Sejak jaman jahiliyah bangsa Arab sudah mempunyai perhitungan hari, minggu dan bulan tetapi belum mempunyai perhitungan tahun..
Dilansir dari Kumpulan Naskah Ceramah Tahun Baru Hijriyah Terbitan Tahun 2010 milik Kementerian Agama, kala itu tahun dinamakan berdasarkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di tahun itu.
Misalnya Tahun Gajah, Tahun Kenabian, Tahun Azan (di tahun mana disyariatkan azan), Tahun Duka-cita (tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah) dan lain-lain sebagainya.
Perhitungan tahun berdasarkan kejadian hijrah dimulai pada tahun 17 Hijriyah, yaitu 17 tahun sesudah kejadian hijrah itu sendiri atau 7 tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw• di jaman pemerintahan Khalifah Umar Bin Khaththab r.a.
Menurut al-Sya'bi, yang mendorong diambilnya keputusan tersebut ialah adanya surat dari Abu Musa al-Asy'ari, Amir (Gubemur) di Bashrah kepada Khalifah Umar Bin Khattab, yang menerangkan bahwa beliau menerima surat dari Khalifah Umar Bin Khattab sendiri yang tidak bertanggal dan hal ini menimbulkan kesulitan.
Menurut riwayat Maimuri Bin Maharun, pada suatu hari dibawalah kepada Khalifah Umar sebuah dokumen bertanda Sya'ban tanpa tahun.
Khalifah bertanya bulan Sya'ban yang mana, Sya'ban tahun inikah atau sebelumnya?
Tak seorang jua yang dapat menjawab, sebab itu Khalifah memanggil semua orang terkemuka untuk membahas masalah itu, agar tidak terjadi lagi keraguan dimasa yang akan datang.
Semua berpendapat perlu adanya penanggalan, perlu ditetapkan perhitungan tahun di samping perhitungan hari dan bulan.
Berbagai saran dikemukakan, antara lain agar perhitungan tahun ditetapkan dimulai dengan tahun lahirnya Nabi Muhammad saw. dengan tahun wafatnya Rasulullah saw.; dengan tahun permulaan turunnya wahyu (atau kenabian), dengan tahun terjadinya perang Badar, dengan peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah.
Saran terakhir ini berasal dari Sahabat Ali Bin Abi Thalib r.a. dengan ucapan beliau: "Dimulai dari Tahun Hijrahnya Rasulullah saw. meninggalkan daerah Syirk".
Saran ini diterima oleh semua orang, termasuk Khalifah sendiri.
Sejak waktu itu lahirlah perhitungan Tahun Hijriyah yang sampai hari ini dipergunakan oleh seluruh dunia Islam.
Tahun baru Hijriyah dimulai dari tanggal 1 Muharram
Menurut Wakil Sekretaris PWNU DIY, Ustaz Muhajir, bulan Muharram merupakan bagian dari empat bulan haram (suci) di Sisi Allah SWT yaitu, Muharram, Rajab, Dzulqaidah, dan Dzulhijah.
"Muharram merupakan bulan haram (suci) bagi umat muslim. Di kategorikan suci karena di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa istimewa hingga sebagai waktu yang baik untuk melakukan amalan-amalan ibadah yang dilakukan di luar bulan tersebut," jelasnya .
Pernyataan, Ustaz Muhajir pun dipertegas melalui hadis riwayat Bukhari: Lalu apa saja empat bulan suci tersebut?
Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci).
Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo'dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya'ban." (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Banyak peristiwa besar yang terjadi pada bulan tersebut, terutama pada 10 Muharram.
Maka, tidak heran bila 10 Muharram sering disebut sebagai hari bersejarah.
Berikut, tiga peristiwa penting dan bersejarah yang terjadi pada bulan Muharram:
1. Nabi Nuh dan Banjir Bandang
Allah menyelamatkan Nabi Nuh dari banjir bandang dan keluar dari kapalnya di atas gunung Judi setelah bumi ditenggelamkan selama 5 bulan.
Adapun panjang kapal Nabi Nuh menurut informasi dari Ibnu Jarir al-Thabari adalah 1200 hasta (540 meter) dan lebarnya 600 hasta (270 meter).
Kapal itu dibuat 3 lantai. Lantai pertama untuk hewan ternak dan binatang buas. Lantai dua untuk manusia, dan lantai tiga untuk macam-macam burung.
Sementara menurut Ibnu Abbas, Nabi Nuh berada di kapal itu bersama 80 orang dengan keluarganya masing-masing. Mereka berada di kapal selama 150 hari. Allah mengarahkan kapal itu ke Makkah lalu kapal tersebut berputar-putar mengelilingi Baitullah selama 40 hari. Allah kemudian mengarahkan kapal itu berlabuh di bukit Judi.
Nabi Nuh dan para pengikutnya mulai naik ke kapal pada hari kesepuluh di bulan Rajab dan berlayar mengarungi air bah selama 150 hari hingga akhirnya kapal itu berlabuh di bukit Judi selama satu bulan. Mereka keluar dari kapal pada tanggal 10 Muharram.
2. Nabi Musa dan Tentara Firaun
Allah selamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari tentara Fir'aun dan Allah menenggelamkan Fir'aun bersama tentara-tentaranya di laut merah.
Menurut keterangan dari Ibnu Katsir yang mengutip pendapat beberapa mufassir menjelaskan bahwa Fir'aun berada di tengah-tengah pasukan berkudanya yang berjumlah 100.000 kuda jantan berwarna hitam.
Adapun jumlah keseluruhan pasukan yang menyertainya 1.600.000 orang.
Sementara jumlah Bani Israil yang dikejar tentara Fir'aun berjumlah 600.000 orang.
Lalu, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah, pada hari itu (10 Muharram), Nabi Musa yang diikuti Bani Israil menjalan puasa.
Sebagaimana diceritakan Abu Hurairah bahwasanya Nabi saw pernah berjalan melewati orang-orang Yahudi yang sedang berpuasa pada hari Asyura, lalu Nabi bertanya, "Puasa apa kalian?,"
Mereka menjawab, "Hari ini Tuhan menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari tenggelam, sementara Fir'aun dan tentara-tentaranya ditenggelamkan.
Pada hari ini juga, Tuhan melabuhkan kapal Nuh bi bukit Judi. Oleh sebab itu, pada hari ini Nuh dan Musa berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan mereka.
Kemudian, hal ini pun diperjelas dalam HR Ahmad:
"Aku lebih berhak atas Musa dan lebih berhak untuk berpuasa pada hari ini..
Selanjutnya Nabi bersabda kepada para sahabatnya, "Siapa di antara kalian berniat puasa pagi hari ini, hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Siapa diantara kalian terlanjur memakan makanan yang dihidangkan keluarganya, maka ia juga menyempurnakan sisa waktu hari ini untuk berpuasa." HR. Ahmad
3. Kisah Cucu Nabi Muhammad
Husain, cucu Nabi saw. terbunuh di Karbala oleh para penghianat Kuffah, pasukan Yazid bin Mu'awiyah.
Para pembunuh tersebut di antaranya bernama Syamir bin Dzi al-Jausyan, Husain bin Numair, Zur'ah bin Syarik al-Tamimi, Khauli bin Sa'ad al-Asbahi, Sinan bin Anas, dan Mahfaz bin Tsa'labah.
Peristiwa terbunuhnya Husain di Karbala terjadi pada Jum'at, 10 Muharram 61 H (10 Oktober 680 M) dalam usia 58 tahun.
Al-Thabarani dalam bukunya Maqtal Husain bin 'Ali bin Abi Thalib mengisahkan bahwa suatu ketika, Husain bin Ali masuk ke kamar Nabi yang ketika itu sedang menerima wahyu.
Lalu Husain meloncat ke atas pundak Nabi dan bermain-main di atas punggung beliau. Maka kemudian Jibril bertanya Wahai Muhammad, apa engkau mencintainya?." Nabi pun menjawab, "Wahai Jibril, bagaimana aku tidak mencintai cucuku?." Jibril lantas berkata kembali, "Sesungguhnya, setelah kamu wafat nanti umatmu akan membunuhnya.
"Jibril kemudian mengambil tanah berwarna putih dan memberikannya kepada Nabi seraya berkata, "Wahai Muhammad, di tanah inilah cucumu akan dibunuh.Tanah itu namanya Thaf (Karbala)."
Ketika Jibril sudah pergi, Nabi Muhammad keluar dengan membawa tanah itu sambil berkata, "Wahai 'Aisyah, Jibril memberitahu aku bahwa Husain, cucuku akan dibunuh di tanah Thaf dan sesungguhnya setelah kepergianku nanti, umatku akan menghadapi.
Maka, dengan banyaknya peristiwa penting dan bersejarah dalam islam yang jatuh pada bulan Muharram seharunya membuat umat muslim dapat memaknainya dengan berserah diri pada Allah SWT.
"Banyak sekali peristiwa-peristiwa pada bulan Muharram itu. Maka, hendaklah senantiasa beribadah kepada Allah dan memohon ampunan kepadaNya," pungkas Ustaz Muhajir