http://jurnal-korupsi.blogspot.com/2012/10/mafia-rampok-uang-rakyat-dengan-modus.html Mafia Pendidikan Rampok Uang Rakyat Dengan Modus Kredit Fiktif Bank Jatim 50 Milyar Harian milik Dahlan Iskan, Terbitan jawa Timur, yakni Jawa Pos 3 hari berturut2 (24,25, 26 Oktober 2012) memberitakan kasus kredit fiktif yang menguras dana masyarakat di Bank Plat Merah/ Bank milik Pemerintah, yakni Bank Jatim sebesar Rp.50 Milyar. Dalam berita tersebut diberitakan bahwa Polisi dalam hal ini Polda Jatim telah menetapkan 13 tersangka, yakni 6 orang pegawai bank jatim & 7 orang & perusahaan pengaju kredit fiktif. Dalam berita tersebut disebutkan otak dari kredit fiktif ini adalah Yudi Setiawan dengan memakai perusahaan PT. Cipta Inti Parmindo. Sedangkan perusahaan2 lain adalah perusahaan2 milik Yudi juga, dimana yang dijadikan pimpinan adalah anak, sopir, pembantu, pegawai dari Yudi. Dan diketahui semua kredit yang diterima dari bank jatim pada perusahaan2 itu semua dananya akhirnya mengalir ke Yudi atau PT Cipta Inti Parmindo. Sekilas dari berita ini tidak ada yang aneh. Tapi jika ditelusuri sebenarnya banyak hal yang bisa membuat otak kita berkerut. Hal2 itu adalah: 1. Dalam berita yang ditahan hanyalah pegawai dari Bank Jatim, dengan alasan dikuatirkan akan mempersulit penyidikan. Tapi pemilik perusahaan2 yang menerima uang tidak ditahan. Apa polisi tidak akan kesulitan melakukan penyidikan, jika perusahaan2 itu menghilangkan barang bukti atau pemiliknya lari keluar negeri? karena sampai sekarang juga tidak ada uang hasil pembobolan yang disita ataupun rekening milik orang2/perusahaan2 itu yang diblokir dll. Apakah tidak terpikir untuk menyelamatkan uang negara yang dibobol? 2. Disebut2 pemilik PT. Cipta Inti Parmindo adalah otak dari kredit fiktif, tapi kenapa yang dinyatakan tersangka adalah hanya Yudi Setiawan? Padahal pengendali utama dari perusahaan ini adalah Liauw Inggarwati, yang sering disebut sebagai mafia pendidikan dan dalam akta perusahaan merupakan komisaris dari perusahaan ini. Apalagi kredit fiktif ini disebut2 dalam berita terkait dengan kegiatan dan proyek fiktif dunia pendidikan. seharusnya aparat hukum juga menyelidiki aliran uang yang mengalir ke Liauw Inggarwati, dan menyelidiki keterlibatannya, karena Yudi Setiawan (keponakan Liauw Inggarwati) hanyalah pelaksana yang dipasang sebagai Direktur perusahaan ini, dan yang bisa mengatur kemulusan kredit2 fiktif dari bank plat merah ini adalah Liauw Inggarwati. 3. Melihat begitu gampangnya uang bank sedemikian besar diberikan secara cuma2 atau dipersilahkan dengan mudah untuk dikuras/dirampok, bisa diduga ini adalah pekerjaan para mafia. Dan para pejabat seperti dalam berita kasus ini diduga mendapatkan sedikit upah dan imbalan dari para mafia 4. Yang memprihatinkan kredit2 fiktif ini diambilkan dari dana KUR (Kredit Usaha Rakyat), yang seharusnya digunakan untuk memajukan ekonomi rakyat. Tapi malah diberikan untuk dihabiskan oleh para mafia. 5. Untuk itu patut diselidiki apakah KUR diseluruh bank pemerintah yang dalam pernyataan menteri keuangan senilai puluhan trilyun benar2 digunakan untuk memajukan ekonomi rakyat, atau sekarang menjadi kredit macet, karena uangnya sebenarnya tidak dipakai untuk memajukan ekonomi masyarakat, tapi malah dinikmati oleh para mafia dan dibawa lari, entah dibawa lari di dalam negeri atau keluar negri. Sedangkan di jawa Timur sendiri kredit KUR sudah berjumlah trilyunan, dan patut diduga berpotensi menjadi kredit macet, karena tidak tepat sasaran dan dijadikan bancakan oleh para mafia itu. 6. Yang harus diwaspadai pula, Liauw Inggarwati dengan operatornya Rony Nasrullah dari PT. Dharmabakti, juga sering diberitakan sebagai mafia pendidikan yang diduga bekerjasama dengan para pejabat didaerah dalam korupsi proyek2 peningkatan mutu pendidikan, dengan modus mengurangi jumlah dan kualitas dari barang peningkatan mutu pendidikan, dan hal ini berdampak luas bagi kualitas pendidikan nasional. Kenapa hal ini bisa mulus terjadi, karena diduga sebelum proyek itu dilakukan para pejabat didaerah sudah mendapat insentif (uang sogok) dari Liauw Inggarwati, sehingga para pejabat itu menurut saja padanya. Dan meski pernah diperiksa dugaan korupsinya oleh para aparat hukum, tapi dengan mudahnya kasus itu lenyap, karena diduga para aparat hukum sudah disuap. Patut diduga uang suap pada para pejabat didaerah dan pada aparat hukum tersebut juga berasal dari kredit2 fiktif yang didapatnya dari bank pemerintah itu. 7. yang harus khawatir sebenarnya adalah para pejabat baik itu dari bank pemerintah pemberi kredit fiktif, maupun pejabat2 daerah seperti Lamongan, Tuban, Mojokerto, Tulungagung, Trenggalek, Pacitan, Mojokerto, Banyuwangi, Lumajang, Probolinggo, Magetan dll, karena dalam berita dinyatakan bahwa kredit fiktif itu berkaitan dengan proyek2 pendidikan didaerah2 tersebut. Karena dengan fakta yang ditahan sekarang adalah hanya para pejabat bank jatim, sedangkan para mafia bebas. jadi siap2 saja para pejabat didaerah yang masuk penjara sedangkan para mafia bebas. Sebagai Ilustrasi dalam korupsi pembangunan GOR Magetan yang sudah ada putusan kasasi dari mahkamah agung, para pejabat harus mendekam ditahanan, sedangkan Liauw Inggarwati meski sudah dinyatakan tersangka, tapi tidak pernah diperiksa, apalagi masuk penjara, tahu2 namanya lenyap. Demikian juga dalam kasus korupsi laptop di Jember sebesar Rp. 19 Milyar, meski sudah dinyatakan tersangka sejak 2 tahun 2009, tapi tidak pernah diperiksa, sedangkan pejabat dan guru2 sibuk berhadapan dengan aparat hukum. Mungkin Liauw Inggarwati baru akan diperiksa setelah masa kedaluwarsa, dan kasus ditutup karena kedaluwarsa. 8. Jadi para mafia itu sangat dimanjakan, karena dengan beri suap sedikit (dalam berita, diduga oknum Bank jatim terima Rp. 20 juta), mafia mengeruk dana rakyat Rp. 50 Milyar. Dengan uang itu para pejabat didaerah dan aparat hukum disuap sedikit, lalu Liauw Inggarwati & Rony Nasrullah mengeruk lagi dana rakyat/ dana pendidikan sebesar ratusan milyar. Dan dijamin kebal hukum, sedangkan akibatnya kemungkinan besar hanya para pejabat itu yang dipenjara, sedangkan para mafia bebas dan bisa meneruskan aksinya ditempat lain. Yang paling menderita adalah rakyat. Kita prihatin, berkali2 terulang lagi bahwa para pejabat pemerintah lebih suka jika uang negara/ uang rakyat diberikan secara cuma2 (mafia dipersilahkan merampok dengan bebas), daripada digunakan untuk membangun masyarakat bangsa & negara. Maka patut dipertanyakan apakah para pejabat itu masih merasa sebagai warga negara Indonesia atau mereka juga sudah punya kewarganegaraan negara lain. Sehingga kalau negara RI sudah hancur dirampok, mereka akan pindah ke negara lain itu. Salam, Menuju Indonesia Merdeka GETAR - Gerakan Tampar Koruptor Note Tim Pesisir: Untuk informasi yang seimbang bisa meminta informasi ke: Liauw Inggarwat ; HP: 081333300888 ; 082143555553 Rony Nasrullah ; HP: 08111116089 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar