tim Gugus Tugas Penanganan Coronavirus Disease Pemkab Mojokerto Muhammad Zaini tak berhasil dikonfirmasi terkait pengadaan masker ini.
Sedangkan, dinas kesehatan sebagai stakeholder pengadaan masker, melalui Kadinkes dr. Sujatmiko justru melempar dan meminta untuk mengklarifikasi ke salah satu stafnya.
''Silakan tanya langsung ke Mas Nanda (Nanda Hasan Solihin),'' katanya singkat. Nanda merupakan salah satu staf di Dinkes Kabupaten Mojokerto.
Meski begitu, ia meyakini, proses pengadaan sudah melalui prosedur dan aturan resmi pemerintah. Ia memastikan, saat pengadaan masker, dirinya tengah menjalani karantina mandiri setelah dinyatakan positif Covid-19.
Berita 2 Jawa Pos Group
Polisi Panggil Rekanan Pemenang Masker yang Diduga Jadi Bancakan
Dugaan bancakan proyek pengadaan sejuta masker di tengah pandemi Covid-19 juga menyita perhatian kepolisian.
Polres Mojokerto membantah terlibat langsung, apalagi menerima fee dalam pengadaan salah satu alat pelindung diri (APD) yang diketahui di bagi-bagi ke setiap pelosok desa.
Seiring dicatutnya institusinya, korps Bhayangkara ini memastikan turut menelusuri dugaan praktik kotor tersebut. Belakangan, bahkan tim yang dibentuk satreskrim sudah melakukan pemanggilan rekanan proyek sebagai langkah klarifikasi atas pengadaan masker.
''Akan kita dalami. Kita verifikasi dulu,'' kata Kasatrekrim Polres Mojokerto AKP Rifaldy Hangga Putra, kemarin.
Rifaldi memastikan akan mengkroscek kebenaran informasi tersebut. Tim yang dibentuk sudah melakukan pemanggilan terhadap rekanan proyek yang diduda turut terlibat dalam pengadaan sejuta masker berlogo Pemkab Mojokerto tersebut.
Hanya, pemanggilan ini sebatas untuk mengklarifikasi. ''Belum sampai dilakukan BAP (berita acara pemeriksaan). Dikrarifikasi saja kemarin, Senin (29/6),'' tegas Rifaldy.
Dia menegaskan, petugas akan terus melakukan pulbaket. Termasuk mempelajari aturan pengadaan masker yang dipenggawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto.
Dari aturan ini, nantinya petugas bisa mengetahui mekanisme praktik pengadaan masker nonmedis dengan harga perajin Rp 4.500 per lembar di tengah pendemi Covid-19 ini.
''Yang penting ini kita dalami. Sekarang masih pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan),'' katanya.
Kepolisian akan menelusuri siapa saja yang mendapat proyek pengadaan masker kain yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 dengan mekanisme penunjukan langsung (PL). Pun demikian dengan aliran dana yang digelontorkan.
Sebaliknya atas pencatutan istitusinya, Rifaldy langsung membantah. Menurutnya, pencatutan institusinya mendapatkan ''pembagian fee proyek masker'' tersebut merupakan hal yang ngawur.
Dia menegaskan, lembaganya tak pernah menerima sepeser pun atas proyek pengadaan masker tersebut. Apalagi, permintaan cashback yang cukup besar atau Rp 200 per lembar yang sebelumnya disebutkan.
''Makanya, langkah kami saat ini sedang melakukan penelusuran. Kami pastikan tidak ada itu (fee, Red),'' tegasnya.
Sebelumnya, seorang rekanan yang mendapat kontrak 300 ribu masker dari dinkes ogah memberikan keterangan secara detail atas cashback proyek tersebut.
Hanya, ia memastikan, kabar adanya fee tersebut tak mengada-ada.
''Memang ada. Dan tidak kecil,'' jelasnya.
Meski menolak merinci, namun ia memastikan, saat terpilih sebagai pemenang ''lelang sederhana'' di dinkes, ia tak pernah mendengar adanya persentase pembagian.
''Glondongan saja. Karena saya dapatnya lumayan,'' beber dia sembari menyebut jika ia mendapat proyek senilai Rp 1,8 miliar.
Polres Mojokerto membantah terlibat langsung, apalagi menerima fee dalam pengadaan salah satu alat pelindung diri (APD) yang diketahui di bagi-bagi ke setiap pelosok desa.
Seiring dicatutnya institusinya, korps Bhayangkara ini memastikan turut menelusuri dugaan praktik kotor tersebut. Belakangan, bahkan tim yang dibentuk satreskrim sudah melakukan pemanggilan rekanan proyek sebagai langkah klarifikasi atas pengadaan masker.
''Akan kita dalami. Kita verifikasi dulu,'' kata Kasatrekrim Polres Mojokerto AKP Rifaldy Hangga Putra, kemarin.
Rifaldi memastikan akan mengkroscek kebenaran informasi tersebut. Tim yang dibentuk sudah melakukan pemanggilan terhadap rekanan proyek yang diduda turut terlibat dalam pengadaan sejuta masker berlogo Pemkab Mojokerto tersebut.
Hanya, pemanggilan ini sebatas untuk mengklarifikasi. ''Belum sampai dilakukan BAP (berita acara pemeriksaan). Dikrarifikasi saja kemarin, Senin (29/6),'' tegas Rifaldy.
Dia menegaskan, petugas akan terus melakukan pulbaket. Termasuk mempelajari aturan pengadaan masker yang dipenggawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto.
Dari aturan ini, nantinya petugas bisa mengetahui mekanisme praktik pengadaan masker nonmedis dengan harga perajin Rp 4.500 per lembar di tengah pendemi Covid-19 ini.
''Yang penting ini kita dalami. Sekarang masih pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan),'' katanya.
Kepolisian akan menelusuri siapa saja yang mendapat proyek pengadaan masker kain yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 dengan mekanisme penunjukan langsung (PL). Pun demikian dengan aliran dana yang digelontorkan.
Sebaliknya atas pencatutan istitusinya, Rifaldy langsung membantah. Menurutnya, pencatutan institusinya mendapatkan ''pembagian fee proyek masker'' tersebut merupakan hal yang ngawur.
Dia menegaskan, lembaganya tak pernah menerima sepeser pun atas proyek pengadaan masker tersebut. Apalagi, permintaan cashback yang cukup besar atau Rp 200 per lembar yang sebelumnya disebutkan.
''Makanya, langkah kami saat ini sedang melakukan penelusuran. Kami pastikan tidak ada itu (fee, Red),'' tegasnya.
Sebelumnya, seorang rekanan yang mendapat kontrak 300 ribu masker dari dinkes ogah memberikan keterangan secara detail atas cashback proyek tersebut.
Hanya, ia memastikan, kabar adanya fee tersebut tak mengada-ada.
''Memang ada. Dan tidak kecil,'' jelasnya.
Meski menolak merinci, namun ia memastikan, saat terpilih sebagai pemenang ''lelang sederhana'' di dinkes, ia tak pernah mendengar adanya persentase pembagian.
''Glondongan saja. Karena saya dapatnya lumayan,'' beber dia sembari menyebut jika ia mendapat proyek senilai Rp 1,8 miliar.
Berita 3 Jawa Pos Group
Dugaan Proyek Masker
Aliran Dana Masker Ditelusuri
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto membantah tudingan telah menerima fee atas proyek pengadaan masker yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Mojokerto.
Lembaga adhiyaksaini memastikan akan turun dan menyelidiki dugaan praktik kotor itu.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto Agus Haryono mengatakan, pengadaan masker nonmedis dengan harga perajin Rp 4.500 per lembar itu dilakukan sebelum kejari terlibat dalam tim gugus.
''Saat kami masuk (menjadi tim pengawasan), pengadaan itu sudah dilakukan,'' ujarnya, kemarin.
Dengan tak dilibatkannya dalam proyek itu, tegas Agus, maka pencatutan nama lembaga untuk mendapat cashback, sangat tak rasional.
''Kami belum masuk. Tentunya, tidak ada apa-apa,'' jelas mantan Kasi Intel Kejari Cianjur, Jawa Barat tersebut. Agus memastikan, lembaganya tak pernah menerima sepeserpun atas ''pembagian fee proyek masker'' yang dipunggawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto tersebut.
''Saya berani memastikan, tidak pernah menerima apa pun,'' tegas dia.
Sementara itu, terkait dengan pengadaan masker kain yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 dengan mekanisme penunjukan langsung (PL), bukan menjadi sumber persoalan. Akan tetapi, ia menjadi merah telinga setelah institusinya dicatut untuk meraup keuntungan dalam proyek pengadaan masker.
''Kami telusuri. Siapa saja yang mendapatkan proyek itu, dan ke mana aliran dananya,'' beber dia.
Terpisah, seorang rekanan yang mendapat kontrak 300 ribu masker dari Dinkes Kabupaten Mojokerto ogah memberikan keterangan secara detail atas cashback proyek tersebut. Hanya, ia memastikan, kabar adanya fee tersebut tak mengada-ada.
''Memang ada. Dan tidak kecil,'' jelasnya sembari enggan menyebut secara detail atas cashback tersebut.
Meski menolak merinci, namun ia memastikan, saat terpilih sebagai pemenang ''lelang sederhana'' di dinkes, ia tak pernah mendengar adanya persentase pembagian. ''Glondongan saja. Karena saya dapatnya lumayan,'' beber dia sembari menyebut jika ia mendapat proyek senilai Rp 1,8 miliar.
Direktur salah satu CV ini mengaku cashback yang diminta memang bukan pertimbangan. Karena proyek pengadaan masker di tengah pandemi, cukup membuat lega para pengusaha. Bisa dibayangkan, proyek ini tanpa pajak yang harus ditanggung oleh pengusaha.
Selain terbebas dari tanggungan pajak apa pun, ia pun cukup mudah menyelesaikan pekerjaan pembuatan masker dari dinkes. Bisa dibayangkan, dengan target 300 ribu masker yang harus diselesaikan kurang dari sebulan, ia mampu menyelesaikan lebih cepat.
