Rabu, 30 Desember 2020

Uang

Uang.


Tadi sore saya bertemu dengan tema. Tiga direktur BUMN dan Satu BUMD, satu lagi elite partai. Kami bertemu disalah satu cafe di jakarta selatan. Saya baru pertama kali datang ke cafe itu. Itu sebetulnya rumah. Namun diubah jadi private cafe untuk kalangan khusus, Pertemuan itu posisi saya hanya advisory. Saya tidak terlibat dalam bisnis dengan mereka. Kebetulan semua mereka kenal saya.

Setelah usai pembahasan bisnis dengan mereka. Biasanya berlanjut ke apalagi kalau bukan politik mutakhir. Ketika mereka mengeluh tentang kebijakan Jokowi. Saya hanya diam saja. Saya paham, mereka profesional. Dalam situasi sulit sekarang, kaum profesional yang punya tanggung jawab kadang kehilangan kreatifitas keluar dari tekanan cash flow dan omzet yang menurun. Tapi ketika pembicaraan sudah mengarah kepada pesimistis soal politik terutama menyangkut hutang luar negeri tembus Rp. 6000 triliun. Saya terpaksa bicara juga.

Saya katakan secara sederhana. " Dari Rp. 6000 triliun itu 50% lebih utang Swasta. Sisanya utang pemerintah dan BI. Atau kurang lebih Rp. 3000 triliiun. Apakah itu besar.? Hitung aja rasio atas asset negara terakhir berdasarkan hasil revaluasi sebesar Rp. 10.000 triliiun. Artinya rasio debt to asset hanya sebesar 30%.Dalam perusahaan,  neraca dengan rasio debt to asset 30% itu kecil sekali. Kalau debt to PDB, itu dibawah 30%. Lah China debt ratio diatas 300 %. Debt ratio AS, diatas 70 % dan Jepang, diatas 200% %.

Lantas bagaimana dengan hutang swasta.? Tanya mereka.

" Kita berbeda dengan Brasil, India, Meksiko, Rusia, dan Turki. Pada negara tersebut pemerintah mereka meng undertake pinjaman luar negeri swasta. Jadi kalau swasta default kasusnya sama denga kita tahun 1998. Negara harus tanggung jawab. Setelah reforamsi, ada UU yang melarang itu. "

" Lantas mengapa pertumbuhan hutang swasta begitu besar. ? padahal BUMN kebanyakan hutang di dalam negeri. " Tanya mereka.

Saya katakan. 90% investor asing ( bermitra dengan swasta lokal) yang masuk ke Indonesia itu membentuk SPC berdasar hukum Indonesia. Mereka datang tidak bawa duit. Mereka hanya punya financial resource saja. Sumber dana investasi itu dari hutang di luar negeri. Namun tercatat sebagai utang Indonesia karena yang melakukan perikatan PT Indonesia. Itu sebabnya pemeritah hanya catat tetapi tidak bertanggung jawab. Resiko terhadap moneter tidak ada. Karena ekspansi lewat hutang swasta itu murni B2B. Resiko ada pada pelaku bisnis.

" Sesederhana itu yang hitungannya. Sekarang saya paham. Mengapa susah sekali minta izin untuk hutang keluar negeri. " Kata teman. " Ya, tak seperti ahli ekonomi. Jadi sebetulnya secara ekonomi kita baik baik saja. Itu sebabnya Jokowi tenang dan lebih focus kepada penanggulangan covid-19."Kata lainnya.

" Bukan tenang dalam arti tidak peduli. Secara sistem, moneter dan fiskal itu sudah established. Sudah jalan dengan sendirinya. Apalagi 85,56 % utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN), pinjaman murni hanya 14, 44 %, Artinya utang luar negeri itu tidak mengancam geostrategis dan geopolitik kita. Perannya kecil sekali."

" Tetapi SBN itu kan ada juga investornya asing. "

" Ya walau ada asing, tetap saja dianggap dalam negeri. Karena SBN itu terbit kan berdasarkan UU Indonesia. SBN itu tidak bisa default atau diselesaikan secara arbitrase. Karena dibayar oleh SBN juga. Secara tidak langsung, SBN itu adalah seni mencetak uang namun dilakukan secara transparans. "

" Tapi era Jokowi hutang kita melesat dibandingkan era SBY."

" He he ..data stok hutang LN era SBY sebesar USD 308 Miliar. Sekang periode ke dua jokowi hutang LN USD 402 miliar. Nambah hanya USD 94 miliar. Tetapi lihatlah hasilnya? PDB tembus USD 1 trilion. Jalan toll terbangun berkali lipat panjangnya.

" Kenapa kamu paham sedetil itu. Padahal itu masalah pelik. Kamu bisa sampaikan dengan bahasa sederhana untuk mudah dipahami"

" Masalah kita ini, selalu ada waktu untuk omong kosong dan mengeluh, tetapi selalu tidak ada waktu untuk membaca dan menganalisa data. Padahal era sekarang era informasi." kata saya tersenyum. Saya permisi setelah Oma telp, dia sudah sampai untuk jemput saya. Tak lupa saya mampir ke kasir bayar bill

Ejb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar