Harga BBM (Tanggapan atas tulisan Said Didu di Detik News)
By Erizeli Jely Bandaro
Saya perlu luruskan tulisan Said didu ini karena sangat bias dan provokatif.
Pertama, anda mengatakan penyebab pemerintah belum menurunkan harga minya karena Keputusan Menteri ESDM No 62K/MEM/2020 tanggal 20 Februari 2020 yang intinya bahwa harga BBM di Indonesia didasarkan pada harga rata-rata produk kilang minyak di Singapura (MOPS - Mean Oil Platts Singapore) dan hanya dapat ditinjau setiap 2 bulan, yaitu setiap tanggal 24 pada bulan genap. Anda lupa kebijakan sebelumnya tiga bulan sekali. Itu artinya terjadi perubahan ekstrim dari tiga bulan menjadi dua bulan, karena terjadi perubahan harga minyak dunia juga ekstrim. Dalam hal ini pemeritah sudah meresponse pasar dengan baik.
Perbedaan harga BBM itu hanya pada cara menghitung harga pasar minyak dunia sebagai acuan. Tiap negara berbeda beda menghitung harga jual BBM, tergantung metode investorinya. Ada yang menghitung harga berdasarkan harga harian atau mingguan dengan metode akuntasi inventori menerapkan LIFO ( last in first out). Harga terakhir pembelian crude oil menjadi dasar menetapkan harga jual BBM sekarang. Nah bagaimana dengan kita? Dalam sistem akuntasi kita menerapkan metode FIFO ( first in first out). Harga rata pembelian crude sebelumnya menjadi harga patokan harga jual BBM sekarang. Itu harga average ( rata rata) per 2 bulan. Mengapa ? Kan harga bisa turun naik di pasar. Nah selama dua bulan itu dihitung rata ratanya, barulah ditentukan harga pada dua bulan berikutnya.
Penetapan metode menghitung harga itu tidak salah. Yang salah kalau engga konsisten. Karena setiap metode itu ada kelebihan dan kekurangannya. Kita sejak tahun 2014 konsiten menerapkan metode ini.
Kedua, Anda mengatakan. Dengan permen tersebut maka harga BBM di Indonesia tidak lagi terkait langsung dengan penurunan harga minyak mentah dunia, tetapi tergantung berapa harga minyak hasil kilang Singapura. Sebagai informasi bahwa penggunaan standar harga MOPS sdh tidak dipakai lagi bersamaan dengan pembubaran Petral tahun 2015.
Menurut saya anda benar benar salah besar. Mengapa? anda mencampur adukan MOPS sebagai acuan harga minyak dunia dengan mekanisme pengadaan minyak oleh PETRAL. Itu sangat berbeda.
MOPS adalah patokan harga BBM yang dikeluarkan setiap hari oleh sebuah lembaga khusus di Singapura. MOPS ini menjadi acuan bagi semua trader di seluruh dunia. Mengapa ? MOPS itu harga real yang dihitung dari berapa minyak yang masuk ke refinery. Bukan hanya harga virtual lewat permainan pasar. Apalagi singapore sebagai hub oil trading. Mereka punya sistem logistik migas yang hebat. Jadi tidak ada salahnya menggunakan acuan harga MOPS.
Sementara mekanisme pembelian minyak oleh Petral, itu memang bermasalah. Karena ada unsur monopoli dan tidak transparan. Karena rumus harga minyak dulu MOPS+besaran alpha (biaya refinery, distribusi, loss product) + biaya pajak. Pada biaya alpha inilah terjadi permainan mafia. Makanya mekanisme ini diubah oleh Jokowi dengan mekanisme ISC ( Integrated Supply Chain (ISC) dan Petral dibubarkan. Namun harga patokan tetap MOPS, bukan WTI ( West Texas Intermediate), dan MOPS itu itu basisnya adalah brent. Yang turun sampai negatif harganya itu adalah WTI. Sedangkan untuk minyak jenis Brent harganya masih stabil di US$ 22,74 per barel.
Jadi kritik anda terhadap harga BBM jelas menunjukan anda tidak memahami mekanisme penetapan harga, tekhnis perdagangan minyak , juga tidak paham sistem akuntasi inventory dan produksi.
Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone
__._,_.___
Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar