Kita semakin prihatin karena reformasi hanya mengubah DPR dari lembaga penyedap demokrasi menjadi institusi yang penuh transaksi.'' Partai politik pun menempatkan orang-orang pilihan termasuk bendahara partai menjadi anggota banggar. Banggar menjadi istimewa dan bergengsi karena di sinilah anggaran negara bermula, tetapi di sini pulalah jejak awal anggota dewan menuju bui. Jika nafsu menuai fulus tidak terkendali, jika anggota dewan mudah berselingkuh dengan eksekutif membajak uang rakyat, pintu penjara segera terbuka lebar bagi para wakil rakyat itu. Dengan kekuasaan mutlak menentukan anggaran, banggar telah berubah menjadi ladang tata niaga proyek yang dibiayai APBN. Anggota banggar bisa leluasa menjual proyek kepada swasta dengan imbalan menggelembungkan pundi-pundi mereka. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) lagi-lagi membuat kita trenyuh. PPATK menemukan aliran dana ilegal dengan nilai puluhan miliar rupiah ke rekening 10 anggota banggar. PPATK menyebut 10 anggota banggar itu terindikasi korupsi karena dana yang masuk ke rekening mereka tidak sesuai dengan postur pendapatan mereka sebagai anggota dewan. Sejujurnya temuan PPATK itu merupakan konfirmasi atas apa yang telah menjadi pengetahuan publik selama ini. Sudah sejak lama publik mencium aroma tak sedap dari banggar. Sebut saja Angelina Sondakh dari Demokrat, Wa Ode Nurhayati dari PAN, dan Zulkarnaen Djabar dari Golkar. Dari berbagai keterangan di persidangan ataupun pemeriksaan tersangka di KPK secara gamblang terungkap bahwa anggota banggar membuka praktik sebagai bandar yang mengaveling-ngaveling anggaran. Mereka menjadi makelar dan calo yang menerima upeti. KPK harus bertindak cepat merespons temuan PPATK. Kita juga mendorong agar KPK menerapkan asas pembuktian terbalik. Para wakil rakyat harus bisa membuktikan asal uang puluhan miliar rupiah yang mengucur ke rekening mereka. Melalui forum ini pula berulang kali kita sarankan agar Banggar DPR dibubarkan. Badan itu lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Pembahasan APBN dikembalikan kepada Komisi APBN ataupun Panitia Anggaran yang berfungsi melakukan sinkronisasi anggaran. DPR tidak membahas program dan proyek sehingga fungsi pengawasan DPR lebih optimal lantaran tidak mempunyai interes atas proyek-proyek. Setelah reformasi berusia 14 tahun, kita semakin prihatin karena orde itu hanya mengubah DPR dari lembaga penyedap demokrasi di era Orde Baru menjadi institusi yang penuh transaksi.http://pmlseaepaper.pressmart. |
Selasa, 31 Juli 2012
[Media_Nusantara] Rekening Gendut di Banggar
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar