Saya ingin meluruskan tulisan Adian Napitupulu yang berjudul BUMN & UMKM DALAM CERITA & ANGKA SIAPA PAHLAWAN SESUNGGUHNYA?
by. Erizeli Jely Bandaro
Pertama, Pemerintah atau negara tidak memberikan talangan lewat APBN kepada Garuda Indonesia. Tetapi dalam bentuk underwriting atas skema modal kerja investasi Garuda. Underwriting pun bukan dalam bentuk penjaminan lewat APBN, tetapi best effort. Artinya resiko ada pada Garuda sendiri bukan pada pemerintah. Dengan skema itu Garuda boleh mencari pinjaman Bank atau dana venture darimanapun asalnya, dan pemerintah hanya memberikan underwriting. Kalau gagal, itu tanggung jawab Garuda, yang tentu sudah ada persetujuan dari semua pemegang saham. Jadi singkatnya , pemerintah hanya memberikan skema, bukan uang. Itu sebabnya Garuda terpaksa harus melakukan rasionalisasi, PHK dan efisiensi lainnya agar layak mendapatkan pinjaman dari pihak lain. Karena resiko kalau terjadi gagal bayar, tetap pada Garuda da investor, bukan Pemerintah.
Kedua, Dana Rp 152 Trilyun dari PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional). Tidak semua dalam bentuk talangan. Diantaranya sebesar Rp 94,23 triliun. Itu memang tagihan BUMN yang selama ini pemerintah belum bayar. Tagihan itu berupa kompensasi PSO. Sebesar Rp 25,27 triliun dalam bentuk PMN dan tidak semua dalam bentuk cash. Sebagian dalam bentuk right issue. Dan sisanya modal kerja atau talangan yang tidak dalam bentuk uang tunai. Skemanya seperti uraian saya pada point pertama.
Ketiga, kita engga bisa membagikan uang kepada UMKM dengan alasan populis. Setiap sen uang negara harus disalurkan secara sistem yang modern dan akuntabel. Keseriusan pemerintah mendukung UMKM sangat jelas. Itu bisa dillihat dari adanya alokasi anggaran PEN untuk PMN kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero). PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Rp 500 miliar. Ketiga BUMN itu memang focus kepada pembinaan UMKM dalam bentuk collateral provider dan fund provider. Mereka membinan jutaan UMKM dan sudah eksis sejak Soeharto tumbang. Jadi concern bang Adian sudah ada dalam PEN.
Keempat, Utang BUMN cenderung meningkat kencang seiring dengan kegiatan ekspansinya. Kementerian BUMN menghitung kenaikan utang BUMN akan menembus angka Rp5,253 triliun. Tetapi 89% utang itu atau Rp4.478 triliun, berasal dari Bank BUMN, dan itu bukan utang dalam arti umum. Itu DPK atau dana pihak ketiga ( nabung/deposito). Jadi kalau dikeluarkan DPK, utang BUMN hanya sebesar kurang lebih Rp. 800 T. Sementara Asset BUMN mencapai Rp. Rp8.300 T. Jadi rasionya masih sangat solvabel.
Kelima, saya sependapat bahwa BUMN jangan lagi komut itu para pensiunan pejabat negara atau kalau bisa semua orang partai keluar dari BUMN. Benar benar maluin. Bagaimanapun itu jelas merusak reputasi partai dihadapan rakyat. Kita harus mendukung Jokowi dengan cara yang terpelajar. Kalau salah ya salahkan. Kalau benar ya dukung. Dan kalau ada informasi bias, tugas kita meluruskan agar rakyat mendapatkan pencerahan.
Tetap semangat!
Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone
__._,_.___
Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar