Jumat, 08 Mei 2020

[Media_Nusantara] Klarifikasi atas kritik Kang Emil (Soal Bansos)

 

Klarifikasi atas kritik Kang Emil (Soal Bansos)

by Erizeli Jely Bandaro

Kang Emil, mengkritisi pemerintah Pusat dengan keras. Apa kritiknya? pertama, Data orang miskin dari BPS (Badan Pusat Statistik), Kemensos, Kementerian Desa, berbeda beda. Kedua.  pembagian sembilan jenis bantuan kepada masyarakat di tengah pandemi virus corona. Yakni bantuan untuk korban PHK, Kartu Sembako, Bansos Presiden Bodebek, Kartu Prakerja, Dana Desa, Bansos Tunai, Bansos Provinsi, Bansos Kabupaten/Kota dan Bantuan Makan atau Nasi Bungkus. Akibat karena dua hal itu, Pemda jadi bulan bulanan warga.  Saya ingin mencoba meluruskan kritik Kan Emil itu. Agar tidak terkesan bahwa itu kritik, tetapi lebih kepada concern terhadap efektifitas bantuan sosial.

Data berbeda dari masing masing instansi karena tujuan juga berbeda. BPS menggunakan tiga indikator yaitu pertama, head count indeks yang menunjukkan persentase penduduk miskin terhadap populasi di Indonesia. Kedua, indikator kedalaman kemiskinan yang menunjukkan jarang rata-rata pengeluaran si miskin terhadap garis kemiskinan. Ketiga, yaitu indeks keparahan kemiskinan yang menunjukkan variasi pengeluaran di antara penduduk miskin sendiri, untuk memahami di dalam penduduk miskin itu sendiri, taraf kehidupannya juga berbeda-beda. Nah dari data inilah keluar kebijakan tentang Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Se hat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) beserta sim card Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS).

Apakah cukup dengan kebijakan tiga kartu itu saja ? Tidak. Pemerinntah melalui Kemensos punya Program Keluarga Harapan (PKH). Mereka yang miskin itu bukan hanya dapat uang  tapi juga akses kepada ibu hamil dan anak untuk memanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan (faskes) dan fasilitas layanan pendidikan (fasdik), termasuk  penyandang disabilitas dan lanjut usia.  Apakah cukup ? Tidak. Melalui kementrian Desa , pemerintah juga punya program pengentasan kemiskinan. Data kementrian Desa, angka kemiskinan diukur dari kemampuan masyarakat desa mengakses barang dan jasa publik.  Data ini lebih terstruktur untuk mengukur kebutuhan rakyat pedesaan secara langsung.

Jadi data berbeda itu tidak perlu membuat rakyat membingung asalkan PEMDA  tingkat I/II bisa menterjemahkannya dalam program bansos. Pemda focus saja dengan realokasi APBD yang bisa dilakukan untuk mengeluarkan program bansos kepada mereka yang rentan miskin akibat COVID-19. Peran Pusat sebagai koordinator Bansos harus dioptimalkan dengan  PEMDA memberikan data yang faktual. Contoh tadinya data kemiskinan 3% tetapi karena adanya corona, orang rentan miskin jadi miski benaran. Mereka ini seperti korban PHK, supir takis, pedagang kaki lima. dll. Data itulah yang harus difaktualkan, bukan hanya retorika seperti Abas. Nah PEMDA salurkan dana realokasi APBD dan Pusat salurkan dana stimulus dari program yang sudah ada. Kan semakin banyak rakyat dapat bantuan, kan makin bagus, ya kan Kang

Teruslah semangat. Untuk rakyat miskin apapun bantuan itu hanya pahala balasannya dan janji sorga pasti dari Allah bagi pemimpin yang ikhlas. Jangan tiru ABas.


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar