Jakarta – KabarNet: Penangkapan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengejutkan banyak pihak.
Banyak kolega tak percaya Rudi menerima gratifikasi. Pasalnya selama ini Rudi dikenal sebagai sosok baik dan memiliki idealisme tinggi.
Namanya moncer ketika menyoroti kasus lumpur Lapindo, Sidoarjo. Peraih gelar Dokter Ingenieurs (Dr.‐Ing) bidang teknologi minyak dan gas bumi dari Technische Universitaet Clausthal, Jerman ini menentang teori lumpur Lapindo terjadi akibat dampak dari gempa di Yogyakarta. Rudi yakin bencana itu terjadi akibat kesalahan pengeboran.
Rudi bukanlah sosok yang asing dalam industri migas. Pria kelahiran 1962 ini mengawali kariernya di perguruan tinggi sebagai dosen di jurusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1985. Kemudian ia melanjutkan pendidikan hingga meraih doktor di Jerman pada 1991.
Kecerdasannya sudah terlihat sejak mahasiswa di Teknik Perminyakan ITB. Ia menjadi mahasiswa terbaik ITB 1984, dosen teladan ITB 1998, presenter terbaik Ikatan Ahli Perminyakan Indonesia (IATMI) 2000‐2004. Sebagai peneliti, ia menghasilkan lebih dari 50 karya ilmiah nasional dan internasional. Rudi juga ikut membangun laboratorium dan peralatan penelitian di ITB dan Lemigas sehingga mengantarkan dia memperoleh penghargaan dari asosiasi IATMI sebagai Inovator Nasional bidang Migas tahun 2002. Ia dikukuhkan menjadi guru besar ITB pada 2010.
Ia dikenal sebagai konsultan untuk berbagai proyek pengembangan lapangan KKKS, menjadi trainer berbagai kursus teknis bagi karyawan di lapangan, menciptakan beberapa buku bidang migas. Rudi juga kerap memimpin beberapa kali mematikan semburan pada beberapa sumur migas yang sedang blowout.
SKK Migas seperti rumah kedua Rudi Rubiandini. Sebelum menjadi Kepala SKK Migas, sebelumnya Rudi pernah menjadi pejabat di institusi yang dulunya bernama BP Migas. Rudi pernah menjadi Corporate Secretary dan Deputi Pengendalian Operasi BP Migas. Ia melakukan berbagai pembenahan terutama pembenahan internal institusi itu.
Karier Rudi meningkat pada Juni 2012, ia ditunjuk menjadi Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan almarhum Widjajono Partowidagdo. Pasca pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi, Rudi diangkat sebagai Kepala SKK Migas pada 16 Januari 2013. BP Migas dibubarkan November 2012 dengan alasan tidak sesuai konstitusi. BP Migas dituding sebagai sarang korupsi dan pro asing.
Masuknya Rudi sebagai Kepala SKK Migas memberi banyak harapan. Rudi menentukan sejumlah target seperti kenaikan produksi, meningkatkan cadangan dan meningkatkan kapabilitas nasional. Untuk meningkatkan produksi, SKK Migas menetapkan 2013 sebagai tahun pemboran. Sebanyak 1.500 sumur dibor tahun ini.
Untuk mendukung program tersebut, Rudi telah menyusun 104 program kerja. Rudi bahkan mengancam akan memutus kontrak operator jika tak menjalankan komitmennya.
Gebrakan Rudi setelah enam menjabat sejak awal Januari 2013 mulai membuahkan hasil. Penerimaan negara dari hasil pengelolaan industri hulu migas mencapai US$ 18,7 miliar, melebihi target yang ditetapkan sebesar US$ 18,4 miliar untuk setengah tahun pertama. Sedangkan, produksi minyak pada periode yang sama berhasil mencapai rata‐rata 831 ribu barel minyak per hari atau 99 persen dari target yang ditetapkan sebesar 840 ribu barel per hari.
Terbetik rumor, pasca‐pembubaran BP Migas tahun lalu, berbagai rumor mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Adalah PT Kernel Oil yang dipegang Widodo Ratanachaitong sudah berbisnis sejak era SKK Migas masih bernama BP Migas dan dipimpin R Prijono. Dan, Menteri ESDM dikabarkan memainkan peranan, sehingga Kernel bisa berbisnis minyak kala itu.
Sampai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik berpesan kepada Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini agar tidak melupakan mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), Raden Prijono. "Saya bilang ke Pak Rudi, you enggak boleh lupa sama Pak Priyono. Jangan seperti kacang lupa sama kulitnya," ujar Jero dalam sambutannya saat membuka Rapat Kerja (SKK Migas), di City Plaza, Jakarta, Kamis (14/2/2013).
Gebrakan‐gebrakan yang dilakukan Rudi Rubiandini di SKK Migas selama kurang lebih enam bulan ini membuat gerah Raden Prijono dan Yohanes Chandra Ekajaya yang telah lama berkongsi mengeruk rente dari monopoli operational kapal/angkutan, rig/pengeboran dan yang paling utama eksport minyak mentah/condensate bagi hasil produksi (Production Sharing Contractor/PSC) bagian pemerintah yang telah lama dikendalikan dan dijalankan oleh Yohanes Chandra Ekajaya dengan modus permainan angkutan/kapal yang telah diatur dengan mangacu pada spesifikasi yang hanya dapat dipenuhi oleh kelompok mereka, Terbersit kabar profit sharing antara Kernel Oil 50% dan Raden Prijono / Yohanes Chandra Ekajaya 50%.
Dengan bantuan kader‐kader Raden Prijono yang masih di lingkungan internal SKK Migas, diketahuilah kelemahan Rudi Rubiandini dan dimanfaatkan oleh duet ini. Sempat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Republik Indonesia melakukan aksi di depan kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di Jakarta, Jumat (23/8/2013).
Aksi tersebut menuntut Plt Kepala SKK Migas, Johannes Widjonarko diusut tuntas atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya selama menjabat sebagai Wakil Kepala SKK Migas.
Selain itu, para mahasiswa itu juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut pula dugaan korupsi yang dilakukan oleh Mantan Kepala SKK Migas, Raden Priyono.
Saat ini salah satu kader Raden Prijono , Johannes Widjonarko diangkat menjadi Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menggantikan Rudi Rubiandini yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap, setelah sebelumnya sempat disingkirkan oleh Rudi Rubiandini.
Jejak duet Yohanes Chandra Ekajaya dan Raden Prijono di BPmigas (sekarang SKK Migas) sudah tercium sekitar tahun 2011 dalam Kasus Blok West Madura Offshore melalui PT Sinergindo Citra Harapan yang beralamat di The City Tower Lt 21 / 27, Jakarta.
Korupsi pada perpanjangan kontrak migas dapat terjadi karena tidak adanya rujukan peraturan dan tarif (disenagaja?). Padahal secara global tarif akuisisi cadangan migas terbukti berkisar 10‐20% harga pasar migas. Dalam kasus perpanjangan kontrak blok West Madura Offshore misalnya, negara hanya memperoleh US$ 5 juta sebagai signatory bomus dari Kodeco (Korea) untuk saham 20%. Padahal jika tarif akuisisi diterapkan, minimal negara bisa memperoleh US$ 300 juta! Siapa yang menikmati selisih pembayaran tsb?
Sebelum terjadi kasus suap Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini pada Selasa malam, 13 Agustus 2013, terkait kasus dugaan suap senilai US$ 700 ribu dan Sin$ 127 ribu, tidak banyak yang mengenal Kernel Oil. Ada yang menyebutkan bahwa PT Kernel Oil memiliki hubungan dengan perusahaan minyak PT Indika Energy yang telah berkecimpung selama lebih dari 30 tahun di bidang konstruksi gas dan minyak.
Kernel Oil merupakan perusahaan jual‐beli (trader) minyak mentah dan produk‐produk turunannya, termasuk produk petrokimia. Berkantor pusat di Singapura, Kernel Oil memiliki cabang di berbagai negara, seperti di Indonesia, Thailand, Australia, Swiss hingga Dubai. Kernel Oil pernah memperoleh jatah di terminal minyak mentah dan kondensat Senipah, Delta Mahakam, Kalimantan Timur, dan terminal minyak mentah sumur minyak Minas, Jambi dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Seperti diketahui Kernel Oil juga pernah menjadi Kontraktor Bagi Hasil Produksi (Production Sharing Contractor/PSC) pada BP Migas (sekarang SKK Migas) pada masa kepemimpinan R. Prijono.
Kernel Oil kerap ikut dalam tender bulanan pengadaan Premium yang dilakukan oleh anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
Petral mensyaratkan secara ketat perusahaan yang akan menjadi peserta tender dan rekanan dalam pengadaan impor minyak mentah dan BBM. Persyaratan sebagai peserta tender antara lain perusahaan tercatat di bursa saham global atau perusahaan negara. Lalu, perusahaan yang memiliki ekuitas minimum 50 juta dolar dan diaudit Ernst and Young (EY), PricewaterhouseCoopers (PwC), KPMG, atau Deloitte. Petral juga mensyaratkan perusahaan tersebut memiliki kilang, penyimpanan, pencampuran (blending), perkapalan atau mempunyai sewa fasilitas minimum satu tahun.
Selama ini Petral membeli minyak mentah dari Nigeria, Asia, Australia dan juga negara‐ negara eks Rusia. Hampir semua pengadaan minyak mentah tersebut pada prinsipnya dilakukan dengan cara tender terbuka yang diikuti oleh 53 perusahaan yang terdaftar sebagai rekanan Petral.
Namun, khusus untuk pengadaan beberapa minyak mentah yang tidak dijual bebas atau terbatas, Petral membelinya secara langsung kepada perusahaan nasional produsen maupun pihak yang ditunjuk oleh produsen untuk memasarkan minyak mentah tersebut. Sebagai contoh, Petral pernah melakukan penunjukan langsung pengadaan Arab Light dari Aramco yang tidak diperjualbelikan secara bebas, dan Azeri dari PTT Thailand, yang mempunyai penyimpanan minyak mentah Azeri yang terbesar di luar Azerbaijan.
Sementara, untuk tender impor BBM jenis Premium sebanyak delapan juta barel per bulan diikuti 28 perusahaan. Pemasoknya seperti Arcadia, Total, Glencore, Vitol, Concord, Verita, Gunvor, PPT, Kernel Oil, BP, Unipec, Petrochina, Petronas, Shell, Trafigura, SK, dan Conoco. Petral melakukan pembelian Premium secara tender, karena produsennya adalah trader yang melakukan proses blending di Singapura.
Sedangkan untuk tender solar secara spot melibatkan 30 perusahaan terdaftar. Sementara pengadaan secara berjangka melalui penunjukan empat perusahaan minyak nasional yaitu Kuwait Petroleum Company, Petronas Malaysia, PTT Thailand dan S‐Oil yang dimiliki oleh Saudi Aramco. Keempatnya, menurut Petral, mempunyai kilang minyak yang memproduksi solar, sehingga mencegah spekulasi harga dan penyelundupan, sekaligus harga lebih murah dari spot.
Kernel Oil sendiri terdaftar sebagai perusahaan trader di SKK Migas. Anehnya, sejak era Prijono hingga Rudi, sangat aktif berbisnis hulu sampai hilir. Itu sebabnya, Kernel potensial jadi Kartel Migas
Menariknya guna memperlancar operational Kernel Oil di Indonesia untuk berbisnis minyak mentah, Kernel Oil berdampingan dengan PT Surya Parna Raya (SPN) dengan fasilitator Effendi MS Simbolon, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI‐P), Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang selama ini dikenal vokal menyoroti kebobrokan tata kelola Migas itu diduga memanfaatkan pengaruhnya untuk menekan BP Migas agar menjual gas Hussky ke PT Parna Raya dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga jual ke perusahaan lainnya.
Tahun 2012 dan 2013 PT Surya Parna Niaga (Grup Parna Raya) berhasil mengalahkan ratusan perusahaan sejenis untuk dapat penunjukan BPH Migas.
Dengan pengaruhnya, Effendi Simbolon disebut melakukan penekanan politik dengan mengatasnamakan partai politik tertentu. Sebagai hasil negosiasi ulang, BP Migas mengusulkan kepada Menteri ESDM melalui Ditjen Migas harga yang berbeda. Untuk PT PGN seharga USD 5,8/MMBTU, untuk PT Inti Alasindo seharga USD 5,8/MMBTU, sedangkan khusus untuk PT Parna Raya lebih murah yaitu seharga USD 5,2/MMBTU.
Pada perjalanannya usulan itu disetujui oleh Menteri ESDM dalam SK MESDM tentang Harga Jual Gas Hussky kepada ketiga perusahaan tersebut. Selisih USD 0,60/MMBTU dengan volume penjualan 40 MMBTU untuk PT Parna Karya menyebabkan potensi kerugian negara sebesar USD 8,64 Juta per tahun untuk proyeksi kontrak selama 15 tahun, sehingga totalnya mencapai Rp 1,5 triliun.
Source: radennuh.org
Wajah-wajah Mafia & Koruptor Migas – Info TrioMacan2000
Raden Prijono
Yohanes Widjanarko
Efendi Simbolon
Donny Yusgiantoro
Lambok Hamonangan Hutauruk
Gerhard Martin Homo Rummeser
Gde Pradnyana
Ahmad Syahroza
Waryono Karno
Norsyaman Sommeng
Rudi Rubiandini
Mafia Migas No. 1 RI – Agen CIA