Untuk mempercepat proses pengerjaan, ia menggandeng para perajin dari berbagai kecamatan di wilayah Mojokerto. Mudahnya menggandeng para perajin, karena hampir semua penjahit tak ada pekerjaan. Mereka menganggur sejak pandemi melanda Bumi Majapahit.
Seperti diberitakan sebelumnya, di tengah pandemi Covid-19, pemkab Mojokerto melakukan pengadaan sejuta masker. Masker yang terbuat dari kain kaus itu seharga Rp 6 ribu per lembar.
Namun, yang menjadi miris, dari harga itu, perajin hanya mendapat harga Rp 4500 per lembar dan membayar cashback senilai Rp 550 per lembar. Besaran potongan itu, direncanakan untuk dibagikan ke tiga lembaga.
Ketiga institusi itu untuk kejari Rp 200 per lembar, Rp 200 untuk kepolisian, dan Rp 150 untuk bupati Mojokerto. Dengan asumsi itu, maka kejari dan kepolisian memperoleh Rp 200 juta, dan bupati Rp 150 juta.
Aliran Dana Masker Ditelusuri
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto membantah tudingan telah menerima fee atas proyek pengadaan masker yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Mojokerto.
Lembaga adhiyaksaini memastikan akan turun dan menyelidiki dugaan praktik kotor itu.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto Agus Haryono mengatakan, pengadaan masker nonmedis dengan harga perajin Rp 4.500 per lembar itu dilakukan sebelum kejari terlibat dalam tim gugus.
''Saat kami masuk (menjadi tim pengawasan), pengadaan itu sudah dilakukan,'' ujarnya, kemarin.
Dengan tak dilibatkannya dalam proyek itu, tegas Agus, maka pencatutan nama lembaga untuk mendapat cashback, sangat tak rasional.
''Kami belum masuk. Tentunya, tidak ada apa-apa,'' jelas mantan Kasi Intel Kejari Cianjur, Jawa Barat tersebut. Agus memastikan, lembaganya tak pernah menerima sepeserpun atas ''pembagian fee proyek masker'' yang dipunggawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto tersebut.
''Saya berani memastikan, tidak pernah menerima apa pun,'' tegas dia.
Sementara itu, terkait dengan pengadaan masker kain yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 dengan mekanisme penunjukan langsung (PL), bukan menjadi sumber persoalan. Akan tetapi, ia menjadi merah telinga setelah institusinya dicatut untuk meraup keuntungan dalam proyek pengadaan masker.
''Kami telusuri. Siapa saja yang mendapatkan proyek itu, dan ke mana aliran dananya,'' beber dia.
Terpisah, seorang rekanan yang mendapat kontrak 300 ribu masker dari Dinkes Kabupaten Mojokerto ogah memberikan keterangan secara detail atas cashback proyek tersebut. Hanya, ia memastikan, kabar adanya fee tersebut tak mengada-ada.
''Memang ada. Dan tidak kecil,'' jelasnya sembari enggan menyebut secara detail atas cashback tersebut.
Meski menolak merinci, namun ia memastikan, saat terpilih sebagai pemenang ''lelang sederhana'' di dinkes, ia tak pernah mendengar adanya persentase pembagian. ''Glondongan saja. Karena saya dapatnya lumayan,'' beber dia sembari menyebut jika ia mendapat proyek senilai Rp 1,8 miliar.
Direktur salah satu CV ini mengaku cashback yang diminta memang bukan pertimbangan. Karena proyek pengadaan masker di tengah pandemi, cukup membuat lega para pengusaha. Bisa dibayangkan, proyek ini tanpa pajak yang harus ditanggung oleh pengusaha.
Selain terbebas dari tanggungan pajak apa pun, ia pun cukup mudah menyelesaikan pekerjaan pembuatan masker dari dinkes. Bisa dibayangkan, dengan target 300 ribu masker yang harus diselesaikan kurang dari sebulan, ia mampu menyelesaikan lebih cepat.
Untuk mempercepat proses pengerjaan, ia menggandeng para perajin dari berbagai kecamatan di wilayah Mojokerto. Mudahnya menggandeng para perajin, karena hampir semua penjahit tak ada pekerjaan. Mereka menganggur sejak pandemi melanda Bumi Majapahit.
Seperti diberitakan sebelumnya, di tengah pandemi Covid-19, pemkab Mojokerto melakukan pengadaan sejuta masker. Masker yang terbuat dari kain kaus itu seharga Rp 6 ribu per lembar.
Namun, yang menjadi miris, dari harga itu, perajin hanya mendapat harga Rp 4500 per lembar dan membayar cashback senilai Rp 550 per lembar. Besaran potongan itu, direncanakan untuk dibagikan ke tiga lembaga.
Ketiga institusi itu untuk kejari Rp 200 per lembar, Rp 200 untuk kepolisian, dan Rp 150 untuk bupati Mojokerto. Dengan asumsi itu, maka kejari dan kepolisian memperoleh Rp 200 juta, dan bupati Rp 150 juta.
__._,_.___
Posted by: putra wardana <pwardana2000@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar