Senin, 26 Oktober 2015

Re: [Media_Nusantara] Sanksi Untuk Pembakar Hutan

 

PEMBAKARAN HUTAN yang direncanakan  BUKAN SEKEDAR  Tindakan Keji DAN kurang ajar dari para PENGUSAHA ASING terkait , yang cukup  Hanya untuk DITINDAK  ADMINITRATIVE oleh Pem .R.I terhadap Perusahan2 AUSTRALIA dan MALAYSIA serta Perusahaan lain sejenisnya..

1/. > AKT PEMBAKARAN - HUTAN oleh PERUSAHAN2 ASING TERKAIT- dibanyak  wilayah Kekuasaan R.I  adalah SUATU INTRIK POLITIK yang dilancarkan Pem INGGRIS dan sekutunya  melalui Tangan2 Kanannya yang tradisionil (Australia dan Malaysia)  dan bermotive sebagai Sabotage EKONOMI dan Politik yang langsung tak langsug dilakukan oleh Pihak AUSTRALIA DAN MALAYSIA melalui Perushaan2nya yang Mendapat IZIN untuk USAHA secara Legal  - TETAPI  TIDAK untuk MENYALAHGUNAKAN  IZIN USAHA tsb " UNTUK SECARA BUAS dan ILLEGAL (maupun LEGAL)  MEMBAKAR LAHAN2 HUTAN di BUMI NEGARA REPUBLIK INDONESIA  - dan Dilahan HUTAN2 MILIK DAN KEKAYAAN ALAM BANGSA DAN NEGARA INDONESIA

2/. AKT PEMBAKARAN - HUTAN MILIK NEGARA dan RAKYAT INDONESIA  dibanyak  wilayah Kekuasaan R.I oleh PERUSAHAAN2 ASING  ( Australia dan Malaysia, dan Perusahaan2 Asing lainnya ) Jelas adalah SUATU TINDAKAN  PELANGGARAN HUKUM  dan bahkan Melanggar Hukum International dan JELAS melanggar Ketentuan2 yang dinyatakan dalam Perjanjian2 atau Kontrakt Perjanjian yang bersangkutan , bahwa > IZIN  USAHA dan atau LISENSI yang diberikan oleh Pem.RI terhadap PERUSAHAAN2 TERKAIT ( Asing atau Nasional) BUKAN SAMA SAKALI IZIN UNTUK TUJUAN  MEMBAKAR DAN PEMBAKARAN HUTAN YANG BEGITU MEMBABI -BUTA diwilayah Kepulauan Republik Indonesia  !!!.

3/. PEMBAKARAN2 HUTAN DIBUMI DAN DIBERBAGAI WILAYAH KEKUASAN R.I OLEH PERUSHAAN2 ASING (kongkretnya AUSTRALIA dan MALAYSIA ) adalah merupakan KEGIATAN ILLEGAL yang mempunyai latar belakang INTRIK POLITIK ( yang sekilas Tak cukup Nampak dan Tidak tersimak dimata banyak Kalangan Resmi maupun Media, apalagi dimata Manusai2 Awam .... ) terhadap Pem.Indonesia  [ diantaranya termasuk Intrik2 Politik Inggris/Australia di PAPUA BARAT  dan INTRIK2 POLITIK  Inggris/ Malaysia dikawasan KALIMANTAN dna SUMATRA ( termasuk di Aceh ) ]

4/ Pemerintah R.I sangat perlu dan diharapkan untuk MENINDAK HUKUM PARA OKNUM PEJABAT DAERAH2 yang bersangkutan  dan atau Para " WAKIL2 RAKYAT di PUSAT dan DAERAH"  yang langsung harus Bertangung Jawab atas PENGAWASAN TATA -TERTIB 
HUKUM dan PENGAWASAN DAN PELAKSANAAN IZIN  USAHA yang diberikan kepada Perusaha2n terkiat (asing maupun Nasional) yang beroperasi di setiap Daerah Kekuasaan Para Pimpinan dan WAKIL2 DAERAH terkait  (terutama Wakil2 Daerah Kepulauan RIAU, JAMBI ,PAKAN BARU, ACEH dan Sumatra umumnya, Kalimantan Tengah dan Timur dan di Daerah Kalimantan keseluruhannya , di Sulawei dan Nusa Tenggra serta di Pappua Barat ) serta HARUS MEMPERTANGGUNG JAWABKAN atas KETELEDORAN dan KETIDAK ACUHAN dan atau atas  KEMASA-BODOHAN dan KETIDAK SERIOUSAN dalam menjalankan Tugasnya masing2 selaku PIMPINAN DAN ATAU  WAKIL2 DAERAHNYA MASING2, yang memicu Situasi yang TIDAK TERKONTROL didaerahnya Masing2 dan yang  atas  segala Akibat yang timbul dan ditimbulkan oleh adanya sekian banyak Kejadian  PEMBAKARAN  HUTAN YANG SENGAJA DAN DIRENCANAKAN oleh Para Perusahaan2 Asing tsb, yang beroperasi di wilayah Daerahnya masing2  ).



2015-10-26 19:55 GMT+01:00 Indra Prihantaka indrapuyi@yahoo.com [Media_Nusantara] <Media_Nusantara@yahoogroups.com>:
 

Sanksi Untuk Pembakar Hutan
Pemerintah Umumkan Perusahaan Pembakar Hutan & Sanksi Yang Diberikan, Meskipun Ada Anggota DPR Yang Keberatan Jika Perusahaan Pembakar Hutan Diumumkan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mengumumkan 10 perusahaan yang terlibat pembakaran hutan yang menyebabkan kabut asap di sejumlah wilayah di Indonesia.

Sebelumnya, ia telah mengumumkan empat perusahaan pembakar hutan. Artinya, total sudah ada 14 perusahaan yang diumumkan sebagai pembakar hutan.

Perusahaan-perusahaan tersebut akan dikenai sanksi administratif, mulai dari sanksi paksa untuk memenuhi kewajiban yang diminta pemerintah (kewajiban tersebut di antaranya menyediakan alat pemadam kebakaran), pembekuan izin, hingga pencabutan izin operasi.

Menurut Siti, dari 10 perusahaan terkena sanksi yang diumumkan Senin lalu, empat perusahaan mendapatkan sanksi paksaan pemerintah, empat perusahaan lainnya terkena sanksi pembekuan izin, dan dua lainnya terkena sanksi pencabutan izin.

Empat perusahaan yang dijatuhi sanksi paksaan pemerintah adalah PT BSS (perusahaan perkebunan di Kalimantan Barat), PT KU (perusahaan perkebunan di Jambi), PT IHM (hutan tanaman industri atau HTI di Kalimantan Timur), dan PT WS (HTI di Jambi).

Empat perusahaan yang dijatuhi sanksi pembekuan izin adalah PT SBAWI (HTI di Sumatera Selatan), PT PBP (hak pengusahaan hutan atau HPH di Jambi), PT DML (HPH di Kalimantan Timur), dan PT RPM (perusahaan perkebunan di Sumatera Utara).

Dua perusahaan yang dijatuhi sanksi pencabutan izin adalah PT Mega Alam Sentosa (HTI di Kalimantan Barat) dan PT Dyera Hutan Lestari (HTI di Jambi).

Kita tentu saja mengapresiasi apa yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait pemberian sanksi kepada perusahaan-perusahaan pembakar hutan. Terlebih lagi, Menteri Siti menekankan sanksi ini akan diberikan bersamaan dengan kasus pidana yang sedang diproses di Markas Besar Kepolisian dan Kepolisian Daerah setempat terhadap 26 perusahaan.

Sejumlah perusahan pembakar hutan tersebut ada yang teridentifikasi dari Singapura, Malaysia, Tiongkok, dan Australia. Kementerian LHK menyebutkan, hingga saat ini sudah ada 34 perusahaan yang diperiksa. Dari jumlah tersebut, 14 sudah diumumkan statusnya, sedangkan sisanya masih diverifikasi data. Kementerian LHK juga masih menargetkan pemeriksaaan 41 perusahaan lain.

Sementara itu, dari kepolisian dilaporkan tujuh perusahaan penanaman modal asing (PMA) telah dijadikan tersangka kasus pembakaran hutan dan lahan. Satu perusahaan berbasis di Tiongkok, satu di Australia, dan lima di Malaysia.

Tujuh korporasi itu berinisial PT ASP (Tiongkok) membakar lahan di Kalimantan Tengah; PT KAL (Australia) membakar lahan di Kalimantan Barat; PT IA (Malaysia), PT H (Malaysia), dan PT MBI (Malaysia) di Sumatera Selatan; serta PT PAH (Malaysia) dan PT AP (Malaysia) membakar lahan di Jambi.

Kita berharap pemerintah benar-benar serius dalam penegakan hukum kasus pembakaran hutan. Sinergi antara Kementerian LHK dan kepolisian benar-benar kita harapkan bisa membuat jera para pelaku.

Target perusahaan meraup keuntungan dengan mengorbankan ekosistem lingkungan dan kehidupan di sekitar hutan benar-benar tak bisa ditoleransi dan harus diberi hukuman yang pantas.

Pernyataan anggota DPR yang mengkhawatirkan pengumuman sanksi perusahaan—dengan menyebut nama-nama perusahaan tersebut sebelum keputusan sidang pengadilan—akan menurunkan iklim investasi menurun, tak perlu didengar.

Sudah saatnya perusahaan-perusahaan tersebut tahu bahwa kita bisa bersikap tegas terhadap tindakan mereka yang menyebabkan kerugian bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya.

Pada 2015 ini saja, areal hutan dan lahan yang terbakar telah mencapai 1,7 hektare. Kabut asap yang ditimbulkannya telah membuat masyarakat di Sumatera, Kalimantan, hingga Malaysia dan Singapura harus kehilangan jarak pandang yang membuat semua aktivitas terganggu dan mengalami gangguan kesehatan.

Kerugian materiil dan imateriil yang diakibatkan dari kabut asap tersebut terlalu besar. Penyelidikan yang dilakukan Kementerian LHK menunjukkan luas areal yang terbakar itu berada di 413 entitas perusahaan. Jadi, wajar jika pertanggungjawaban harus diminta pada perusahaan-perusahaan tersebut.

Selain penegakan hukum, kita berharap pemerintah mulai memikirkan penciptaan struktur insentif dalam pengelolaan hutan. Kita tahu bahwa luas hutan Indonesia membuat pemerintah kewalahan dalam melakukan pengawasan dan kontrol. Ini juga terkait minimnya anggaran.

Karena itu, penciptaan sistem insentif bisa memberikan subsidi besar untuk pengelolaan hutan. Kita bisa mencontoh bagaimana negara-negara di Amerika Latin menyubsidi kegiatan hutan tanaman mereka. Subsidi ini bisa berbentuk keringanan pajak, pinjaman berbunga rendah, pembayaran langsung, penyediaan makanan untuk melaksanakan program ini, bantuan bibit tanaman, dan bantuan teknis gratis.

Sebuah penelitian yang dirilis di Brasil menunjukkan, penebangan hutan hanya bisa diperlambat apabila tersedia insentif kuat untuk itu. Hal yang perlu dilakukan adalah menyusun aturan hukum dan perpajakan guna memastikan pemeliharaan hutan lebih menguntungkan dibandingkan menebangnya.




__._,_.___

Posted by: Marco 45665 <comoprima45@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (2)

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar